Chapter 1 "Pertemuan Pertama"

9.3K 541 1
                                    

Our Family

Ayah
Bunda
🦊
🐶
🐻
🐰

Ana menjalankan mobilnya, hampir saja terlupa dengan niatnya tadi beruntung dia melihat kembali panti asuhan itu saat arah pulang. Mobilnya ia belokkan menuju panti asuhan itu dan memarkirkannya di depan pagar putih yang tertutup sebagian dengan kondisinya lebih ramai dibanding tadi.

Dia berjalan masuk, menampilkan senyumnya saat beberapa kali bertatapan dengan anak-anak di sana.  Ana mengucapkan salam saat memasuki gedung itu dan melihat seorang ibu-ibu yang sudah cukup berumur sedang menggendong seorang balita laki-laki yang sangat lucu menurut nya.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"balas wanita itu, beliau berbalik dan tersenyum ramah pada Ana.

"maaf mengganggu ibu, kebetulan saya lewat sini dan melihat panti asuhannya. Jadi saya memutuskan untuk berkunjung" jelas Ana saat dia melihat raut bertanya di wajah ibu itu.

"nggak papa mba, saya malah senang kalau ada yang berkunjung" selanjutnya mereka
terlibat beberapa percakapan kecil dan Ana juga mengutarakan niatnya untuk memberikan sumbangan kecil pada panti asuhan ini, mengingat letak lokasi panti ini yang termasuk pinggiran kota pasti sedikit orang yang datang sebagai donatur panti ini.

"Panti ini udah lama bu?" Tanya Ana, tatapannya tak teralih dari balita yang masih berada di gendongan ibu itu Rendra namanya balita berusia satu tahun yang ditemukan di depan pagar panti asuhan setahun yang lalu.

Wajah Rendra benar-benar bukan wajah bayi Indonesia biasanya, wajah oriental chinese begitu jelas di wajah balita itu dengan Kulit putih bersih, mata bulat dan pipinya yang bulat seperti bakpao membuat Ana benar-benar gemas.

"Lumayan sih mba udah sekitar 10 tahunan, saya membangun panti ini bersama dengan suami saya sampai dia di panggil oleh Tuhan beberapa bulan yang lalu" Ana tertegun,dia menatap ibu itu dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Saya turut berduka cita" Ucap

"Terima kasih mba"

"Ibu maaf menganggu" interupsi dari seorang wanita menghentikan pembicaraan mereka, Ana juga Ibu panti mengalihkan pandangan mereka. Ibu panti bertanya ada apa kepada wanita itu, wanita itu menjawab dengan wajah yang terlihat panik

"Nandra, badannya panas lagi Bu" dengan tergesa ibu panti berdiri dan berjalan cepat mengikuti wanita itu. Ana juga ikut panik dan mengikuti ibu itu, hingga dia sampai disebuah ruangan besar yang berisikan beberapa kasur, mungkin ada sekitar 10 kasur di ruangan itu, perhatian Ana teralihkan pada balita yang tengah terbaring pucat di salah satu ranjang tiba-tiba saja dirinya juga ikut panik saat melihat anak iti.

Rendra ditaruh di karpet penuh dengan mainan yang berserakan oleh ibu panti dan beliau langsung menuju balita yang sakit itu. Ana yang sudah sering menjaga keponakannya sejak mereka masih bayi merasa tak nyaman saat melihat seorang balita terbaring lemah sakit seperti itu benar-benar membuat dirinya sedih.

Dia ingin mendekat ke kasur itu tetapi sebuah tangisan membuat dia menoleh, ada seorang anak kecil duduk di samping Rendra yang memiliki ukuran tubuh yang tak berbeda jauh dengan balita itu.

Berbeda dengan Rendra yang wajahnya oriental chinese, balita yang ini wajahnya sangat Indonesia. Rendra diam memperhatikan temannya yang menangis sepertinya kepalanya terkantuk sesuatu karena Ana dapat melihat ada kemerahan di dahi anak kecil itu, Ana mendekat berniat untuk menenangkan balita itu tapi dia kaget saat tiba-tiba saja Rendra memukul wajah balita itu dan malah membuatnya semakin menangis kencang.

"Rendra nggak boleh gitu" tanpa sadar Ana berucap membuat perhatian Rendra teralihkan dari temannya dan memandang Ana, sedangkan Ana langsung menggendong balita itu dan memupuk punggungnya tak lupa dia mengusap lembut dahi sang balita, tangisan balita itu lambat laun berhenti didalam pelukan Ana.

Ana duduk berhadapan dengan Rendra sambil tersenyum dia menggeleng kecil karena kelakuan Rendra tadi, dia juga mengusap kepala Rendra sayang.

Entah karna memang nyaman dalam pelukan Ana atau bagaimana, balita yang digendongnya itu malah tertidur. Karna bingung kasur anak ini dimana jadi dia hanya menggendong balita itu sampai salah seorang wanita dewasa memegang bahunya

"mba, Hendra nya biar saya taruh ke kasur. Maaf ngerepotin" ucap wanita itu. Ana tersenyum

"nggak papa kok mba" Ana memberikan anak yang bernama Hendra itu perlahan agak tak membangunkannya.

Rendra juga dibawa pergi oleh wanita itu, Ana sedikit melambaikan tangannya pada Rendra yang menatap dirinya lekat. Dia berdiri dan berjalan menuju kearah ibu panti yang tengah menaruh handuk basah di atas kepala balita yang sakit itu.

"ibu, perlu dibawa ke rumah sakit nggak?" Tanya Ana menawarkan bantuan.

"Nandra emang lebih lemah dibanding yang lain, ini udah ketiga kalinya dia sakit dalam bulan ini mba" Ibu itu berucap dengan nada yang lemah. Ana kaget mendengar hal itu

"kenapa nggak dibawa ke rumah sakit aja?" tanya Ana

"biaya nya nggak ada mba, bukannya tidak mau" ucap ibu panti, tangan Ana terulur untuk mengelus pipi balita itu dia sedikit tersentak saat merasakan rasa panas di jarinya. Ana menatap balita yang sakit itu prihatin hingga pandangannya menangkap seorang balita di samping kasur yang diam duduk dengan tenang.

"itu siapa bu?" tanya Ana, ibu panti mengalihkan pandangannya

"itu Jendra mba. Jendra sama Nandra itu deket banget mba ibu juga nggak paham tapi kalau Nandra kondisinya kayak gini Jendra pasti nggak mau jauh-jauh" Ana tersenyum tipis sedikit kagum pada balita itu tapi kemudian dia menyadari satu hal yang ganjal.

"Nandra, Jendra, Rendra, sama Hendra. Nama mereka kenapa mirip semua bu?"

"mereka berempat datang ke panti asuhan tahun lalu, dengan umur yang hampir sama. Rendra yang pertama datang dia ibu temuin didepan gerbang panti dalam keranjang bayi, satu bulan kemudian di tanggal yang sama Jendra juga gitu bedanya Jendra ibu temuin di samping pohon depan jalan masuk komplek waktu mau sholat subuh ke masjid,

di bulan Juni Hendra diantar oleh ibunya kesini dan meminta untuk merawat Hendra awalnya ibu nggak mau tapi dia bilang kalau dia tidak bisa merawat Hendra pakaian wanita itu lusuh jadi mau nggak mau ibu terima karena sepertinya dia memang kesulitan ekonomi, dan Nandra yang paling bikin ibu sakit hati. Dia diantar sama tantenya dengan mobil ibu masih ingat waktu itu, dia bilang mau menaruh Nandra disini dan ibu dikasih uang yang cukup banyak, ibu nolak nggak mau.

Nandra masih bisa dirawat oleh keluarganya kenapa harus ditaruh disini. Tantenya bilang keluarganya nggak mau nerima Nandra bahkan saat itu Nandra belum dikasih nama. Akhirnya ibu mutusin buat nerima Nandra lebih baik dia disini daripada harus tersiksa dengan keluarga seperti itu kedepannya"

Ana speechless dia benar-benar tidak habis pikir bagaimana keempat balita itu harus
terlahir dari orang tua yang seperti itu, sedangkan disini suaminya harus menahan rasa kecewa karna tak bisa memiliki keturunan.

Hatinya teriris mendengar cerita itu dia menatap lekat kearah Nandra juga Jendra. Padahal kedua balita ini terlihat sangat lucu dan tampan begitu juga dengan Rendra dan Hendra tapi bagaimana bisa mereka diperlakukan seperti itu.

"gimana kalau Nandra kita bawa ke rumah sakit aja? Masalah biaya biar saya yang ngurus. Ibu nggak perlu khawatir" awalnya ibu panti berat untuk mengiyakan tetapi melihat kondisi Nandra membuatnya tidak tega dan akhirnya beliau mengiyakan untuk membawa Nandra ke rumah sakit.


0.0



With love ❤

Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang