53. Genting

157 19 0
                                    

Sasuke mendekati kerumunan di garis finis, tempat panitia mengerubungi peserta laki-laki yang baru saja sampai dengan napas yang nyaris habis. Tubuh laki-laki tersebut dipenuhi lumpur dan luka baretan, pakaiannya pun robek di beberapa bagian. “Terjadi longsor di pos delapan!” jeritnya frustrasi dengan dada kembang kempis. Pria itu menangis tergugu. Dia mengkhawatirkan nasib kedua temannya yang lain, karena mereka terpisah saat berusaha menyelamatkan diri. 

Masih ada enam tim lagi termasuk tim Sakura dan Sarada di dalam hutan sana. Segera hati Sasuke pun disergap gelisah. Tanah longsor dan hujan merupakan kombinasi yang sangat berbahaya. Dia khawatir akan terjadi hal buruk pada Sarada dan Sakura. Sasuke pun kembali ke tenda untuk mengambil jaket dan mengganti sandalnya dengan sepatu. Dia ingin mencari kedua wanita itu di hutan.

“Anda mau ke mana?” tanya seorang panitia saat melihat Sasuke berjalan cepat ke mulut hutan.

“Saya mau mencari anak saya.”

Panitia yang menghadang itu langsung meraih tangan Sasuke. “Jangan! Di sana berbahaya. Lebih baik kita tunggu tim Rescue saja.”

“Saya tidak peduli.” Sasuke menghempaskan cengkraman yang mengkerangkeng lengannya. Menunggu tim penyelamat sama saja dengan membuang waktu. Di situasi seperti ini, mereka harus berpacu dengan waktu. Semakin cepat dapat menemukan Sarada dan Sakura, itu akan semakin baik. Sasuke tidak bisa tenang memikirkan kegentingan di dalam hutan sana.

Beberapa panitia lainnya pula ikut mencegah Sasuke, menghalanginya. Ketua panitia meminta semua partisipan yang berada di kawasan kamping, tetapi berada di sana, jangan ke mana-mana untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Namun, Sasuke tidak mendengarkan. Dia mendorong dengan kasar tubuh-tubuh yang menghadangnya, mengancam akan menghajar mereka bila berani menahannya.

Orang-orang itu pun mundur, tetapi ketika Sasuke hendak melanjutkan langkah, Kae yang kelesah pun menghampirinya dengan terpogoh-pogoh. “Aku dengar ada longsor di hutan, Om. Tolong selamatkan mamaku, Om! Please temukan mamaku!” resahnya. Kae panik kala mendengar kabar itu dan langsung teringat sang ibu yang merupakan partisipan lomba malam ini. Dia tak kuasa membendung gelisah dan rasa cemasnya, membuat telaga matanya menggenang.

Sasuke mengangguk dengan tegas. “Kamu tunggu di tenda. Jangan ke mana-mana.”

“Iya, Om.” Kae yang terisak pun menghapus bulir air matanya. Dia benar-benar khawatir ibunya terluka di sana.

Suasana gulita pun lekas menyambut Sasuke saat menelusuri hutan. Deru hujan yang menghantam pepohonan dan tanah menulikan telinganya. Namun, itu tak menyusutkan tekadnya. Sasuke berteriak-teriak memanggil Sarada dan Sakura. 

Setelah dua jam berjalan, Sasuke sampai di kaki longsoran. Tanah merah menyapu semua yang dilalui, mencabut pepohonan hingga ke akar. Sasuke mencari jalan memutar, sebab terlalu berisiko bila berpijak pada tanah runtuh itu, bisa terjebak.

Tiba-tiba Sasuke mendengar teriakan minta tolong yang putus asa. Dia bergegas ke bibir jurang. Sasuke mencodak pun menunduk mencari si pemilik suara. “Pak Naruto?” Dia segera mengulurkan tangannya, menarik Naruto dengan sekuat tenaga. Baju laki-laki itu sudah berantakan dan sebelah matanya membengkak, sehingga membuatnya kesulitan melihat.

Sasuke lekas membawa Naruto, memapahnya ke tempat yang aman, jauh dari tepi jurang. Kaki pria itu membengkak, sebab terkilir. “Di mana Sarada dan Sakura?” tanyanya segera setelah mendudukan pria tersebut di bawah pohon.

“Saya tidak tahu. Kami tidak sengaja terpisah.” Napas Naruto sudah tersenggal-senggal seraya sesekali meringis sembari meremas pahanya. Nyeri di pergelangan kakinya kian menyengat.

Famous (SasuSaku)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang