Chapter 4 "Adopsi"

6.5K 486 0
                                        

Our Family

Ayah
Bunda
🦊
🐶
🐻
🐰

"Ay? Maksudnya?" tanya Jeffri, jujur saja dia kaget bukan main saat Ana bilang ingin mengadopsi keempat balita itu.

"ya saya tau ini memang mengagetkan dan berat juga, tapi saya cuman mau yang terbaik untuk mereka. Rendra dan Hendra nyaman dengan saya dan Jendra juga Nandra merasa nyaman dengan suami saya. Dan setelah mendengar cerita ibu kemarin saya benar-benar tidak bisa mengabaikan mereka berempat, saya juga tau bahwa selain mereka berempat anak-anak yang lain pun mengalami kondisi yang tak jauh berbeda. Untuk yang lain akan saya percayakan pada ibu dan akan memberikan sumbangan rutin untuk. Tetapi untuk mereka berempat saya memiliki niat untuk merawatnya" jelas Ana takut-takut kalau menyinggung ibu Fatimah.

"ini bukan masalah itu mba, saya tentu senang apabila mba perduli dengan panti kami tetapi membesarkan empat orang anak apalagi keempatnya berada di usia yang sama terlalu sulit" ibu Fatimah mencoba memberikan pengertian pada Ana.

"ibu Fatimah bener ay, kamu sanggup buat ngejaga mereka secara bersamaan. Jangan karna rasa kasihan kamu ngelakuin ini" jeffri juga memberikan pengertian pada istrinya itu.

"ini bukan karna rasa kasihan mas, tapi aku ngerasa ada keterikatan antara kita berdua
sama mereka berempat" Jeffri menatap Ana intens dia memang dapat melihat kesungguhan di mata istrinya itu. Hatinya sedikit melemah karena itu.

"sayang, aku memang suka sama Jendra dan Nandra tapi bukan berarti kita harus adopsi mereka juga. Kalau kamu mau kita bisa adopsi Rendra dan Hendra" Ana menggeleng menolak pilihan yang diberikan oleh suaminya, dia tidak bisa meninggalkan Jendra dan Nandra dia juga ingin mereka berdua.

"mengurus anak tidak semudah itu mba Ana, gimana kalau begini saja. Mba bicarakan dulu baik-baik selama beberapa hari, setelahnya mba bisa kembali lagi kalau keputusan mba masih sama saya akan mencoba memikirkannya" tersirat rasa kecewa di wajah Ana tetapi akhirnya wanita itu mengangguk setuju dengan keputusan bu Fatimah.

Mereka berdua pulang dari panti dan sedari tadi Ana hanya diam didalam mobil membuat jeffri menatap istrinya itu tak enak hati.

"sayang, kamu emang beneran mau adopsi mereka berempat?" ucap jeffri pelan tanpa mengalihkan atensinya pada jalan raya yang mereka lewati.

"mungkin aku emang bisa dibilang serakah karna mau mereka berempat secara bersamaan tapi disisi lain aku juga nggak bisa milih diantara mereka berempat"
Tangan kiri Jeffri terulur untuk mengelus surai hitam legam milik sang istri yang sudah menjadi kebiasaannya sejak mereka masih status pacaran

"kita tanya orang tua kamu sama orang tua aku dulu ya" jeffri mencoba memberikan solusi terbaik bagi Ana saat ini.

0.0

3 hari berlalu sudah semenjak kunjungan terakhir pasangan suami istri itu kepanti asuhan dan mereka juga sudah berbicara kepada para orang tua tentang perihal adopsi keempat anak itu.

Awalnya orang tua Ana maupun Jeffri kaget dengan keinginan mereka berdua, mengadopsi empat anak sekaligus bukanlah hal yang mudah dan mereka semakin terkejut saat mengetahui bahwa keempat anak itu berada di usia yang sama dimana di usia mereka sekarang tengah aktif-aktifnya.

Tapi meskipun begitu Ana mencoba meyakinkan dimana dia tidak bisa melepas salah satu dari mereka. Sampai akhirnya ibu Ana mencoba bertanya dengan serius pada putri bungsunya itu, mengingat bahwa Ana merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara tentu ibu Ana lebih berpengalaman mengurus banyak anak dibandingkan orang tua Jeffri yang hanya
memiliki 1 anak.

"kamu yakin? Mama aja ngurus kalian berempat dengan jarak umur 2 tahun masih kewalahan gimana kalau sekaligus gitu?" saat itu semua yang ada di ruang tamu diam mendengarkan pembicaraan Ana dan ibunya yang hanya bisa berkomunikasi jarak jauh itu.

Ana diam memikirkan, tapi sekali lagi Ana adalah seorang wanita yang berpendirian kuat kalau dia sudah memutuskan sesuatu maka mau apapun halangan tetap akan ia jalani dan ini termasuk salah satu keputusan serius yang ia buat.

"iya Ma" cukup 2 kata itu aja membuat sang ibu diseberang sana menghela nafasnya sangat mengetahui tabiat sang putri.

"Mama mau ngomong sama Jeffri" balas nya

"ngomong aja Ma, dari tadi panggilannya di loud speaker kok" Jeffri berucap setelah
mendengar ibu mertuanya yang ingin berbicara.

"Mama setuju aja kalau Ana maunya adopsi empat anak itu, tapi satu hal yang Mama mau. Jeffri kalau kamu keberatan bilang, jangan karna itu kemauan Ana kamu nurut aja. Kalau Ana Mama percaya dia akan berusaha sekuat tenaga buat ngerawat mereka tapi Mama nggak mau sampai kamu tiba-tiba ngomong nggak mau bantu ana rawat mereka karna yang mau adopsi mereka bukan kamu. Bukannya Mama nggak percaya sama kamu, Mama tau kamu orangnya bertanggung jawab tapi Mama takut aja kalau kejadian itu nanti terjadi" wejangan panjang dari ibu mertua membuat jeffri sedikit terperangah apakah dirinya juga bisa ikut menjaga keempat anak itu dengan ikhlas dan bukan hanya mengikuti kemauan istrinya, apakah dia bisa berperan seperti ayah sesungguhnya tanpa memperdulikan embel-embel bahwa keempat anak itu merupakan anak panti yang ia dan istrinya adopsi.

Ana menatap Jeffri dia lupa kenyataan bahwa suaminya juga harus ikut mengurus apakah keputusannya terlalu berlebihan dan menuntut apakah dia terlalu egois, tiba-tiba pikiran itu datang memenuhi kepalanya.

"insya allah Ma, Jeffri siap " kedua orang tua pria itu memandang anak semata wayang mereka itu dengan senyum bangga. Dari awal mereka berdua tak ingin terlalu ikut campur toh yang menjalani kehidupan rumah tangga adalah anaknya sudah sewajarnya anaknya itu sebagai kepala keluarga dapat memutuskan yang terbaik untuk keluarga kecilnya.

"Yasudah, Mama sama Papa setuju. Kalau mamah dan papahnya Jeffri bagaimana? Nggak papa itu cucu langsung 4 orang?" mendapat pertanyaan seperti itu dari sang besan membuat ibu Jeffri tersenyum kecil.

"saya sih nggak masalah, toh yang ngejalanin mereka berdua saya cuman memberikan pendapat saja. Kalau mereka tidak masalah saya juga tidak masalah,
kalau untuk cucu langsung 4 saya juga nggak keberatan dari lama saya sedikit iri sama ibu yang udah punya cucu 3" terdengar suara ketawa renyah yang keluar dari alat penghubung itu suara khas ibu-ibu.

"baik kalau gitu. Nanti kalau ada waktu Mama sama Papa ke Jakarta lihat cucu baru Mama"

Ana tersenyum saat mendengar itu dia mengucapkan terimakasih pada ibunya sebelum mengakhiri panggilan itu. Dia menatap suami serta mertuanya dengan pandangan senang dan tak lupa berterima kasih, mereka pun mengakhiri malam dengan perasaan hangat bersiap untuk menyambut para anggota baru keluarga Adhitama.


0.0



With love ❤

Our FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang