93. Kesepakatan Bisnis

124 13 0
                                    

Sakura menghela napas panjang kala melihat mobil Utakata terparkir di halaman rumahnya. Dia bertambah lelah mendapati kenyataan itu. Sakura tidak ingin bertemu dengan laki-laki tersebut. Dia malas menghadapinya, tetapi sialnya, dirinya tidak bisa menghindar.

Aroma masakan menguar, membelai indra penciuman Sakura saat memasuki rumah. Janda satu anak itu lekas menuju ke dapur, mengikuti wangi lezat yang memenuhi kediamannya tersebut. Rupa-rupanya itu adalah perbuatan Utakata.

“Kamu sedang apa di sini?” tanya Sakura pada Utakata yang sedang berkonsentrasi menata hasil masakannya.

“Kamu sudah pulang? Aku sedang memasak makan siang untuk kita berdua. Hari ini aku ingin makan siang bersamamu Aku sudah memasak ayam goreng kesukaanmu.” Utakata melekukan senyuman ramah yang hanya Sakura balas dengan tatapan datar.

Kemudian Sakura menghela napas lesu. “Maaf, tapi tadi aku sudah makan siang. Kamu makan sendirian saja. Aku ke kamar dulu, mau istirahat.”

Akan tetapi langkah kaki Sakura berhenti ketika Utakata memanggil namanya. Sebenarnya makan siang itu hanyalah alasan bagi laki-laki tersebut untuk menemui Sakura. Setelah mendengar kabar kepulangan Sasuke, Utakata menjadi cemas, khawatir Sakura akan terpikat lagi pada pria itu dan meninggalkannya. Makanya Utakata berada di sana sekarang.

“Apa kamu masih marah?” tanya Utakata merasa bersalah.

Sakura menatap intens iris mata pria di hadapannya. “Marah? Kenapa?” Oke, sepertinya Utakata peka jikalau telah membuat janda itu merasa tidak nyaman. Lantas, kenapa dia terus menerus mengulangi perbuatannya tersebut?

Utakata dapat melihat kejengkelan dari air muka janda itu. Dia pun menghirup napas berat, lalu berkata, “Aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi dan … aku tidak akan melamarmu sebelum kamu bisa mencintaiku.”

Sakura memandang Utakata cukup lama, lalu berkata, “Stop membicarakan lamaran.” Dia memejamkan manik matanya jengah. Dia kehabisan kata-kata untuk menjelaskan pada Utakata. Sakura capai menghadapi laki-laki tersebut. Dia ingin segera mengakhiri hubungan tanpa arti itu. Namun, Utakata bersikukuh bertahan, memaksa Sakura dengan cara-cara yang tidak membuat nyaman. Laki-laki itu selalu mengambil semua keputusan sendiri, tanpa mau mendengarkan pendapat Sakura.

“Aku janji tidak akan bikin kamu jengkel lagi. Jadi, tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku hanya meminta dua tahun.” Utakata putus asa. Keberlangsungan hubungannya dan Sakura hanya bergantung pada seutas janji: waktu dua tahun yang kini tersisa satu tahun lagi. Semula dia optimis dapat membuat janda satu anak itu jatuh cinta. Namun, belakangan ini tumbuh keraguan di hati Utakata, apakah dia benar-benar bisa membuat Sakura jatuh cinta padanya?

Sejak awal, Sakura tidak merasakan gairah dalam hubungannya dengan Utakata. Dia bosan menunggu hatinya menerima laki-laki pemaksa itu. Sialnya, kini dia selalu merasa terganggu dan tidak nyaman, bahkan kesal setiap kali bertemu dengannya.

“Aku sudah buatkan kopi untukmu. Duduklah,” ucap Utakata membangunkan Sakura dari lamunan.

Melihat kopi hitam kesukaannya disajikan di meja makan, Sakura pun tergugah dan tidak menolak. Dia duduk menerima suguhan minuman pekat itu dari Utakata. Sementara pria tersebut duduk di seberang meja di hadapan Sakura, menyantap makan siangnya.

Selama beberapa waktu, keduanya terhanyut oleh rasa nikmat yang memanjakan lidah, hingga saat melenggak, pandangan mereka bersirobok. Utakata tersenyum lebar pada Sakura yang hanya dibalas dengan senyuman alakadarnya. Wanita itu menangkup gelasnya di atas meja dengan kedua tangan, lalu berucap, “Aku rasa sudah saatnya kita akhiri hubungan ini.”

Ucapan Sakura membuat Utakata yang sedang fokus menyantap makanannya itu terkejut, lalu tersedak. Pria tersebut terbatuk-batuk lantas segera meneguk air di gelasnya sesaat tenggorokannya ringan. Utakata berdeham sebelum membalas, “Bisakah kita berhenti bahas perpisahan dulu? Aku hanya minta satu tahun lagi.” Ada jengah samar terlihat dari air muka laki-laki tersebut.

“Tapi aku tidak mau terus menggantung hubungan kita.” Sakura merasa frustrasi.

“Kamu tidak menggantung hubungan kita, Sakura. Kamu pacarku, hanya saja kamu belum bisa mencintaiku seutuhnya. Itu bukan menggantung hubungan, ikatan kita jelas,” tutur Utakata meyakinkan Sakura pasal hubungan mereka.

“Tapi mau sampai kapan kita menjalin hubungan seperti ini?”

“Sampai satu tahun lagi. Saat itu lah semuanya akan ditentukan, kita lanjutkan atau berpisah,” tegas Utakata.

Sakura menatap Utakata dengan ekspresi tidak percaya. Dia merasa terjebak dalam hubungan ini. Sakura yakin bahwa hubungan ini tidak akan memiliki makna apa pun, tidak peduli seberapa lama berlangsung. Karena sejak awal, sudah diputuskan kapan hubungan ini akan berakhir. Bahkan, mereka berdua tidak ragu untuk membahas perpisahan. Ini adalah hubungan yang aneh yang pernah Sakura jalani.

“Kalau kamu merasa capai, kita bisa break dulu. Aku kasih kamu waktu sendiri selama satu bulan. Tapi aku mau, setelah itu kamu akan mendedikasikan waktu dan perhatianmu pada hubungan kita sampai waktu yang sudah disepakati,” jelas Utakata yang malah seperti sedang membahas kesepakatan bisnis daripada hubungan asmara.

Famous (SasuSaku)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang