Chapter 41 "Drop"

3.7K 228 5
                                    

Our Family

Ayah
Bunda

🦊
🐶
🐻
🐰





Ana mengusap wajahnya dengan air yang mengalir dari keran wastafel. Membasuh wajah sekaligus berharap rasa lelahnya juga berkurang. Apakah dia boleh jujur? Berapa waktu ini dia mereasa sangat lelah dari mulai fisik hingga mental. Dari mulai dia harus bolak balik rumah sakit menemani Hendra, mencoba ikhlas pada Jendra dan Hendra, hingga overthinking mengenai kedua anaknya yang lain. Tidak jarang Ana bermimpi buruk tentang Rendra dan Nandra yang meninggalkannya sendirian.

Apakah Ana menyesal dengan segala keputusan dan pilihannya? Jawabannya adalah tidak.

Dia tidak pernah menyesalinya, menurutnya anak-anaknya berhak tau siapa orang tua mereka dan mereka wajib untuk berbakti pada orang tua kandungnya. Meskipun keempat anaknya tidak dirawat secara langsung, tetap saja ibu mereka mempertaruhkan nyawa mereka untuk melahirkan keempatnya.

Matanya meneliti penampakan dirinya di cermin, wajah lelah dengan kantung mata yang sangat nampak di wajahnya, Ana mencoba menutupi wajah pucatnya dengan sedikit bedak dan lipstik.

Perutnya tiba-tiba saja bergejolak hebat, Ana bergegas ke closet dan mengeluarkan isi perutnya disana. Kepalanya begitu pusing saat ini, dia terduduk di lantai toilet sembari mengatur pernapasan dan rasa pusingnya.

Wanita itu merasa heran, dia sudah mengalami hal ini selama 5 hari belakangan, karena tak ingin membuat suami dan anaknya khawatir Ana tidak mengatakan apapun.

Butuh waktu baginya untuk kembali bertenaga dan bangkit keluar dari toilet rumah sakit.

"Bunda" Panggilan itu membuat Ana menoleh, disana Jendra berdiri sembari menatap dirinya.

"Udah pada dateng, kenapa nggak langsung kesana bang? Temenin Hendra nunggu operasi ibunya selesai" Jendra menggeleng pelan.

"Bunda nggak papa?" Tanya Jendra, Ana menatap anaknya dengan pandangan bertanya.

"Emang Bunda kenapa?" Balas tanya Ana. Apa penampilannya seburuk itu hingga Jendra menyadari kondisinya, dia kira makeup yang dia gunakan sudah cukup untuk menutupi wajah lelahnya.

"Abang nggak pernah liat wajah Bunda secapek ini" Ana terdiam sebentar kemudian mengusap rambut legam milik Jendra lembut.

"Bunda nggak papa, cuman capek dikit istirahat bentar nanti juga Bunda fit lagi"

"Kita ke UGD ya nda? Periksa bentar aja atau suntik vitamin, abang takut Bunda drop" Ana tentu saja mengerti dengan perasaan khawatirnya Jendra. Dia menggeleng, dia tidak bisa meninggalkan Hendra yang tengah cemas menunggui ibunya yang tengah di operasi.

Jendra mengikuti langkah Bundanya menuju tempat Hendra. Bahkan dilihat dari cara jalannya saja dia sangat yakin kalau bundanya sedang tidak baik-baik saja. Sampai disana dia harus memberitahu ayahnya untuk memaksa Bundanya melakukan pemeriksaan.

Ketika Ana sudah hampir sampai di ruang operasi dimana seluruh keluarganya berkumpul pandangannya tiba-tiba saja mengabur, tubuhnya melemas dan oleng, hingga kesadarannya perlahan menghilang. Beruntung Jendra sigap dan menahan tubuh Bundanya yang saja membentur lantai marmer rumah sakit.

"Ayah!" Jendra tidak perduli bahwa dia berada di rumah sakit dan memanggil ayahnya begitu keras.

Jeffri berlari dengan cepat begitu juga dengan Nandra, Rendra bahkan Hendra dan Mahesa. Mereka panik melihat Ana yang tiba-tiba saja pingsan. Dengan entengnya Jeffri mengangkat tubuh Ana dengan cara bridal.

Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang