Our Family
Ayah
Bunda🦊
🐶
🐻
🐰"Udah semua?" Tanya Ana. Dia tengah berada di kamar Jendra dan Nandra untuk membantu anak keduanya packing baju.
Setelah urusan dengan keluarga kandung Jendra selesai. Mereka kembali meminta izin untuk mengajak Jendra menginap di rumah keluarganya ketika liburan atau weekend. Butuh waktu bagi anak itu hingga setuju, dia baru berani untuk menginap di rumah orang tua kandungnya saat liburan tengah semester kelas tiga SMP.
Weekend ini dia kembali menginap di rumah orang tua kandungnya. Terhitung sudah lima kali Rajendra menginap disana.
"Udah Nda. Baju aku juga beberapa ada disana kok jadi aman aja" Balas Jendra.
Ada perasaan aneh yang hinggap ketika Ana mendengar hal itu. Entah mengapa dia merasa Jendra mulai jauh dari dirinya walaupun sebenarnya tidak ada perubahan sama sekali dari anak itu.
"Ouhh iya Bunda lupa" Ucap Ana.
Mendengar ada nada berbeda yang keluar dari mulut Bundanya membuat anak itu menatap sang Bunda.
"Bunda kenapa? Apa nggak jadi aja Jendra nginep disana?" Ana menggeleng cepat.
"Nggak papa kok, makan dulu ya sebelum pergi. Bunda juga bikin cemilan nanti kamu bawa ya" Ketika Ana ingin beranjak pergi tangannya di cekal oleh sang anak.
"Dulu Bunda yang pesen untuk biarin semuanya ngalir. Yang harus Jendra inget kalo abang masih anak Bunda sama Ayah. Tapi ngeliat Bunda kayak gini malah bikin Jendra takut loh Nda"
Ana menatap lekat pada Jendra. Di antara keempat anaknya Jendra adalah yang paling terbuka pada dirinya. Kalau ada apapun anak itu pasti akan langsung bercerita padanya.
"Entah mungkin karena efek capek kali Bang. Bunda banyak pikiran belakangan ini termasuk tentang kalian berempat" Jendra membawa Bundanya untuk duduk di tepian kasur.
"Semakin kalian beranjak dewasa semakin Bunda takut kalian makin jauh, dan semakin berjalannya waktu Bunda cemas kalau-kalau keluarga kandung Hendra, Rendra dan Nandra tiba-tiba dateng"
"Bunda bukannya menghalangi, kalaupun itu terjadi pasti bakal Bunda usahain untuk ambil jalan tengahnya kayak kamu. Tapi entah kenapa berapa minggu ini kayak lebih kepikiran aja" Lanjut Ana.
Jendra berpindah duduk ke bawah dan menggenggam tangan Bundanya, menengadah ke atas untuk menatap sang Bunda. Dari dulu dia sangat menyukai posisi seperti ini rasanya kembali seperti anak kecil yang selalu menatap ke atas ketika melihat Bundanya.
"Khawatirnya Bunda itu wajar. Tapi Bunda harus percaya kalo nggak bakal ada yang berubah. Bukannya Jendra durhaka sama orang tua kandung Jendra. Tapi dulu Rendra pernah ngomong kalo Bunda sama Ayah jauh lebih baik di bandingkan orang tua kandung kita dan sampe sekarang Jendra juga masih mikir gitu. Nggak mudah ngelupain fakta Nda, Jendra yang di taruh di samping pohon dan bukan tepat di depan panti bisa aja meninggal saat itu karena kedinginan"
Kalimat terakhir Jendra membuat Ana terkejut bukan main. Meskipun Jendra mengatakan hal menyakitkan begitu senyuman lembut masih bisa terpampang di wajahnya.
"Kamu tau?"
"Jendra nanya sama Bu Fatimah. Awalnya beliau ragu karena itu bukan masa lalu yang baik, tapi Jendra maksa akhirnya beliau mau cerita. Di antara kita berempat kayaknya Jendra yang paling parah. Meskipun gitu nggak ada gunanya abang nyimpen dendam jadi ya biarian semuanya ngalir aja. Yang penting Jendra udah berbakti sama orang tua kandung Jendra. Dan Bunda nggak usah khawatir, bagi Jendra Bunda tetap prioritas utama" Jendra menjelaskan panjang lebar mencoba untuk membuat Bundanya tenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Family
Hayran KurguTak sedarah tapi tumbuh bersama. Tak seibu tapi saling bergantung. Tak seayah tapi saling sayang. Lahir dari rahim yang berbeda tetapi di rawat oleh orang tua yang sama. Mereka ada untuk melengkapi satu sama lain.