31. Grogi

252 20 3
                                    

Memang benar ada empat motor yang mengejar, tetapi itu bukan penggemar Sasuke.  Mereka semua laki-laki berwajah sangar. Setelah ke sana ke mari mencoba melarikan diri, Sasuke pun merasa muak dan menepikan roda empatnya. 

Segera motor itu ikut berhenti dan orang-orang yang menunggangi roda dua tersebut turun mengepung Sasuke. 

“Kalian mau apa?” tanya Sasuke berusaha bersikap biasa, meski hatinya dongkol setengah mati. Dia harus mengendalikan emosi supaya tidak memancing kemarahan mereka. Karena preman-preman itu terlihat siap melakukan kekerasan.

“Mau apa datang ke wilayah kami?” Salah satu dari mereka yang memiliki tato ular di sebelah tangannya, memangkas jarak.

Sasuke mengamati wajah mereka satu persatu. “Kami sedang mencari lokasi syuting film.”

“Di tempat kumuh? Tidak salah?” tanyanya seraya melirik teman-temannya. “Bagi kita duit!” Pria bertato itu menengadahkan sebelah tangannya dengan wajah menantang.

“Untuk?”

“Kalau kalian mau menggunakan tempat kami, kalian harus bayar uang keamanan!” serunya tidak sabaran.

"Kami tidak jadi menggunakan tempat kalian. Jadi, kami tidak akan bayar," ucap Sasuke dengan tegas, menatap preman tersebut tanpa rasa gentar. Dia merasa frustasi dengan upaya pemerasan ini. Bagaimana mungkin dia harus membayar setelah mendapat kesulitan dari warga kampung itu sendiri?

“Tidak bisa seperti itu! Kalian sudah membuat keributan di wilayah kekuasaan  kami! Kalian harus membayar!” sergah preman lainnya mulai jengah.

Melihat situasi makin menegangkan, Sakura pun bergidik ketakutan di dalam kendaraan. Waspada dia mengawasi kondisi di sana, Sasuke dikerubungi enam orang preman. Lekas Sakura pula menghubungi tim produksi, menyampaikan keadaannya yang genting.

“Saya tidak punya uang,” ujar Sasuke. Di situasi seperti ini, Sasuke menguatkan diri, mengumpulkan keberanian, siap membela dirinya manakala terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dia yakin jikalau preman itu akan mendesaknya. Sasuke tidak mau memberikan sepeserpun hasil kerja kerasnya pada orang-orang yang malas bekerja dan suka merampas milik orang lain tersebut.

“Kamu seorang artis besar, masa tidak punya uang? Jangan bohong!” Preman itu melirik kawan-kawannya meminta persetujuan untuk argumentasinya.

“Saya tidak punya uang.” Sasuke menekan setiap suku katanya. Dia kukuh tidak akan memberikan apa yang mereka inginkan.

Preman itu tersengih. Seringai mengejeknya berubah tawa diikuti kawan-kawannya pula yang merasa tergelitik oleh jawaban Sasuke yang tidak mengerti situasinya saat ini.

“Enam lawan satu, ya?” tanya preman itu sembari melakukan peregangan pada lengan, jari, dan lehernya.

“Menyebalkan,” gumam Sasuke kesal. Dia menyiapkan mental serta fisiknya, karena belum pernah menghadapi kondisi seperti ini. 

Melihat mobil livery putih hitam menepi tepat sebelum baku hantam terjadi, kepolisian datang melerai. Tunggang langgang preman itu melarikan diri.

Sakura turun dari kendaraan. Dia amat bersyukur institusi keamanan itu datang tepat waktu. Jika tidak, entahlah bagaimana nasib Sasuke dan Sakura.

Beruntung dia merekam kejadian itu, lalu mengirimkan video tersebut ke tim produksi yang lantas mereka gunakan untuk melapor ke Polisi.

Para polisi menanyakan kondisi Sasuke dan Sakura yang terlihat syok. Pihak keamanan tersebut kemudian mengambil inisiatif untuk mengawal Sasuke hingga situasi dianggap aman. 

Setelah memasuki wilayah Tokyo dan memastikan keadaan aman, para polisi itu pun menyudahi pengawalan dan pamit. Sasuke dan Sakura bisa bernapas lega dari sana.

“Kami sudah aman. Kalian gimana?” tanya Sakura pada Sarada di sambungan telepon.

“Aku dan teman-teman juga aman, Kak.” Suara Sarada terdengar sudah lebih tenang. “Kalau begitu, kita bertemu di rumah saja, ya. Kebetulan ini sebentar lagi kami sampai.” Gadis itu menempelkan telunjuknya ke bibir saat anggota tim produksi yang tengah menyetir hendak memprotes. “Ya sudah, kalau begitu sudah dulu ya, Kak. Bye!”

“Eh, Sarada! Sarada, tunggu! Sarada!” seru Sakura cepat. Namun, dia malah mendengar bunyi tut, Sarada memutuskan sambungan telepon dengan sepihak. “Kenapa dimatikan, sih? Kan, belum selesai ngomong,” gerutunya sembari mengetik pesan singkat lalu mengirimnya pada Sarada.

Sarada: Maaf, Kak. Baterai hp-ku lowbat.

Sakura menghela napas lesu saat menerima pesan balasan dari gadis itu. Padahal dia ingin segera bertemu yang lainnya. Sakura merasa tidak nyaman jika hanya berduaan dengan Sasuke.

“Ada apa?” tanya Sasuke sembari menoleh selintas pada Sakura.

“Tt–tidak. Tidak ada apa-apa.” Rasa grogi mulai menggerogoti tubuh Sakura. Jantungnya berdebar kencang, gugup. Sakura jadi salah tingkah. Tidak tahu harus bagaimana menghadapi pria di sisinya.


Famous (SasuSaku)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang