Mereka pun makan malam bersama dengan khidmat. Aroma hidangan menguar memenuhi meja makan, menggugah selera. Semuanya menikmati makanan sambil bercerita satu sama lain dengan hangat, kecuali Sasuke. Seperti biasa, pria itu memberikan garis pembatas yang jelas. Dia hanya menyahut sesekali kala sang anak meminta pendapatnya atau menjawab pertanyaan.
Selesai makan, kelima orang itu pun menyebar: Sarada dan Naruto memilih menemani Kae bermain playstation sedangkan, Sasuke mencari angin di tepi kolam renang dan Sakura sibuk merapikan bekas makan malam.
Usai menyelesaikan pekerjaannya, Sakura pun menyeduh sirup leci lalu menyuguhkannya kepada semuanya. Namun, dirinya tidak menemukan Sasuke di dalam rumah. "Papamu ke mana, Sarada?" tanyanya.
"Sepertinya merokok di luar."
Sakura pun berinisiatif mencari ke halaman samping rumahnya. Benar saja, Sasuke ada di sana tengah menghirup cerutunya sembari menikmati sejuknya udara malam.
"Ini sirupnya!" Sakura menaruh sirup dingin itu di meja kecil sudut area.
Sasuke menoleh, lalu mengangguk. Dahinya sedikit berkerut saat melihat gelas berembun itu. Sasuke tidak suka minum sirup dingin saat sedang merokok. Sakura sungguh tidak peka. Harusnya dia menyiapkan kopi hangat untuk Sasuke.
"Sepertinya kamu sudah salah paham," ungkap Sasuke membuat langkah Sakura yang hendak meninggalkan tempat itu membeku, lalu berbalik.
Sakura yang tidak mengerti pun menatap pria itu keheranan.
"Saya tidak sebaik yang kamu kira." Sasuke yang sedari tadi melihat lurus ke depan itu pun menoleh pada wanita itu.
"Maksudmu, apa?" Sakura memandang Sasuke penuh tanya.
Sasuke pun menceritakan sedikit masa lalunya. Saat itu dia berusia dua puluh tahun-berada di puncak popularitas. Sasuke hidup bebas, memiliki banyak teman wanita dan dia bisa sesuka hati memilih siapa pun yang diinginkan untuk dia tiduri.
Karin: penggemar berat Sasuke yang ditemui di salah satu konsernya. Dia pun menghabiskan beberapa malam dengan wanita itu. Sasuke hanya main-main dengannya, tidak berniat menjalin hubungan serius. Namun, diluar dugaan, wanita itu hamil dan keluarganya meminta pertanggung jawabannya.
Sasuke yang tidak siap berkomitmen pun meminta Karin menggugurkan anak mereka. Dia tidak mau menikah. Sasuke ingin hidup bebas dan tidak memiliki beban. Ya, bagi Sasuke, status suami dan ayah merupakan beban yang menyusahkan. Dia yang hanya ingin hidup dengan kesenangan pun tidak pernah siap memikul semua itu.
Akan tetapi Karin tidak menuruti keinginan Sasuke. Karena bagi wanita itu, kehamilan di laur pernikahannya tersebut bukan salah si janin, tetapi karena ulahnya yang bodoh, mau dijadikan mainan laki-laki itu. Keduanya pun memutuskan menikah kontrak dan sepakat bercerai setelah sang anak lahir.
"Saya sempat menganggap Sarada kutukan untuk hidup saya." Sasuke tersenyum prihatin saat mengingat pemikiran kejamnya dahulu. Betapa dia ingin menghilangkan anak dalam kandungan istrinya. Sasuke merasa sangat buruk bila mengingat semua itu. Makin kuat kenangan tersebut dalam benaknya, makin besar rasa berdosanya. Dosa yang tidak akan pernah bisa dia tebus meski berbuat seribu kebaikan pada putrinya, bahkan dunia pun tidak akan cukup membayar semuanya. Sasuke benar-benar manusia yang buruk.
"Itu dulu, jangan diingat lagi. Yang penting itu sekarang. Saya tahu betapa kamu sangat menyayangi Sarada," sanggah Sakura. "Saya yakin Sarada dapat merasakannya. Dia pernah cerita ke saya, kalau dia tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang dan cinta, karena dia memiliki dua ayah dan satu ibu yang sangat menyayanginya. Tanpa kamu ungkapkan dengan kata-kata, Sarada sudah merasakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous (SasuSaku)✔️
FanfictionDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Haruno Sakura terjebak dalam dunia asing sebagai ART Sasuke-vokalis Code Band. Sasuke mengira Sakura: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu mendorong diri...