Vote sebelum baca 🌟
_________
"Kenapa bro? Lesu banget."
"Biasa. Semalam gue gak tidur."
"Mimpi itu lagi?"
"Iya."
Percakapan Andrew dan Aldi terdengar samar-samar oleh Alana, menarik perhatian gadis itu. Saking tertariknya, ia memasang telinga baik-baik. Lanjut mendengar percakapan mereka.
"Ngeri banget gue dikejar-kejar psikopat. Setelah itu gue dimutilasi hidup-hidup. Lebih anehnya, dalam mimpi gue gak bisa mati dan mendapat peringatan untuk jauhin Alana. Gue harus gimana coba? Udah tiga malam berturut-turut gue mimpi disiksa sama tuh orang."
Alana memijit pangkal hidung lelah. Pantas saja kemarin Aldi menatapnya takut. Ternyata diteror lewat mimpi.
"Gila sih. Jangan-jangan dia disukai jin? Makanya Lo diteror. Mulai sekarang, gak usah ngobrol sama dia lagi. Jauhin sebisa mungkin biar gak mimpi buruk lagi."
Gadis berambut cokelat itu segera pergi dari sana sebelum keduanya sadar bahwa dirinya bersembunyi di balik tembok, mendengarkan percakapan mereka.
Kemudian, duduk di salah satu bangku. Mengistirahatkan diri di sana sambil menunggu kedatangan Bulan. Pikirannya terus tertuju ke pembicaraan Aldi dan Andrew.
Wajar saja stalker absen dari alam mimpinya. Ternyata sibuk menebar teror di mimpi Aldi.
Apakah Aldi sangat menyukainya? Sampai-sampai stalker turun tangan menghentikan perasaan Aldi.
Alana bergidik ngeri memikirkan seorang pria selalu memantau kehidupannya dan menjauhkan para pria di sisinya. Gila! Sangat gila!
Alana hanya bisa berharap kegilaan stalker tidak terlalu merugikannya. Takutnya, suatu saat nanti stalker berani menculiknya dan mengurungnya seumur hidup.
Andai kata hal tersebut terjadi, apa yang harus dia lakukan? Berpura-pura menyerah agar tak disakiti? Atau berjuang melawan demi kebebasan?
"Na!! Lo tau gak gue ketemu siapa barusan?" Bulan tiba-tiba saja datang dengan hebohnya. Membuyarkan overthinking Alana. Wajah Bulan tampak berseri-seri. Senyuman lebar menghiasi bibirnya.
"Gue ketemu Lucas. Dia bahkan natap gue. OMG!! Senang banget gue."
"Aaaaa! Tatapan datarnya buat jantung gue cenat cenut, Na. Saking deg-degannya, gue gak sanggup berkata-kata di depannya. Bahkan kata yang udah gue rangkai dari jauh-jauh hari mendadak lenyap begitu saja saat tatapan kami bertemu. Duh, gimana ini? Gimana cara ngajak dia kenalan kalau tatapan dia aja udah buat gue salah tingkah?"
Alana memukul lengan Bulan gemas. "Sttt. Tenanglah. Jangan heboh. Orang-orang pada natap kita njir."
"Bodo amat. Yang penting gue happy!"
Jawaban itu membuat Alana tertawa resah. "Emang seganteng apa sih dia sampai Lo gini amat? Perasaan dulu pas SMA Lo gak gini amat. Coba lihat fotonya. Penasaran gue."
Bulan mengotak atik ponselnya penuh semangat. Lalu, memperlihatkan layar ponselnya ke Alana. "Nih. Ganteng 'kan?"
Alana sedikit terkejut melihat Lucas berambut pirang. Pikirannya langsung tertuju ke pria dalam mimpi. Dimana pria tersebut juga berambut pirang.
Namun, Alana buru-buru menepis pemikiran negatifnya. Mustahil pria itu yang mengikuti Alana. Wajah pria itu terlihat seperti anak baik-baik. Pasti hanya kebetulan saja warna rambut mereka sama.
"Ada ya bule kuliah di kampus kita? Baru tau gue. Niat amat jauh-jauh kuliah di sini." Cetus Alana.
"Lucas gak bule tulen, Na. Dia blasteran Amrik-Indo. Ibunya orang Amerika sedangkan ayahnya orang Indonesia. Katanya, sejak kecil sudah menetap di Indonesia."
"Ohh gitu. Darimana Lo tau? Stalkerin anak orang Lo ya?" Tuding Alana.
"Dih, sembarangan. Info itu udah umum kali. Semua orang juga udah tau. Maklum, dia kan terkenal di kampus kita. Bahkan rumornya pas ospek dulu, banyak kating cewek yang caper dia."
Alana manggut-manggut pelan. "Oh ya, Lan. Di kampus kita ada gak cowok berambut pirang selain Lucas?"
"Ada."
"Siapa aja?"
"Setahu gue sih cuma Matthew, Cleo, dan Sean."
Diam-diam Alana menghafal nama yang disebutkan Bulan. Ia sudah bertekad mencari tahu identitas stalker agar bisa berhati-hati. Setidaknya, dengan mengetahui wajah stalker, Alana bisa berlari sejauh mungkin saat melihat pria itu berada di sekitarnya.
"Kenapa? Atau jangan-jangan Lo juga suka bule rambut pirang?"
"Cuma nanya doang elah. Soalnya kan eksistensi mereka cukup unik dan langka."
"Eh, lihat! Ada Sean." Bisik Bulan sembari menyenggol lengan Alana.
Mata Alana menatap lelaki bernama Sean itu penuh selidik. Ia menyipitkan mata curiga. Tubuh tinggi kekar Sean mengingatkannya dengan stalker. Ditambah lagi hoodie hitam pria itu kian membuatnya bertambah curiga.
Tatapan intens Alana mengiringi langkah Sean hingga pria itu lewat di depannya.
Alana sontak mengalihkan pandangan ke arah lain ketika Sean balik menatapnya.
"Kiw kiw, ditatap balik kok malah ngalihin pandangan. Malu ya?" Ejek Bulan seraya menoel pipi Alana.
"Sttt!!!"
Saat Sean telah hilang sepenuhnya, Alana kembali bertanya. "Dia jurusan apa, Lan?"
"Sastra Inggris."
"Lah kenapa dia ada di sini? Gedungnya kan lumayan jauh dari sini."
"Mana gue tahu."
'Mencurigakan. Apa mungkin dia stalkernya?' pikir Alana.
Bersambung...
Gimana chapter ini?
Masih penasaran gak nihh?
Next, tembus 100 komen besok aku update lagi😗
22/6/24
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...