38. Maaf

1.5K 69 4
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Papi Herman menatap Barun yang baru saja turun dari kamar Athe. Pria itu meraih secangkir kopi yang sudah disiapkan oleh Mami Mona.

"Gimana Run?" tanyanya setelah Barun duduk di sofa. Pria itu menatap sang putra.

"Athe masih nangis Run?" tanya Mami Mona ikut bergabung dan duduk di samping Papi Herman.

Barun mengangguk. "Iya Mih, dia masih nangis tadi." jawabnya.

Mami Mona dan Papi Herman menghela nafas pelan mendengar jawaban Barun. Sebenarnya mereka tidak tega melihat Athe yang menangis seperti itu, tapi mereka juga terlanjur kecewa pada gadis itu.

"Mami bener-bener gak nyangka Run, ternyata mereka udah ada hubungan sejak Athe masih SMA." kata Mami Mona, wanita itu  memejamkan mata sebentar.

Barun menatap Mami Mona sekilas dan menghela nafas pelan. "Aku juga gak nyangka Mih, mungkin ini juga salah aku. Pas Athe SMA aku makin sibuk, aku terlalu percaya sama Ale jadi gak pernah permasalahin kalo mereka pergi berdua.." kata pemuda itu.

Jujur saja Barun juga merasa bersalah karena sewaktu Athe memasuki bangku SMA dia mulai sibuk, merintis usaha bengkelnya. Dia terlalu fokus untuk mengembangkan usahanya itu sampai lupa mengawasi Athe. Dia juga terlalu percaya pada Ale dan iya-iya saja saat penuda itu menawarkan diri untuk menjemput Athe sekolah.

Barun terlalu dibutakan oleh rasa percayanya  hingga tidak sadar bahwa Ale dan Athe mulai menjalin hubungan yang bahkan tidak pernah dia bayangkan. Dia terlalu percaya kalau Ale selalu menganggap Athe sebagai adik dan Athe selalu menganggap Ale sebagai kakak.

Mami Mona menatap Barun yang kini tengah menunduk lesu, wanita itu berdiri dan pindah ke samping Barun. Merangkul bahu putranya itu. "Run, waktu itu kamu kan emang lagi mulai usaha. Ya wajar kalo perhatian kamu ke Athe agak berkurang.." kata wanita itu.

"Tapi tetep aja Mih, kalo aja aku lebih perhatian dan lebih ngawasin Athe mungkin mereka gak akan sejauh ini."

"Mami juga salah, mami juga terlalu percaya sama Ale karena mami selalu ngeliat dia kayak kamu. Mami selalu mikir kalo nggak ada kamu Ale yang bisa jadi sosok abang buat Athe. Mami terlalu bebasin mereka juga.  Mami baru sadar kalau emang mereka terlalu deket pas Bu Desi ngomong..." kata Mami Mona.

Papi Herman menatap Mami Mona dan Barun, pria itu mengusap wajahnya kasar. "Papi juga terlalu percaya sama Ale, papi kira dia bener-bener bisa jagain Athe. Papi gak nyangka kalo mereka malah punya hubungan kayak gini.." kata pria itu.

"Maaf Pih, aku gak bisa jagain Athe.." kata  Barun.

Papi Herman menyandarkan punggungnya pada sofa. "Pantes pas Athe mulai masuk SMA dia gak pernah juara lagi, beda kayak pas dia masih SMP. Waktu SMP Athe sering juara, tiap juara dia selalu minta hadiah. Eh pas masuk SMA gak pernah lagi.."

Klandestin | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang