Sakura pun lekas mencuci piring dan membereskan dapur. Tadinya Sarada ingin membantunya, tetapi tidak jadi, karena Sasuke membutuhkannya. Pria itu ingin menunjukan beberapa pakaian baru dan meminta Sarada untuk memasangkannya. Selera fashion sang anak benar-benar bagus dan kekinian. Sasuke sangat mengandalkannya supaya bisa tetap berpenampilan modis dan tidak ketinggalan zaman.
Sambil mencuci piring, Sakura merenungkan sikap sang tuan selama makan tadi. Sasuke begitu ramah dan hangat pada Sarada, memperlakukan anaknya selayaknya seorang putri raja. Sasuke teramat memanjakannya, tidak pernah tidak berpihak padanya.
Tiba-tiba teringat wajah dingin dan ucapan ketus Sasuke padanya tadi kala Sakura menolak kemauan Sarada. Sasuke sangat berbeda ketika berhadapan dengan Sarada. Dia menjadi sosok yang lebih banyak berbicara dan tersenyum.
Sakura langsung mengkaku layaknya patung kala merasakan sesuatu yang keras menabrak punggungnya. Itu adalah dada bidang Sasuke. Pria itu membuka lemari gantung di atas kepala Sakura, mencari sesuatu.
“Mm–maaf, Tuan. Tt–tuan sedang mencari apa?” tanya Sakura gugup. Jujur dia merasa terintimidasi dan tidak nyaman berada di posisi seperti ini.
“Saya ingin mengambil kopi.” Sasuke berbisik ke telinga Sakura, membuat janda muda itu menggigil. Suara rendah Sasuke membuat jantung kecil Sakura meronta-ronta meminta dilepaskan dari sangkarnya.
“Mm–maaf, Tuan. Tt–tapi bukan di … situ.” Sakura mengepalkan tangannya yang gemetaran seraya memejamkan matanya resah. Otaknya seketika macet, tidak tahu harus berbuat apa di situasi seperti itu.
Kedua tangan Sasuke memegang bibir wastafel, memerangkap Sakura dalam kungkungannya. Dia menunduk, hingga batang hidungnya membelai bahu Sakura dengan lembut. “Di mana?” tanyanya lirih. Sasuke sengaja menggesekkan dadanya ke punggung Sakura, membuat wanita itu kian terpojok dan salah tingkah.
Sasuke tersenyum mencemooh, mendapati perilaku gampangan janda desa itu. Baginya, semua wanita sama saja, mudah dieksploitasi oleh ketampanannya. Setelah puas menggoda Sakura hingga gelagapan, Sasuke pun meninggalkannya begitu saja. Dia tidak memedulikannya. Sasuke hanya bersenang-senang.
Sakura memerosot ke lantai. Kaki dan tubuhnya mendadak lemas. Dia memegangi dadanya yang masih berdegup kencang, pula napas terseok-seok. Sakura benar-benar syok dan kehilangan akal. “Kenapa tuan seperti itu? Apa ini hukuman untukku yang berani menolak keinginan anaknya?” gumamnya.
***
Sasuke pun kembali membuka profil lamaran kerja Sakura. Dia membacanya dengan seksama. Sasuke menyeringai puas saat mengetahui status Sakura yang seorang janda. Sasuke yakin selama ini wanita itu pasti menahan hasratnya.
Janda seperti Sakura biasanya merindukan belaian seorang pria. Apalagi wanita itu sudah cukup lama menjanda, hampir lima tahun. Sasuke pun mempertimbangkannya. Sakura memiliki wajah yang lumayan cantik serta badan yang bagus dan awet muda untuk ukuran wanita berumur tiga puluh tahun. Pria itu tersenyum senang mendapati mainan barunya yang tidak terlalu buruk.
Sasuke memerhatikan Sakura saat berinteraksi dengan Sarada tadi. Dia terlihat keibuan dan patuh. Sasuke yakin jikalau semua itu Sakura lakukan demi untuk menarik perhatiannya. Trik yang ketinggalan zaman–mendekati anaknya lalu meraih hati ayahnya–tetapi efektif, pikir Sasuke.
“Papa, sedang melihat apa?” Sarada yang sudah menyelesaikan tugasnya pun menghampiri ayahnya, mengamati data diri seseorang di layar laptop sang ayah.
“Menurut kamu, Kak Sakura, gimana?” tanya Sasuke meminta pendapat anaknya.
“Maksud Papa, apa? Papa, tertarik pada Kak Sakura?” Sarada menatap serius mata Sasuke.
“Hmm. Lumayan ‘kan?”
Sarada menepuk dahinya, lalu memandang sang ayah lesu. “Mending jangan deh, Pa. Papa, cari yang lain saja. Jangan Kak Sakura.”
“Kenapa?”
“Kak Sakura ini tipe cewek kampung, Pa. Dia janda dan punya satu anak.”
Sasuke menutup laptopnya, lalu memerhatikan perubahan ekspresi wajah sang anak. Tidak biasanya Sarada bersikap demikian. Biasa dia selalu acuh tak acuh. “Kenapa dengan janda satu anak? Papa, janji tidak akan membuatnya sampai hamil, kalau itu yang kamu khawatirkan.”
“Ih, bukan itu, Pa! Kak Sakura tuh, polos. Mustahil Papa, tidak menyadarinya.” Sarada mulai gemas pada ayahnya.
“Polos?” Sasuke menyeringai mengejek. “Dari mana kamu tahu dia polos? Memangnya sudah berapa lama kamu mengenalnya?”
“Ih, Papa! Pokoknya jangan! Titik!” Sarada memberengut kesal.
Sasuke menghela napas panjang. Tiada yang bisa dilakukan bila sang anak sudah melarang. Permintaan Sarada: perintah yang tidak boleh dibantah. "Baik, Papa, tidak akan menidurinya. Hanya memegang-megangnya saja. Bagaimana?"
“Memegang apanya?”
“Apa saja.” Sasuke menyandarkan kepala ke punggung jok kerjanya seraya tersenyum lebar. Sesungguhnya kedua tangan pria itu sudah gatal ingin menggerayangi tubuh janda naif tersebut.
“Janji ya?” Sarada mengacungkan jari kelingking dengan bibir manyun.
Sasuke pun menerimanya sembari tersenyum senang. “Janji!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous (SasuSaku)✔️
FanficDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Haruno Sakura terjebak dalam dunia asing sebagai ART Sasuke-vokalis Code Band. Sasuke mengira Sakura: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu mendorong diri...