36. Pengakuan

1.5K 74 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

"Ayo turun, pasti semua udah nungguin kita.." kata Ale sambil mengusap pipi Athe yang masih sedikit basah karena air mata.

Athe menatap Ale. "Gue takut Kak.." kata gadis itu.

Ale menghela nafas dan mengambil tisu, mengusap pipi Athe lagi. "Takut apa? Kan ada gue." sahutnya.

Athe menunduk dan menggigit bibir bawahnya. "Takut mereka nyuruh kita jauh-jauhan." jawabnya pelan.

Ale menipiskan bibir, pemuda itu merapikan rambut Athe yang sedikit berantakan. "The, jangan takut dulu. Kita harus jelasin ke mereka. Gue selalu sama lo The, lo jangan takut gini." kata pemuda itu menenangkan.

Athe memegang tangan Ale dan mengecupnya beberapa kali. "Jangan tinggalin gue Kak.."

Ale tersenyum dan mengangguk. "Iya The. Ayo turun, kita harus jelasin ke semuanya.." kata pemuda itu.

Athe mengangguk pelan. "Iya.."

Ale menatap wajah Athe, mata gadisnya ini begitu sembab dan hidungnya memerah. "Jadi sembab gini, jangan keseringan nangis gini ya? Dada lo pasti sesek tadi.." kata pemuda itu.

Athe nenipiskan bibir. "Gue gak bisa nahan lagi Kak, tadi bener-bener rasanya gue kesel banget. Udah di puncak.." sahut gadis itu sambil mengusap matanya yang memang terasa sembab.

Ale menghela nafas pelan, dia memahami bagaimana emosinya Athe tadi. "Iya, tapi udah ya. Lain kali jangan gini lagi. Gue gak suka liat lo nangis apalagi sampe sesek gini.." kata pemuda itu.

Athe mengangguk pelan.

Ale menggenggam tangan Athe. "Yaudah ayo turun." ajak pemuda itu.

Athe menatap Ale dan mengangguk. Mereka berdua turun dari ranjang dan berjalan menuju ke pintu kamarnya. Athe menarik nafas dalam dan menghembuskannya, entah apapun yang nanti terjadi di bawah yang pasti dia akan selalu bersama Ale.

Begitupun dengan Ale, sebelum membuka pintu Ale memejamkan mata sesaat. Apapun yang terjadi di bawah dia akan terus bersama Athe. Menemani gadisnya ini dan tidak akan pernah meninggalkannya.

"Siap?" tanya Ale menoleh pada Athe.

Athe mengeratkan pegangan tangannya pada Ale. Gadis itu mengangguk. "Siap." jawabnya yakin.

Ale pun membuka pintu kamar itu dan berjalan bersama Athe sambil bergandengan tangan menuju ke ruang tengah dimana semua keluarga mereka sedang menunggu.

Dan benar saja, saat sampai di lantai bawah semua mata langsung tertuju pada mereka. Ale menggenggam erat tangan Athe dan menuju ke tempat semua orang berkumpul.

Amel menunjuk sofa kosong yang memang sengaja dibiarkan untuk mereka duduk. Ale dan Athe langsung duduk di sana, dengan semua anggota keluarga mereka yang ada di depan sambil menatap mereka.

Klandestin | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang