22. Where Are You?

35.4K 3.7K 105
                                    

Wira memandangi layar yang menampilkan slide berisikan strategi pemasaran yang diajukan BuyMe untuk Time Tales. Ia kemudian menengok ke arah perempuan yang mempresentasikan strategi itu. Dalam sekali lihat, Wira langsung bisa tahu, ini adalah  presentasi yang sama yang dikerjakan Lia. Sayangnya, bukan Lia yang menjelaskan tetapi seorang perempuan bergaun kuning yang bahkan sudah Wira lupakan namanya.

Perempuan itu terlihat begitu percaya diri dengan kerlingan mata manja yang terlihat berusaha menggoda. Anehnya, Wira malah muak melihatnya.

She is fake.

Melirik ke arah Lia yang berwajah kesal dan marah, Wira tahu, ada pekerjaan yang disabotase—atau dicuri. Dan, gadis yang tengah berbicara ini pencurinya.

Oh, how he hates a thief more than anyone else.

Tetapi, Wira tak bisa langsung menghentikan omongan perempuan itu dan menuduhnya sebagai pencuri. Ia pihak eksternal, ia tak boleh tahu tentang apapun yang terjadi di dalam pekerjaan Lia. Jadi sebagai gantinya, ia hanya bisa berpura-pura bodoh.

Yang bisa Wira lakukan, hanya memuji dalam kalimat-kalimat terselubung sebagai apresiasi pada Lia. Hanya itu. 

Sayangnya, ketika Wira memuji terkait pemilihan soft-selling dan story telling sebagai strategi, si perempuan bergaun kuning itu malah menyatakan dirinya yang mencetuskan ide tersebut. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa dialah orang yang bisa mengerjakan hal-hal yang Wira suka. Sementara, Lia adalah orang yang paling bisa melakukan hal yang tidak Wira suka. 

Wira mendesah keras. Kalau saja Wira bisa menyebut hal yang paling bisa Lia lakukan, Wira pasti akan menjawab Lia paling lihai memuaskannya dalam segi apapun—termasuk pekerjaan. Dan Wira tak yakin, gadis bergaun kuning itu bisa melakukan hal yang sama.

Wira memicingkan mata. Lagi, ia menengok ke arah Lia yang sudah bermuka dongkol tak karu-karuan.

"Oh, begitu." Wira mengangguk-anggukan kepala. "Ya, ya, ya. Sepertinya, kamu benar-benar menambah warna baru di tim, ya? Keep up the good works, saya tunggu terobosan kamu yang lainnya lagi."

Wajah semringah dari gadis itu semakin terlihat dan Lia semakin dongkol. Tetapi, Wira tak bisa berbuat apa-apa. Hanya itu yang bisa ia lakukan agar semuanya selesai.

Setelahnya, presentasi berlanjut terkait laman situs dari Lia. Tidak terlalu banyak dan tidak terlalu menarik. Laman situs dan banner-banner-nya lebih banyak menampilkan kalimat-kalimat hard selling mengingat bahwa keduanya adalah end point dari pembelian.

Lia lebih banyak bermain pada laman yang informatif. Menurutnya, orang-orang yang membeli buku biasanya terbagi antara orang-orang yang sudah tahu mau membeli apa atau mencari-cari yang cocok dengan kesukaannya. Jadi, Lia membagi produk ke dalam lima set besaran kategori genre yang paling laku saat ini.

Tepat ketika jam lima sore, rapat ditutup. Wira bisa melihat Hugo dan Peter yang langsung dihampiri Tiwi dan Windy. Sepertinya, mereka masih membahas lebih lanjut tentang pengunggahan produk. Sementara, Wira melirik ke arah Lia. Ia berencana menghampiri perempuan itu, sekadar menyapa dan mencari-cari topik untuk dibahas.Mungkin, omongan kosong terkait strategi yang sebenarnya nyaris sempurna itu.

Namun, belum ia sempat menghampiri, si perempuan bergaun kuning itu keburu berjalan ke arahnya. "Pak, saya bisa bahas tentang detil strategi untuk soft launching-nya nggak, ya?"

Wira terkesiap. Ia  menghela napas. Matanya lagi-lagi melirik ke arah Lia yang sudah membereskan laptopnya.

"Maaf, Mbak Sesil, Mas Peter, Mas Hugo dan Pak Wira." Lia berucap dengan memeluk laptop di depan dada. "Berhubung rapat sudah usai, saya harus permisi dulu. Masih ada yang harus dikerjakan."

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang