39. Kesal

213 19 0
                                    

Sialnya Sakura terus memikirkan perkataan Sasuke. Bodoh, padahal dirinya tahu jika pria itu hanya mempermainkannya. Namun, siapa yang akan kuat, tidak terbawa perasaan bila seorang bintang besar yang mengatakan semua itu. Gimana kalau hadiahnya, kamu jadi pacar saya? Sasuke benar-benar tidak tahu efek dari ucapan isengnya tersebut pada Sakura. “Menyebalkan,” gerutu Sakura dengan wajah sedih.

Susah payah janda satu anak itu harus menata kembali hatinya kala mengetahui perkataan pria tersebut hanya candaan. Padahal dirinya kadung berharap jikalau itu sungguhan. Namun, kembali lagi, laki-laki mana yang mau menikahi janda satu anak yang berpenampilan kolot. Sasuke lebih dari mampu mendapatkan seorang gadis. Dia tidak akan mungkin menyukai Sakura.

Terkadang dirinya agak berharap, jikalau usaha Sarada akan berhasil. Namun, itu hanya sebuah mimpi tinggi di siang bolong. Sepertinya Sakura benar-benar membutuhkan cermin. Gede rasa boleh, tetapi jangan sampai tidak tahu diri. Sakura menghela napas kala merasakan sesak di dadanya. Seharusnya dia bersyukur sudah Tuhan berikan kesempatan menjadi teman Sasuke dan bisa akrab dengannya, bukan malah menginginkan lebih, menjadi serakah.

“Kak Sakura, kenapa sih? Kakak, capai?” tanya Sarada yang sudah memerhatikan Sakura menghela napas kasar dari tadi. Di matanya, Sakura terlihat letih, seperti sedang banyak pikiran. Aneh, padahal kemarin semuanya baik-baik saja. 

Akan tetapi, tiba-tiba ekspresi wajah Sarada berubah ceria–tak mengacuhkan kekusutan wajah Sakura–ketika mengingat dirinya sudah membeli hadiah ulang tahun yang pas untuk sang ayah. “Aku sudah membeli kancing mansetnya, Kak,” merogoh tas selempangnya, “nih, bagus ‘kan?” Dia mengeluarkan kotak beludru berisi sepasang kancing manset.

Sakura kembali menghela napas. Dirinya kembali teringat hadiah untuk Sasuke dan ucapan pria itu kemarin. Sakura memijat sisi kepala seraya meringis. Dia menyesal telah terkejut dan merona saat Sasuke mengatakan itu. Wajahnya pasti terlihat konyol dan penuh harap. “Dasar cowok jahat!” gumam Sakura dengan gigi gemerutuk.

“Cowok jahat? Siapa, Kak? Siapa yang menyakiti, Kakak?” tanya Sarada yang dapat mendengar kemaman Sakura.

“Tidak … tidak ada yang jahat. Aku cuma lagi capai  saja.” Sakura beranjak meninggalkan Sarada dengan langkah lemas, tidak bersemangat.

Sarada menelengkan kepalanya. “Kak Sakura, kenapa sih?” kemamnya.

“Sepertinya dia sedang patah hati,” bisik Mitsuki yang membuat Sarada terlonjak.

“Argh! Mitsuki!” serunya kesal. Sarada geregetan, ingin memukul kepala laki-laki yang menyunggingkan senyuman manis tersebut.

Mitsuki adalah aktor dan penyanyi berkebangsaan Jepang. Dia seumuran Sarada. Mitsuki salah satu lawan main Sasuke di film tersebut.

“Aku tidak bercanda. Kak Sakura, menunjukan tanda-tanda cewek lagi patah hati,” tutur Mitsuki dengan serius. Dia cukup mengenali kebiasaan wanita, karena terbiasa bergaul dengan mereka. Mitsuki yang yang ramah dan murah senyum mampu membuat nyaman orang-orang di sekitarnya.

“Jangan sembarang ngomong, Mitsuki! Tidak mungkin Kak Sakura patah hati sama cowok. Orang dia cuma dekat sama papaku, kok.” Sarada lantas terpegan setelah menyelesaikan ucapannya, berpikir serius. Tiba-tiba sebuah pemikiran menghantam kepalanya. Dia merenung: Sakura hari ini terlihat tak bersemangat dan kemarin wanita itu diantarkan Sasuke pulang. Tunggu, apakah sudah terjadi sesuatu? Apa mereka bertengkar? Atau mungkin Sakura menolak pernyataan cinta ayahnya?

“Argh!” Sarada meremas wajahnya frustrasi. Dia benar-benar ingin tahu. Sarada ingin bertanya pada ayahnya, apa yang sebenarnya sudah terjadi kemarin?

“Sarada, mau ke mana?” tanya Mitsuki ketika Sarada pergi dengan terpogoh-pogoh.

“Ke papa!” jawab Sarada tanpa menoleh.

“Ya ampun,” kemam Mitsuki seraya menggelengkan kepala.

Famous (SasuSaku)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang