Sakura menjerit ketika mobilnya terpelanting ke bibir jurang usai menabrak pembatas beton. Dia terpaku, pikirannya seketika kosong saat melihat kuda putih itu mengepakan sayap menuju langit. Akan tetapi hal tersebut tak berlangsung lama, sebab Sakura lekas disadarkan oleh kenyataan, kala mobilnya menghantam dasar jurang.
Rasa sakit segera mendera hebat, mengaburkan kesadarannya, membuat tubuhnya lemas dan kaku, bahkan Sakura tak kuasa menggerakan ujung jarinya. Dadanya terasa sesak parah, punggung, tangan serta kakinya merambatkan nyeri tak terperi. Dia terbatuk memuntahkan darah. Sakura meringis, pusing berputar-putar pada kepalanya tidak kunjung hilang.
Terlintas di benak Sakura. “Apakah aku akan mati?” batinnya. Segera kenangan kebersamaannya dengan Sasuke dan Sarada berotasi dalam ingatan. Bagaimana dengan Sarada bila dirinya mati? Lalu Sasuke? Sakura sangat mencintai keduanya. Air matanya menetes kala membayangkan tangis sedih putrinya kala melihat jasadnya; air mata pilu Sasuke yang memeluk Sarada seraya meratapi kepergiannya.
Sakura menatap gusar surat kecil pemberian putrinya yang menyembul dari dalam tas. Surat itu harusnya dia baca dengan sang suami, nanti. Seberkas penyesalan menyelimuti hati Sakura, sebab tidak mendengarkan keinginan Sarada untuk mengadakan pesta hari jadi pernikahannya di rumah saja–seperti tahun-tahun sebelumnya.
Banyak yang Sakura sesali. Dia mengingat semua perlakuan buruknya pada sang suami. Sakura sering marah-marah dan meninggalkan rumah, karena kesal pada Sasuke yang tidak pernah mau memahami perasaannya.
Bahkan ketika suaminya hendak berangkat bertugas terakhir kali, dirinya berbicara cukup sinis, dengan mengatakan bahwa rasanya seperti menikahi batang pohon. Dia selalu menghina sang suami dengan mengatainya robot. Sakura menangis tergugu kala mengingat semua keburukannya.
Namun, dia memiliki alasan, mengapa mengatakan semua itu. Sakura kesal pada Sasuke yang enggan belajar mengerti perasaannya. Sebenarnya, jauh dari lubuk hatinya, Sakura teramat mencintai laki-laki itu. Namun sialnya, dia lebih banyak mengatakan keburukan alih-alih mengungkapkan isi hatinya pada Sasuke.
“Aku menyesal, Tuhan. Tolong beri aku satu kesempatan untuk mengungkapkan perasaanku dengan benar pada suamiku,” batin Sakura menangis pilu. Akan tetapi kesadarannya berangsur menurun dan lama kelamaan, menghilang.
Rajin-rajin cek percakapan di bawah profilku, ya. Hayu mampir ke isekai pertamaku!😁🙏☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous (SasuSaku)✔️
FanfictionDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Haruno Sakura terjebak dalam dunia asing sebagai ART Sasuke-vokalis Code Band. Sasuke mengira Sakura: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu mendorong diri...