Our Family
Ayah
Bunda🦊
🐶
🐻
🐰Hendra tengah berhadapan dengan Ayahnya juga Tama yang tengah menjelasjan keadaan ibunya yang cukup membuat Hendra shock. Beberapa menit yang lalu ibunya tersadar dan tiba-tiba saja mengamuk entah karena apa. Para dokter yang bertanggung jawab dengan cepat berkumpul setelah mendengar kode biru yang berasal dari ruang ICU. Karena itu ibu Hendra harus mendapatkan suntikan penenang untuk menghentikan amukan beliau.
"Om gak tau pastinya, tapi kayaknya ini lebih berhubungan dengan keadaan psikologis beliau. Kalau kamu setuju om bisa hubungin temen om yang psikolog buat meriksa kondisi ibumu sebelum melanjutkan perawatannya"
Mata Hendra berubah tak fokus, dia tak menoleh ketika Bundanya berusaha menenangkan dirinya. Bahkan sampai Tama pergi untuk menghubungi temannya setelah persetujuan Jeffri Hendra masih bergeming. Pikirannya berkecamuk dengan pikiran-pikiran tak waras yang menurutnya harus ia lakukan demi ibunya.
Seseorang seperti membisikkan bahwa ini semua karena bapak kandungnya yang selama ini menganiaya ibunya sampai seperti ini. Akan lebih baik kalau yang berakhir seperti ini adalah bapak kandunganya. Ayahnya memberitahu bahwa bapaknya sudah tertangkap dan tengah berada di UGD karena mendapat tembakkan saat mencoba melarikan diri. Bukankah ini saat yang tepat? Bapaknya tak berdaya kalau Hendra melakukan sesuatu. Ya, dia harus melakukannya untuk ibunya.
Ibunya akan baik-baik saja kalau bapaknya tidak ada.
Hendra tidak tahu apa yang terjadi tapi yang ia rasakan adalah bahunya yang sakit karena terbentur dinding rumah sakit membuatnya terjatuh ke lantai. Matanya mengedip beberapa kali dan mendongak, disana berdiri Rendra dengan tangan yang mengepal dan ekspresi marah. Dia baru merasakan rahangnya bedenyut sakit.
Dia dipukul?
Ana yang melihat kejadian itu ingin segera menghampiri tetapi tubuhnya ditahan oleh Jeffri. Dibelakang Rendra keluarganya yang lain menatap terkejut kearah Hendra.
"Sadar lo?" Tanya Rendra dengan nada rendah "ato perlu gue kasih bogeman lagi biar waras?"
"Kenapa?... Mas mukul gue?" Balas tanya Hendra dengan nada lemah sarat akan kebingungan.
"Lo masih nanya? Harusnya gue nanya lo ngapain bawa-bawa pisau bedah punya perawat gitu terus jalan sambil ngomong 'dia harus mati' lo mau bunuh siapa?" Hendra menatap kearah lantai, ya dia melihatnya. Sebuah pisau bedah yang tergeletak dekat dinding. Dia mengambil benda itu?
Dirinya tersentak saat menyadari apa yang hampir saja ia lakukan, dengan cepat dia mengucap istighfar. Entah apa yang merasukinya hingga bisa berpikiran seperti itu. Jeffri yang melihat keadaan mulai terkondisi melepaskan Ana membiarkan istrinya untuk mendekati sang anak.
.
.
.
0.0
.
.
.Setelah mencuci muka Hendra disuruh untuk menenangkan diri lebih dulu, masalah ibunya akan di urus oleh sang ayah. Disinilah dia di taman rumah sakit sambil menatap kearah pasien, perawat dan pengunjung yang tengah berjalan-jalan menikmati cuaca sore.
Tengah asyik dengan keterdiamannya Hendra merasakan hawa dingin pada pipinya membuat dia tersentak kaget. Dia menoleh dan mendapati masnya berdiri dengan sebuah kaleng minuman. Tangannya terulur mengambil minuman itu dan membukanya.
"Udah mendingan?" Tanya Rendra, Hendra mengangguk pelan.
"Makasih dan maaf. Mental gue lemah banget kayaknya" Ucap Hendra.
Rendra menganggukkan kepala "umuran kita emang emosian dan mental yang belum stabil"
"Gue udah tau cerita lengkapnya dan gue juga ngerti kenapa lo sampe kayak tadi. Tapi gue nggak membenarkan Hen. Ayah juga nggak makanya tadi dia nggak ngapa-ngapain waktu gue mukul lo" Hendra mengusap wajahnya, ayahnya pasti kecewa saat melihat dirinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Family
FanficTak sedarah tapi tumbuh bersama. Tak seibu tapi saling bergantung. Tak seayah tapi saling sayang. Lahir dari rahim yang berbeda tetapi di rawat oleh orang tua yang sama. Mereka ada untuk melengkapi satu sama lain.