“Gimana keadaan, Kakak?” tanya Sarada yang datang membesuk Sakura di rumah sakit.
“Sudah lumayan baikan sekarang.” Sakura melekukkan senyuman bersahaja.
Janda itu dirawat di ruang eksklusif. Semula dia berada di kelas satu, tetapi Sasuke memindahkannya ke president suite. Pria itu salah satu orang yang memproduseri adaptasi film Sakura, sehingga dirinya memiliki wewenang, meskipun sebenarnya Sasuke sendiri yang membiayai sepenuhnya biaya perawatan wanita tersebut. Semua itu dirinya lakukan untuk mengurangi rasa bersalahnya pada Sakura.
“Syuting belum dimulai, Kak. Hari ini Polisi melakukan olah TKP dan wawancara saksi,” jawab Sarada saat wanita yang tengah terbaring lemah itu menanyakan tentang proses syuting. “Kakak, tidak perlu khawatir. Fokus ke pemulihannya saja, ya.” Dia menatap Sakura prihatin. Keadaannya benar-benar menyedihkan. Memar yang semula merah, kini sudah keunguan. Luka cakarnya sebagian sudah mengering dan yang agak dalam, masih dibalut perban.
Mebuki menjaga Sakura dan cucunya dengan telaten. Kae pulang dan berangkat sekolah dari rumah sakit. Hanya saat mengambil baju ganti atau ada yang menggantikan berjaga saja mereka bisa pulang. Seperti sekarang, Sarada berjanji akan menemani Sakura seharian, sehingga orang tua wanita itu dapat beristirahat di rumah dengan tenang.
Sarada melihat jam di ponselnya. “Papa mau jenguk juga katanya. Mungkin sekarang lagi di jalan,” ucapnya lalu melenggak, tersenyum pada Sakura.
Sakura hanya menanggapi dengan senyuman. Tubuhnya masih terasa lemas, meski perih dan sakitnya sudah mereda. Sesekali dia memejamkan mata kala kenangan penganiayaan brutal itu terlintas di kepalanya. Dia masih ingat sorot mata marah dan penuh kebencian wanita itu, bahkan kerasnya pukulan dan tendangannya, Sakura tidak akan pernah melupakannya. Itu merupakan pengalaman terburuk yang pernah dia alami dalam seumur hidupnya.
“E–eh … Kakak, kenapa? Apa ada yang terasa sakit? Biar aku panggil dokter.” Sarada terkejut saat melihat Sakura menangis, air matanya luruh menuruni pelipis.
“Jangan. Aku tidak apa-apa.” Sakura menghentikan Sarada yang hendak menekan bel panggil suster. Tubuhnya sudah membaik tetapi, ada trauma yang tersisa kini menghantuinya. Sepertinya Sakura akan membutuhkan dampingan medis kejiwaan untuk mengatasinya.
“Terus, kenapa Kakak menangis? Kakak, kangen Kae? Biar aku suruh papa jemput Kae dulu sebelum ke sini, ya?”
“Aku lagi ingat mendiang ayahnya Kae, Sarada. Kalau saja ayahnya Kae masih ada, ini semua tidak akan terjadi. Aku tidak akan dicurigai sebagai wanita penggoda,” tutur Sakura lirih penuh kesedihan. Semua tuduhan itu ada, dikarenakan dirinya seorang janda. Memang Sakura akui, hidup menjadi janda itu tidak mudah. Ada stigma buruk yang selalu mengikutinya ke mana-mana. Sekeras apa pun dia berusaha menjaga sikap, dirinya akan selalu dipandang sebelah mata.
Sarada hanya bisa diam membungkam saat melihat Sakura terisak-isak. Tiada yang bisa dia lakukan untuk menghiburnya. Sarada malah ikut bersedih dan merasa bersalah. Pasalnya dia yang selalu mengekori Sakura ke mana-mana, tetapi di hari itu dia malah meninggalkannya untuk mengorek informasi tidak penting dari ayahnya. Sarada teramat menyesalkan hal tersebut. Andai dirinya tidak meninggalkan Sakura, semua itu tidak akan terjadi, pikirnya.
“Kakak, tahu kenapa aku suka banget sama Kakak? Bisa dibilang, aku ngefans sama, Kakak. Kakak, tahu kenapa?” tanya Sarada seraya menahan air mata.
Sakura mengusap basah di wajahnya. “Kenapa?” tanggapnya dengan suara parau.
“Karena Kakak, wanita yang kuat. Kakak, selalu ceria, humble, dan baik kepada siapa pun. Kakak, tidak pernah menyerah dan tidak pernah berubah meski sekarang sudah menjadi penulis terkenal. Kakak, pekerja keras. Aku tahu kejadian hari itu menyakitkan banget, tapi aku harap itu tidak akan mengintimidasi Kakak selamanya. Kakak, wanita yang baik, tidak pernah menggoda siapa pun, aku tahu banget itu. Kakak, harus kembali kayak dulu lagi, harus kuat. Aku percaya Kakak. Kakak, salah satu panutanku,” jelas Sarada seraya menghapus air matanya yang luruh ke pipi.
Air mata haru pula menganak sungai di wajah Sakura. Dia tidak menyangka Sarada berpikiran demikian positif tentang dirinya. Ternyata tidak semua manusia memandangnya buruk. Ada Sarada yang melihatnya sebagai manusia baik, melihatnya sesuai yang Sakura harapkan selama ini. Janda itu merasa sangat bersyukur mempunyai teman sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Famous (SasuSaku)✔️
Fiksi PenggemarDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Haruno Sakura terjebak dalam dunia asing sebagai ART Sasuke-vokalis Code Band. Sasuke mengira Sakura: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu mendorong diri...