Part 37

13.6K 935 82
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Hari terakhir UAS merupakan hari paling melegakan bagi Alana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari terakhir UAS merupakan hari paling melegakan bagi Alana. Setelah sekian lama berkutat dengan buku, akhirnya ia bebas.

Untuk hasil ujian, Alana tidak terlalu cemas karena sudah berusaha semaksimal mungkin.

Alana yakin nilai ujiannya kali ini akan memuaskan karena setiap soal yang diberikan, Alana bisa menjawabnya. Terkecuali jika nilai diberi berdasarkan mood dosen.

Alana pernah mendengar cerita. Dimana seorang mahasiswa pintar dan aktif diberi nilai B karena dosen yang tidak bertanggungjawab. Sedangkan mahasiswa biasa saja dan jarang hadir diberi nilai A karena pandai cari muka.

Sungguh prinsip yang sangat merugikan menurut Alana. Semoga saja dosennya jujur dan objektif dalam menilai. Biar bagaimanapun, Alana ingin mendapatkan nilai sempurna supaya perjuangannya berakhir manis. Supaya perjuangannya tak berakhir sia-sia.

"Na, nanti main yuk pas liburan semester. Kita keliling-keliling jakarta."

Suara bariton Matthew memasuki gendang telinga Alana. Mengejutkan Alana yang sibuk dengan pemikiran randomnya mengenai ujian. "Sorry. Lo bilang apa, Matt?"

Matthew menatap Alana intens. Kemudian tersenyum tipis. "Mikirin apa sih dari tadi sampai gue dicuekin?"

Alana menggaruk pipi canggung.  Meski Matthew tersenyum, entah kenapa Alana merasa Matthew sedikit kesal. "Cuma mikirin ujian."

"Gue kira Lo mikirin cowok."

"Hah? Gak lah! Ngapain juga gue mikirin cowok? Gak guna banget," bantah Alana sebal hingga Matthew tertawa.

"Jadi, tadi gue mau ngajak Lo jalan-jalan selama liburan semester. Kita keliling Jakarta. Pasti seru banget deh," tuturnya kala berhenti tertawa.

"Duh, sorry, Matt. Gue gak bisa," sahut Alana tak enak hati.

Walaupun kecewa, Matthew tetap berusaha terlihat biasa saja. "Kok gak bisa?"

"Karena gue mau ke Sydney."

Matthew sontak tersedak es tehnya. Ia terbatuk cukup lama. Membuat Alana sedikit kasihan.

"Sydney? Ngapain Lo ke sana?"

Alana menyipitkan mata curiga melihat reaksi berlebihan pria di sampingnya. "Ya liburan lah. Kenapa sih? Kok kaget gitu? Terlalu biasa ya buat Lo? Hei, gitu-gitu. Kata orang, Sydney itu bagus loh."

"Daripada ke Sydney, mending liburan ke Korsel. Banyak hal menarik di sana. Wahana permainannya juga menarik," saran Matthew.

"Gue udah pernah pergi ke sana."

"Ke Paris?"

"Udah pernah juga."

"Jepang?"

"Pernah."

"China?"

"Udah pernah juga."

"London?"

"Udah."

"Swiss?"

"Udah juga."

Matthew sampai tertawa resah setiap kali pertanyaannya dijawab sudah pernah. "Kayaknya Lo sering liburan ke luar negeri ya?"

Alana mengangguk sebagai jawaban.

"Oke lah. Jadi Lo tetap mau ke Sydney?" tanya Matthew kembali kalem.

"Hooh. Mama cuma bolehin ke sana."

"Sama siapa liburannya?"

"Sendiri."

"Emang dibolehin orangtua Lo?"

"Dibolehin dong. Soalnya ada Tante gue di sana."

"Gue ikut. Kan lebih seru liburan bareng. Kalau misalkan ada sesuatu, gue juga bisa bantuin Lo."

"Gak usah." Alana buru-buru menambahkan melihat ekspresi sedih Matthew. "Bukannya gue gak suka, tapi gue mau menikmati liburan gue seorang diri, Matt."

Matthew tersenyum kecil sembari menyandarkan kepalanya di bangku taman. Terlihat lesu dan down. "Lagian gue gak sadar diri banget ya. Cuma teman tapi malah mau ngikut liburan sama Lo," lirihnya.

"Hah? Apa? Kok bisik-bisik gitu ngomongnya?" tanya Alana penasaran.

Tiba-tiba Matthew menegakkan tubuhnya. Menatap Alana serius. Sementara yang ditatap mengerjap bingung. "Kenapa?"

"Bagi Lo, gue ini siapa, Alana?"

"Teman?"

Matthew memegang bahu Alana lembut. "Cuma teman aja?" Bertanya dengan sorot mata penuh harap. Sorot mata yang membuat Alana merasa terbebani.

Bersambung...

21/8/24

firza532

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang