“Pa, Kankitsu tadi mendekati Kak Sakura lagi,” adu Sarada yang langsung ditanggapi pertanyaan, “lalu?” oleh ayahnya. Gadis dua puluh lima tahun itu seketika menjadi kesal. “Kok, gitu doang sih? Memangnya Papa, tidak cemburu?”
“Kenapa harus cemburu?” Dahi Sasuke berkerut seraya pandangan fokus ke depan. Usai mengantarkan Sasuke sampai ke halaman rumahnya, kini giliran Sasuke mengantar Sarada pulang ke rumah ibunya.
“Sebenarnya, perasaan Papa, ke Kak Sakura tuh, gimana sih, Pa?” tanya Sarafa serius. Dia amat penasaran, karena ada kalanya pria itu peduli pada Sakura, memerhatikannya, bahkan membantunya tanpa pamrih. Namun, ketika ditanya, tentang bagaimana perasaannya? Sasuke selalu tidak mau menjawab.
“Maunya kamu, gimana?” Sasuke melirik anaknya yang duduk disampingnya. Dia merasa bingung, kenapa Sarada sangat ingin Sasuke mengakui, bahwasanya dirinya memiliki perasaan khusus pada Sakura? Bila dia tidak merasa, kenapa harus berpura-pura?
“Kok aku sih?” Sarada mulai jengkel. Dia ingin mendengar jawaban, bukan pertanyaan balik. Satada tidak dapat menyembunyikan wajah merajuknya dari sang ayah. Dia geregetan sendiri, apa susahnya mengakui perasaannya terhadap Sakura? Itu tidak akan menurunkan derajat laki-laki tersebut, pikir Sarada.
Sasuke memarkirkan kendaraannya di halaman rumah Karin. “Kita sudah sampai,” ucapnya pada gadis yang sedang ngambek di sisinya. Dia ingin segera mengakhiri percakapan yang memicu perselisihan ini dengan sang anak. Namun, saat melihat Sarada bergeming, Sasuke pun menghela napas. Dia benar-benar lelah bila sudah diperlakukan seperti itu oleh anaknya. Selalu saja Sakura yang menjadi sumber kemarahan sang anak padanya. “Kamu kenapa?”
“Apa susahnya sih, Pa, confess?” tanya Sarada setelah terdiam cukup lama. Dia mulai jengah dan muak dengan ketidak terbukaan ayahnya.
“Mengaku apa?” Sasuke memijat kepala.
Sarada menjeling sinis. “Tahu ah! Aku pusing!” Dia turun dari mobil Sasuke, membanting pintu kendaraan tersebut penuh marah. Dia kecewa, hilang kesabaran, karena merasa pengorbanannya selama ini, menjaga kekasih ayahnya, tidak dihargai.
Sasuke menyandar lemas ke punggung jok seraya menatap punggung Sarada yang berlalu. Baru kali ini dia mendapatkan kemarahan dari sang anak. Dia tidak suka bermasalah dengannya. Sasuke tidak sanggup bermusuhan dengan Sarada. “Sarada,” gumamnya bak mantra.
Tiba-tiba dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Sasuke pun lekas membuka pesan singkat dari salah satu temannya. Teman-temannya mengadakan pesta minum di salah satu bar bilangan Shinjuku dan mengundangnya. Sasuke yang kebetulan sedang mumet dan pengang, menerima ajakan sang teman tanpa berpikir ulang.
***
“Kamu kenapa? Pagi-pagi, kok, udah cemberut saja. Semangat dong!” kata Karin pada sang anak yang terlihat lesu.
Sarada malah menghela napas berulang-ulang, enggan menjawab pertanyaan ibunya. Suasana hatinya benar-benar buruk pagi ini gara-gara Kankitsu semalam terus menempeli Sakura dan ayahnya yang enggan terbuka. Sungguh Sarada merasa kesal sendiri, ingin menyentil Kankitsu si ulat gila itu jauh-jauh, menghempaskannya supaya tidak mendekati kekasih sang ayah dan menghipnotis ayahnya guna mengakui perasaannya pada Sakura.
Uzumaki Karin–ibunya Sarada–berbicara menggunakan isyarat mata pada Hozuki Suigetsu–suaminya. Dia meminta sang suami untuk membantunya berbicara dengan Sarada, karena merasa ada yang aneh dari tingkah anaknya tersebut.
“Ada apa?” tanya Suigetsu setelah mengerti keinginan istrinya.
Sarada tetap bungkam dengan wajah masam, malah bertopang dagu sembari memainkan nasi goreng di piringnya. Dia kehilangan nafsu makan dan malas melakukan rutinitasnya.
“Sarada, kamu ….”
“Menurut Mama dan Ayah, Kak Sakura, gimana?” tanya Sarada, memotong ucapan Suigetsu. Dia ingin meminta pendapat kedua orang tuanya.
“Gimana? Gimana, Sayang?” Karin tidak mengerti.
“Papa suka sama Kak Sakura, tapi dia tidak mau mengakui. Aku pusing. Sebenernya mau papa itu apa? Kenapa memendam perasaannya?”
Karin dan Suigetsu saling pandang. Mereka cukup mengenal Sasuke dan merasa mustahil laki-laki tersebut tulus menyukai seorang wanita, sebab mencintainya. Sasuke merupakan tipe manusia yang sangat rasional. Dia tidak akan membiarkan perasaan sesaat seperti itu menguasainya. Pria tersebut selalu bisa mengendalikan perasaannya.
“Sepertinya kamu salah paham, Sayang,” tutur Karin dengan penuh kehati-hatian. Dia tidak ingin mengecewakan, apalagi menyakiti putrinya. Karin berharap Sarada selalu mendapatkan apa yang sang anak inginkan.
“Papa kamu tidak mungkin bisa mencintai wanita dengan tulus. Dia tipe manusia yang sangat mencintai dirinya sendiri lebih dari apa pun.” Suigetsu menatap sang putri dengan senyuman hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous (SasuSaku)✔️
FanfictionDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Haruno Sakura terjebak dalam dunia asing sebagai ART Sasuke-vokalis Code Band. Sasuke mengira Sakura: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu mendorong diri...