Vote sebelum baca 🌟
_______
Alana membenamkan wajah di atas meja kala sampai di dalam kelas. Mata Alana sungguh terasa berat akibat begadang. Hampir tertidur jika saja seseorang tak menepuk bahunya.
"Masih pagi udah lesu aja Lo, Na."
Alana mendongak. Menatap si pelaku. Siapa lagi kalau bukan Bulan.
"Njir. Wajah Lo kek zombie. Gak tidur semalaman ya?"
Alana mengangguk lesu.
"Mimpi buruk lagi?"
Alana mengangguk lagi.
"Aduh, dasar penakut. Dari dulu Lo gak pernah berubah ya."
Alana membenamkan lagi wajahnya di atas meja. "Mau gimana lagi. Udah dasarnya gue kayak gini."
"Makanya cari pacar. Biar ada yang menemani pas Lo takut."
"Maksud Lo, gue bawa cowok ke dalam kamar gitu?"
"Gak gitu, pinter. Kan bisa lewat video call. Gak harus masukin cowok ke dalam kamar."
"Iya juga ya."
"Jadi, gimana? Mau gue cariin pacar? Kebetulan Aldi kayaknya tertarik sama Lo. Mau gue comblangin gak?"
"Gak, makasih."
Alana tidak ingin menambah beban hidup mengingat ancaman pria asing dalam mimpi terdengar sangat serius.
Lagipula Alana ingin menikmati kehidupan perkuliahan normal tanpa drama percintaan.
Alana sudah puas menikmati beragam kisah percintaan. Mulai dari percintaan yang manis, flat, sampai menyedihkan.
Untuk sekarang, dia tidak berniat menjalin hubungan romantis. Setidaknya sampai pria asing itu menghilang dari alam mimpi.
"Aldi kan ganteng dan tinggi sesuai tipe Lo banget. Yakin gak mau?"
"Ya."
"Dih, tumben gak mau. Biasanya mau-mau aja tuh sama cogan." Celetuk Bulan mengingat masa SMA mereka. Dimana Alana menjadi sosok penggila cogan.
Tiada hari tanpa berpacaran dengan cogan. Setiap kali putus hubungan, Alana akan mendapatkan cogan baru. Ada-ada saja cogan yang berhasil dipikatnya.
"Udah tobat ya, neng?"
"Hmm."
Bulan meneguk air mineral. Kehausan setelah naik tangga dan berbicara panjang lebar. Sementara Alana menegakkan tubuhnya.
"Lan, gimana kalau seandainya Lo diikuti stalker? Apa yang bakal Lo lakuin?"
Bulan tertawa geli mendengar pertanyaan aneh Alana. "Stalker? Mana ada di dunia nyata, Na. Itu cuma ada di novel ataupun drama."
"Kalau seandainya ada?"
"Ya gapapa. Gue malah senang karena punya fans. Kapan lagi gue dicintai ugal-ugalan kek gitu."
"Aneh Lo. Gue sumpahin diikutin stalker beneran."
"Amin! Tapi, stalkernya harus ganteng, tinggi, sixpack, kaya, mapan, setia, dan cuma tertarik ke gue."
"Stress!"
Alana mendesah lelah. Percuma saja dia meminta pendapat.
Jika dipikir-pikir, wajah pria di dalam mimpinya seperti apa ya?
Alana sudah lupa.
Alana hanya ingat pria itu berambut pirang.
****
Semburat jingga mulai muncul di langit kota Jakarta. Terlihat begitu indah dan memanjakan mata. Menyejukkan hati siapapun yang melihatnya.
Senja memiliki daya pikat tersendiri. Selalu berhasil menarik perhatian Alana. Dimanapun ia berada, baik di rumah maupun di luar rumah.
Sama halnya seperti sekarang, senja lagi-lagi menarik perhatian Alana. Gadis itu bahkan rela menghentikan langkahnya demi menikmati senja. Duduk di salah satu bangku taman dengan tatapan terus tertuju ke langit.
Iris hazelnya tampak begitu berbinar di bawah cahaya senja. Tanpa sadar, bibir tipisnya melengkung sempurna. Berharap senja bisa bertahan lebih lama sore ini. Tentu saja hanya harapan semata.
Nyatanya, senja selalu berlalu dengan cepat.
Sekarang, lampu menjadi penerang utama di tempat Alana beristirahat.
Alana mengedarkan pandangan ke sekitar.
Puluhan muda mudi tampak sedang bersantai. Baik berpasangan maupun berkelompok. Hanya dirinya yang duduk seorang diri.
Gadis berambut pendek itu mendesah pelan. Merasa nasibnya sangat mengenaskan akibat sendirian.
Andai kata ada orang iseng, pasti dijadikan konten bahan bersyukur di sosmed.
Tak mau berlama-lama di sana, Alana segera pergi. Menenteng tas berat yang berisikan laptop dan buku-buku perkuliahan hari ini.
Ya, Alana baru saja kembali dari kampus. Akan tetapi, bukannya pulang ke rumah, ia malah bersantai di taman sambil menikmati senja.
"Halo, cantik. Sendirian aja nih?"
Alana terkesiap akibat kemunculan mendadak seorang laki-laki bertubuh gempal. Menghalangi jalan Alana. Alana bergidik ngeri melihat seringaian aneh si pria.
"Mau Abang temani gak?"
Pegangan di tasnya mengerat. Takut laptopnya dirampas. Belakangan ini, dia sering mendengar kasus pencurian. Untunglah keadaan di sekitar masih ramai sehingga dia tak terlalu takut.
"Gak usah bang. Gue bareng teman."
"Oh ya? Sama siapa? Abang perhatiin dari tadi kamu sendirian aja."
Pandangan Alana tertuju ke satu titik kala Aldi melewatinya. Tanpa basa basi, Alana langsung menggandeng tangan lelaki itu.
"Nih teman gue, bang." Iris hazelnya menatap Aldi penuh sorot permohonan, "Lo ngapain aja sih? Lama banget di toilet," ujarnya sok mengomeli.
"Ah, sorry. Perut gue sakit banget soalnya."
"Ya udah. Makan dulu yuk. Gue lapar banget."
"Ayok lah."
Beruntung Aldi bisa diajak kerja sama sehingga pria yang menggoda Alana berlalu pergi.
Setelah keberadaan pria itu tak terlihat, Alana menghela napas lega. Kemudian, melepaskan gandengan tangannya. "Makasih udah bantuin gue. Dan sebagai ungkapan terima kasih karena udah nolongin gue, gimana kalau kita makan malam dulu? Gue yang traktir."
Sesaat kemudian, Alana menyesali ucapannya.
Bagaimana kalau stalker sialan itu melihatnya makan malam bersama Aldi?
Bukankah stalker sialan itu sudah memperingatkannya agar menjauhi Aldi?!
"Oke, kebetulan gue belum makan malam. Mau makan di mana?"
Saat itu juga jantung Alana berpicu begitu cepat.
Sepertinya, malam ini dia terpaksa begadang lagi.
Semoga saja matanya sanggup bertahan dari kantuk.
Huh! Susah memang berurusan dengan orang gila.
Entah darimana kesalahan itu dimulai hingga sampai ke titik sekarang.
Bersambung...
Tembus 100 komen, aku update lagi😗
Kenapa pakai target?
Karna komen kalian penyemangat update walau hanya sekedar komen 'next' aja✨
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...