Part 40

4.8K 408 169
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Rencana Alana berkeliling Kota Sydney terpaksa tertunda lantaran lebih tertarik memetik buah-buahan di halaman rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rencana Alana berkeliling Kota Sydney terpaksa tertunda lantaran lebih tertarik memetik buah-buahan di halaman rumah.

Strawberry segar di luar seakan memanggil Alana untuk mendekat. Warna merah merona dan ukuran jumbo strawberry membuat Alana penasaran bukan main dengan rasanya.

Cuaca panas tidak membuat niat Alana surut. Gadis itu mengakalinya dengan memakai payung.

Alana memetik strawberry dengan riang. Terkadang, jingkrak-jingkrak kesenangan menemukan strawberry yang dianggapnya sempurna. Mengumpulkan semuanya ke dalam satu keranjang.

Tante Fitri yang sedari tadi memperhatikan tingkah Alana dari teras rumah hanya bisa tersenyum geli. Merasa terhibur melihat tingkah lucu Alana di tengah kehidupan melelahkannya. Baik dulu maupun sekarang, kehadiran Alana selalu membuatnya merasa terhibur.

"Tante, kok bisa sih stroberinya besar dan semanis ini? Tante beli bibitnya dimana? Aku juga mau menanam ini di rumah." Cerocos Alana. Sementara tangannya terus memetik strawberry.

"Gak tau. Om kamu yang menanam semuanya. Tante sih tahunya cuma makan doang."

"Sama dong kita, tan." Kikik Alana. "Eh, tapi, om gak akan marah kan aku metik stroberinya? Ntar om trauma kalau aku bilang mau ke sini karena tanaman kesayangannya ludes." Sadar diri, Alana berhenti memetik strawberry.

"Tenang aja. Om kamu gak pelit kok. Lagian buahnya banyak banget. Dia gak akan sanggup habisin semuanya."

"Beneran nih, tan?"

"Iya, Alana sayang. Om kamu pasti malah senang strawberry yang dirawat dan dijaganya bak anak sendiri bisa dinikmati oleh orang lain."

"Hehe. Untunglah kalau gitu."

"Btw tan, jangan-jangan om juga yang nanam bunga-bunga ini." Celetuknya seraya menunjuk bunga-bunga di belakangnya.

"Iya. Tante mana ada waktu buat ngurus bunga. Mending Tante ngurusin pasien." Tante Fitri bekerja sebagai psikolog di klinik pribadinya. Sekarang, sedang berhenti bekerja karena disuruh sang suami. Maklum, David terlalu protektif. Takut Fitri kenapa-napa.

"Hebat. Jarang-jarang ada cowok suka berkebun, apalagi nanam bunga. Pasti estetika om tinggi nih karena seorang seniman."

"Gitulah."

Alana duduk di sisi Tante Fitri setelah mencuci semua strawberry dalam keranjang di kran air terdekat. Mencomot satu persatu. Melahapnya perlahan.

"Kalau gak salah, om duda anak satu 'kan? Anaknya mana? Kok aku gak lihat dia dari kemarin?" Alana mendadak kepikiran mengenai anak David.

"Dia di Indonesia, Na."

"Hah? Indonesia? Ngapain dia sendirian di Indo?"

Tante Fitri menghela napas berat. "Dia gak mau nerima Tante sebagai ibu barunya. Makanya, dia gak mau ikut ke sini. Jangankan ikut ke sini, datang ke resepsi pernikahan aja dia gak mau."

"Wah! Parah banget. Masa gak mau nerima orang sebaik Tante sebagai ibunya?! Kalau aku sih malah bahagia punya ibu baru sebaik Tante." Komentar Alana sedikit geram. Berakhir mendapat sentilan pelan di dahinya.

"Husshh! Gak baik judge dia. Kamu sih mudah ngomong gitu, tapi coba deh berada di posisi dia. Beberapa bulan sebelum Tante nikah sama ayahnya, ibunya meninggal dunia karena sakit. Makanya dia sulit menerima kehadiran Tante. Tante paham banget alasan dia gak mau nerima Tante. Hanya saja, Tante sedikit sedih pas mengingat itu. Biasanya Tante berusaha mengobati luka batin banyak orang, tapi karena cinta, Tante malah melukai satu orang."

Alana merenggut pelan mendengar ucapan panjang lebar wanita hamil di sampingnya. "Psikolog emang beda. Di saat orang biasa berpikir dari satu sudut pandang, Tante malah bisa berpikir dari dua sudut pandang." Ia mengunyah strawberry lagi. Membiarkan kesegaran buah itu mengaliri tenggorokannya.

"Anak om umur berapa sih? Masih berada di usia labil ya? Makanya gak bisa berpikir dewasa." Cetusnya kemudian.

"Kalau dia dengar, bisa-bisa dia ngamuk loh." Decak Tante Fitri gemas melihat sifat blak-blakan Alana. "Umurnya 21 tahun. Seumuran sama kamu."

"Tan, umurku baru masuk 20 tahun," bantah Alana meluruskan. Tak terima umurnya ditambah satu tahun. Sementara dirinya baru berulang tahun sebulan lalu.

"Iya deh. Lupa. Maksudnya, dia seangkatan sama kamu. Bahkan dia kuliah di kampus kamu loh."

Alana mengerjap kaget mendengar penuturan tantenya. "Kebetulan banget. Jurusan apa, Tan?"

"DKV."

"Namanya?"

Alana terhenyak kaget melihat Tante Fitri tiba-tiba meringis. Wajah putihnya berubah pucat. Takut terjadi sesuatu. "Tante kenapa? Udah mau melahirkan ya?"

Tante Fitri tertawa kecil melihat wajah panik Alana. "Enggak kok. Tante cuma kaget karena dedek bayi nendang cukup kuat."

Mendengar itu, barulah Alana bisa lega. "Ya ampun, kirain mau lahiran."

"Coba pegang perut Tante. Dia masih nendang nih."

"Emang boleh, tan?"

"Boleh dong. Kayak ke siapa aja kamu."

Alana menyengir manis, lalu meletakkan telapak tangannya secara perlahan di atas perut buncit Tante Fitri yang terhalang pakaian.

Mata Alana berbinar senang merasakan telapak tangannya ditendang.

"Gimana?"

"Ih, kerasa tendangannya. Baby sering nendang ya, tan?"

"Iya. Sering banget."

"Perempuan atau laki-laki, tan?"

"Perempuan."

"Asik!! Dapet teman. Nanti kalau baby udah lahir, aku mau beliin pakaian lucu, aksesoris, sepatu, dan mainan. Terus kalau udah gede, kami ke mall bareng, nongkrong bareng, liburan bareng, salon ba---"

"Stop! Masih lama, Alana sayang." Potong Tante Fitri gemas. Menghadirkan cengiran manis dari Alana. Sosok yang sangat bersemangat karena merasakan tendangan sepupu perempuan satu-satunya.

Alana punya lima sepupu, tapi semuanya laki-laki. Itupun sudah dewasa semua. Jadi, Alana tidak bisa bersenang-senang bersama mereka.

Interaksi Alana dan Tante Fitri tidak luput dari pandangan seseorang berhoodie hitam di balik pagar. Tangannya mengepal kesal melihat kedekatan keduanya. Hatinya terbakar api cemburu melihat Fitri berhasil membuat Alana-nya tertawa.

Kenapa Fitri selalu menjadi hama dalam hidupnya?!

Dulu, Fitri merebut ayahnya.

Sekarang, Fitri merebut Alana-nya.

Entah dibawa kemana hubungannya dengan Alana di masa depan karena ternyata Fitri adik kandung mama Alana.

Itu berarti, ia memiliki ikatan keluarga dengan Alana.

Stalker mengacak rambut frustasi. Tak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan nan kejam. Namun, yang terpenting, ia tak berniat melepas Alana. Tak akan pernah.

Alana miliknya! Hanya miliknya!

Bersambung...

27/8/24

firza532

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang