Ketika Lia menyebut Sukabumi, Wira sudah siap dengan jalan terjal perkampungan. Nyatanya, mereka malah menuju ke sebuah perumahan yang cukup besar. Melihat pemandangan sekeliling, Wira bisa melihat jejeran rumah minimalis berdesain seragam di kiri dan kanannya. Masing-masing rumah itu memiliki halaman belakang yang cukup besar yang ditumbuhi kelapa sawit.
Di tengah perumahan, ada sebuah club house dengan kolam renang dan fasilitas olahraga. Lalu, ada hotel yang cukup besar juga untuk menginap. Seketika, Wira teringat akan beberapa perumahan villa di Puncak dan Bandung.
"Ini mah namanya kayak main Farmville! Kupikir, bener-bener kayak kebun besar dan sawah-sawah di TV gitu!" komentar Wira pada Lia yang tertawa.
"Ya, kali!" sambar Lia. "Siapa yang bilang ini perkampungan sih? Bisa gila Mamaku kalau harus ke tempat kayak gitu. Ini jadi win-win solution buat mereka. Papa pengin menghabiskan masa tuanya jauh dari Jakarta, tapi Mama nggak bisa kalau tinggal di tempat dengan fasilitas terbatas begitu."
Wira menggelengkan kepala tak habis pikir sambil memutar setir kemudi. Lia di sisi lain menunjukan jalan hingga akhirnya, mereka berhenti di depan sebuah rumah bertuliskan huruf "J no. 8".
"Aku capek banget!" keluh Wira. "Kayaknya habis ini mau langsung tidur, boleh nggak, sih? Jalannya jauh juga, ya! Kamu sih enak tidur!"
Lia berdecak mendegar Wira yang mengeluh. "Salah siapa? Kan udah aku ingetin!"
Wira tak menjawab saat Lia membalik omongannya. Salahnya. Iya, salah Wira!
Lia melompat turun, diikuti Wira sesudahnya. Sementara Lia menekan bel, Wira sibuk membuka bagasi dan mengambil barang-barang bawaan. Rencananya, Wira akan menginap cukup lama di Sukabumi walau ia belum tahu apa yang bisa dilakukannya di tempat itu.
Tak lama, seorang wanita berusia lima puluhan muncul dari balik pintu. Ia punya wajah yang cantik dengan aura yang keibuan. Memandangnya membuat Wira melirik Lia. Wajah itu begitu mirip. Wira yakin, di usia Lia yang nanti akan menginjak lima puluhan, penampilannya akan sama persis dengan ibunya.
"Ma, kenalin ini—"
"—Wira. Wiranata, Tante." Tanpa ragu, Wira mengulurkan tangannya.
Senyum mengembang di wajah Lani. "Oh, ya. Lia banyak cerita soal kamu. Ayo, masuk."
Wira menengok ke arah Lia sejenak. Keduanya saling melempar senyum sebelum mengikuti Lani memasuk rumah itu dengan tangan bertaut seerat yang mereka bisa.
*
[iklan] Buku Darma - Salsa sudah di publish. Boleh banget dimampirin, loh!
*
Untuk semua yang sudah mengikuti cerita ini sejak awal sampai akhir sekarang, terima kasih banyak! Aku nggak menyangka banget kalau Mas Wira banyak yang naksir, loh! Semoga kalian terhibur, ya.
Sumpah ini, kosong banget ya! Aku berasa sedih. Apalagi kalian ramai banget gitu komennya. Aku senang, nggak bohong! Maaf karena mungkin banyak komentar ketumpuk notif yang nggak kebalas. Aku mau balasin satu-satu tapi bingung juga ya ampun.
Boleh loh bagi kesan pesannya di sini. hehe Boleh juga follow Twitter ku di (at)pichidichi dan (at)pichidichi_ biar kita bisa ngobrol-ngobrol. Aku suka ngobrol hehe
Untuk extra part ada 10 part sih (baru aku up sebagian), dan rencananya akan aku update di KaryaKarsa pada link berikut https://karyakarsa.com/pichidichi (atau ada di bio ku juga, ya)
Sampai ketemu di cerita Adhyaksa yang lainnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lead Magnet
RomanceADHYAKSA SERIES no. 5 🌼 *** Lead Magnet (n.) An incentive to attract and capture potential customer. Lia--Hazelia Salim--nyaris jantungan ketika ia tahu, kekasihnya, Bryan ternyata sudah berpacaran dengan Lidya Kani Melatika, putri pemilik perusah...