39. Berkelahi

1.3K 62 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

Seminggu berlalu sejak kejadian itu. Baik Ale maupun Athe sudah kembali pada rutinitas masing-masing. Ale kembali mengurus cafe miliknya dan Athe yang berkuliah seperti biasa.

Ale sudah meminta maaf pada Papi Herman, pemuda itu bahkan sampai menangis demi mendapatkan kata maaf dari pria itu. Meskipun malu tapi demi Athe dia akan melakukan apapun, termasuk memohon sampai menangis di depan Papi Herman.

Diejek terus oleh Amel pun tidak masalah, demi mendapatkan maaf dari Papi Herman, Ale rela menangis dan diejek terus oleh semua orang. Tidak masalah, asal maaf dari Papi Herman dia dapatkan.

Papi Herman yang awalnya keras kepala dan enggan untuk memaafkan Ale karena sudah merasa kecewa pada pemuda itu mau tidak mau harus memaafkan Ale yang terus saja mengikutinya dan memohon maaf sampai menangis.

Meskipun dia masih marah tapi karena merasa risih pada Ale yang menangis sambil mengikutinya akhirnya Papi Herman mengalah dan memberi pemuda itu maaf. Hanya maaf, untuk restu tidak akan dia berikan sampai syarat yang dia ajukan terpenuhi.

Namun Ale masih belum mendapat maaf dari Barun, bahkan sampai sekarang dia masih susah untuk menemui pemuda itu. Barun selalu menghindar. Ale tau, diantara semua orang Barun lah yang paling kecewa.

"Mas?" panggil Nanda yang ada di samping Ale, pemuda itu merasa heran karena beberapa hari ini Ale terlihat murung dan sering melamun.

"Mas Ale!" panggil Nanda lagi, kini pemuda itu sedikit menyenggol lengan Ale karena panggilannya yang tadi tidak disahuti.

"Hah? Apa Nda?" sahut Ale langsung menoleh pada Nanda. Kaget karena Nanda yang tiba-tiba menyenggol lengannya.

Nanda menipiskan bibirnya. "Mas Ale ada masalah? Kok kayaknya murung gini? Mas jadi sering ngalamun juga. Ada apa Mas?" tanya pemuda itu.

Ale menunduk dan menghela nafas, pemuda itu menarik bangku yang ada di belakang dan duduk di sana. "Emang keliatan banget ya Nda?" tanyanya sambil mendongak menatap Nanda.

Nanda tentu langsung mengangguk. "Ya iya Mas, Mas Ale keliatan beda gak kayak biasanya. Beberapa hari ini Mas kayak diem terus sering ngalamun. Gak biasanya Mas kayak gini, pasti ada masalah ya?" kata pemuda itu.

Bekerja dengan Ale sejak cafe itu dibuka tentu saja membuat Nanda hafal dengan karakter bosnya ini. Apalagi mereka bekerja bersama, tentu Nanda sangat mengenal Ale.

Ale jarang terlihat murung apalagi sampai melamun dan tidak konsentrasi bekerja seperti sekarang ini. Biasanya Ale akan selalu fokus pada pekerjaannya. Namun akhir-akhir ini Ale sering melamun bahkan sampai salah membuatkan pesanan pelanggan, dan Nanda yakin kalau memang bosnya ini ada masalah sampai-sampai pekerjaannya terganggu.

Nanda menghela nafas dan ikut menarik bangku, duduk di samping Ale. Suasana cafe yang lumayan sepi bisa mereka manfaatkan untuk mengobrol sebentar.

"Kalo Mas gak keberatan Mas bisa cerita ke saya, siapa tau saya bantu. Mas ada masalah apa?" tanya Nanda.

Klandestin | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang