79. Teman Hidup

155 17 0
                                    

Sarada terkejut saat melihat wajah Sakura di layar televisi, hingga membuat brownies yang hendak dilahapnya, jatuh ke lantai. Sarada lekas menekan tombol telekendali, menghentikan sebentar siaran langsung itu, lalu memanggil ayahnya dengan terkencar-kencar.

“Mama Sakura, Pa!” adunya dengan gelisah saat Sasuke memenuhi panggilannya. Pria itu lantas terpegan menatap wajah Sakura dan Utakata yang duduk berdekatan.

Ayah dan anak tersebut saling pandang dengan ekspresi campur aduk, mencermati setiap detail dari gambar yang tertangkap. Wajah terkejut tergambar jelas di air muka keduanya, seolah tidak percaya bahwa Sakura benar-benar berada di sana. Pertanyaan dan rasa ingin tahu mulai muncul, membuat mereka tidak bisa berhenti menatap layar televisi.

Sarada kembali menekan telekendalinya dan siaran itu pun berlanjut. Sakura tampak menikmati acara itu. Dia terlihat gembira dan akrab dengan Utakata. Sasuke diam menatap wajah janda tersebut di layar televisinya. Dia benar-benar kecewa dan merasa dikhianati oleh janda satu anak itu.

“Papa, mau ke mana?” tanya Sarada kala melihat Sasuke meraih kunci mobil di atas buffet. Dia pun lekas berdiri, meraih lengan ayahnya. “Jangan, Pa. Jangan keluar. Di luar masih ada wartawan. Sekali Papa  tertangkap, Papa tidak akan bisa lepas dari mereka.”

Sasuke yang kesal pun meremas kunci kendaraan di tangannya dengan rahang mengeras. Dia marah dan ingin menemui Sakura, menanyakan apa yang terjadi, kenapa perempuan itu pergi bersama Utakata. Namun, lekas dia urungkan, mendapatkan ketenangan, menghela napas panjang, usai Sarada membangunkan kembali logikanya. Sasuke pun menaruh kunci tersebut di tempat semula, lalu beranjak menuju kamar tidur.

Hampir saja dirinya melakukan kesalahan bila saja tidak diingatkan oleh sang anak. Ya, Sasuke tidak mempunyai banyak waktu untuk memikirkan kehidupan percintaannya. Dia harus segera menemukan gadis pelacur itu untuk membuktikan ketidakbersalahannya.

Iruka dan orang-orangnya sudah menemui Shitakiri Mozu–mucikari gadis pelacur di bawah umur tersebut. Namun, tidak membuahkan hasil, karena usai menerima pekerjaan dari Neji pada malam itu, gadis tersebut kabur dan kini tidak diketahui rimbanya. Dugaan Iruka: seseorang menyembunyikannya. Informasi tersebut semakin menguatkan asumsi Sasuke bahwa seseorang dengan sengaja menjebaknya pada malam itu.

***

Yuhi pula sama seperti Sarada dan Sasuke: melihat Sakura dan Utakata di televisi. Bedanya, dia segera pergi ke rumah Sakura untuk memata-matai mereka. Yuhi tidak akan membiarkan Utakata merebut kekasih sahabatnya lagi.

Lama Yuhi menunggu, hingga tengah malam, dia melihat mobil Utakata memasuki pelataran rumah Sakura. Yuhi yang mengawasi dari kejauhan pun lekas memotret dengan ponselnya, lalu setelah mendapatkan bukti, keesokan harinya dia langsung menemui Sasuke.

Yuhi tidak bisa langsung melapor semalam, sebab dia memutuskan untuk berjaga di sana sampai Utakata benar-benar pulang. Yuhi mengkhawatirkan Sakura, takut Utakata akan menyakitinya.

“Gimana? Lebih baik kita menyewa bodyguard saja untuk menjaga Kak Sakura,” ucap Yuhi setelah menunjukan hasil tangkapan layarnya pada Sasuke.

“Tidak perlu.” Sasuke tak acuh, mengembalikan ponsel Yuhi, lalu kembali fokus membaca dokumen perusahaannya di tangan.

“Loh? Kenapa? Kamu tahu kan, gimana jahatnya orang itu? Kalau dia sampai menyakiti Kak Sakura, gimana?” Yuhi menatap Sasuke keheranan, dahinya berkerut dalam.

“Itu bukan urusan kita.”

“Hah!” Yuhi menggelengkan kepala, kecewa, tak percaya mendengar jawaban Sasuke. Dia merasa frustrasi harus mendengar jawaban yang sama untuk kedua kalinya. Lihatlah Yamanaka Ino, jikalau saat itu Sasuke mendengarkan Yuhi untuk segera melamar wanita tersebut, Utakata takkan berhasil merebutnya dan mungkin kini Sasuke dan Ino masih menjadi kekasih. Yuhi masih ingat, betapa frustrasinya sang sahabat saat itu. Dia hanya ingin Sasuke tidak mengulangi kesalahan yang sama, seperti pada Ino dulu.

“Kalau kamu biarkan … ending-nya bakalan sama lagi seperti dulu. Kamu harus memperjuangkan ….”

“Cukup,” sela Sasuke memotong ucapan Yuhi. Dia tidak ingin lagi mendengar atau mengetahui apa pun tentang Utakata dan Sakura. Sasuke tidak mau peduli.

“Tapi ….” 

“Cukup, Kurenai Yuhi.” Sasuke menatap Yuhi dingin. Meskipun pria itu tidak membentaknya, tetapi Yuhi paham jikalau Sasuke sedang marah. Bahkan dia sampai memanggil Yuhi beserta marganya.

Melihat wajah murung Yuhi, Sasuke lantas mengusap mukanya kasar, frustrasi. Dia menyesal terlalu keras padanya. “Maaf,” ucapnya merasa bersalah.

"Saya tidak rida membiarkan dia menang lagi, Kak. Kamu harus mulai peduli sama apa yang kamu miliki, harus bisa mempertahankan apa yang sudah menjadi milikmu. Kalau kamu seperti ini terus. Sampai kapan pun, kamu akan tetap sendiri." Yuhi memedulikan kebahagiaan Sasuke. Dia ingin melihat sang penolongnya itu hidup bahagia. Yuhi kerap kali merasa sedih melihat pria itu hidup sendirian. Dia ingin laki-laki tersebut memiliki teman hidup.

Famous (SasuSaku)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang