Attached (2)

470 35 7
                                        

Trigger warning y..
——————————————————-
Sudah lewat tengah malam, tapi mataku belum juga terpejam. Pandanganku nyalang ke arah langit-langit kamar. Meski tak ada makanan yang masuk ke dalam perutku, tak ada rasa lapar yang melanda. Terganggu oleh kenyataan bahwa kejadian semalam tidak akan menjadi yang terakhir. Aku masih punya waktu sepanjang tahun. Sebelum aku lulus high school dan bisa pergi dari sini. Dari ibu yang membenciku. Bersikap sangat hati-hati untuk tidak membuatnya marah. Dia memang tidak pernah memukulku. Belum. Karena menilai dari beberapa kali kemurkaannya kepadaku, aku yakin ibu tiriku sangat ingin menyakitiku. Namun, ada David yang selalu membentengiku dari amarah ibunya.

David.

Apa dia sudah tidur? Pertanyaanku hanya terucap dalam benak. Akan tetapi, jawabannya hanya bisa kudapatkan jika aku bertindak. Aku turun dari tempat tidur, mengambil cardigan dan memakainya di atas camisole. Kuketuk pelan pintu kamarnya yang berseberangan dengan milikku. Tidak ingin membangunkannya andai kata dia sudah lelap. Tak ada respons dari dalam. Kubuang napas panjang, berniat kembali ke kamar, saat tiba-tiba pintu di hadapanku terbuka.

"Ada apa?" David muncul di ambang pintu dengan rambut acak-acakan. Matanya sayu karena kantuk. Aku pasti membangunkannya.

"Sorry. Aku tidak berniat membangunkanmu."

"It's alright. Kau butuh sesuatu?"

Aku tidak langsung menjawab. Sempat meragu untuk sejenak. David pasti melihatnya. Karena hal yang berikutnya dia lakukan adalah membuka pintu kamar lebih lebar.

"Masuklah."

Kulangkahkan kaki ke dalam kamarnya, mendengar suara debam pintu yang menyusul kemudian.

"Tidak bisa tidur?" tanya David tepat di belakangku. Aku mengangguk sebagai jawaban, lalu duduk di tepian tempat tidur. Tatapanku naik ke arah David yang berdiri di hadapanku.

"Can I sleep here tonight?"

David tidak langsung menjawab, balik memandangku dengan wajah datar. Entah sejak kapan, jejak kantuk di matanya telah hilang.

"No problem."

Aku naik ke atas tempat tidur setelah mendengar persetujuannya. Berbaring menyamping menghadap tembok. David menyusul kemudian. Kurasakan tempat tidur yang melesak karena berat tubuhnya. Dia menarik selimut, membungkus tubuh kami berdua sebelum melingkarkan lengan di perutku. Napasnya yang hangat mengembus di tengkukku saat dia merapatkan tubuh kami. Membawa punggungku menempel pada dadanya.

Kami berbaring dalam diam. Dengan mata terbuka lebar. Setidaknya milikku. Aku tidak tahu David kembali tidur atau tidak karena posisinya yang membelakangiku. Pertanyaanku terjawab tidak lama kemudian.

"What can I do to make you feel better?" Suara David membelah kesunyian. Aku tidak langsung menjawab. Masih menatap dinding tanpa bicara.

"Just... hold me." Bisikan rendah lolos dari bibirku. Tapi aku tahu David mendengarnya.

Tangannya yang memeluk perutku, bergerak ke atas, meraba dadaku. Embusan napasnya di tengkukku digantikan oleh bibirnya. Dia menciumku di sana. Begitu lembut hingga aku nyaris tidak merasakannya.

"Kau ingin kita melakukannya lagi?" Rabaannya di dadaku berubah menjadi remasan. Aku menolehkan kepala. Bertemu pandang dengan tatapannya yang menghipnotis. Tatapan yang selalu membuatku terhanyut di dalamnya.

"Aku masih pegal... setelah semalam."

Sekelebat penyesalan terlintas di wajah David. "I'm sorry."

Piece of My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang