Part 8

9.3K 693 208
                                    

Vote sebelum baca 🌟

_________

Kaki Alana berhenti melangkah melihat keberadaan Sean di halte. Ragu antara tetap menunggu jemputan di sana atau mengurungkan niat. Akan tetapi, keraguan itu dipupuskan oleh perasaan ingin tahu.

Alana melanjutkan langkahnya. Mengambil posisi duduk di samping Sean. Pria itu menatapnya sekilas, lalu kembali sibuk bermain ponsel.

Hening. Tak ada pembicaraan. Layaknya dua orang asing pada umumnya. Saling mengetahui eksistensi tapi enggan bertukar sapa. Tenggelam dalam dunia masing-masing.

Kendaraan berlalu lalang di hadapan mereka. Kebisingan dan polusi telah menjadi makanan sehari-hari. Menjadi bagian yang tak bisa terpisahkan.

Alana menggoyangkan kedua kakinya. Menatap keadaan sekitar penuh minat. Terkadang decakan kesal keluar dari mulutnya melihat orang membawa kendaraan secara ugal-ugalan.

Senyuman cerah seketika terbit di bibirnya melihat mobil merah yang sangat dikenalinya. Langsung berdiri penuh semangat. Menghampiri mamanya.

"Alana!"

Mendengar namanya dipanggil, ia refleks berhenti melangkah dan berbalik. Menatap orang yang memanggilnya. Sean.

"Buku Lo ketinggalan."

Alana menepuk jidat. Bisa-bisanya dia melupakan buku pinjaman perpustakaan. Hampir saja dia ganti rugi. "Makasih."

Sean tersenyum tipis sedangkan Alana buru pergi karena namanya sudah dipanggil oleh mama.

Saat duduk manis di dalam mobil, barulah Alana menyadari sesuatu. 'Kok dia tau nama gue?' Menatap kembali Sean yang masih setia duduk di sana.

"Pakai seabeltnya, Na." Interupsi mama melihat Alana kehilangan fokus.

"Eh, iya, ma."

Mobil mulai melaju. Membelah jalanan. Berbaur dengan puluhan kendaraan lainnya.

"Gimana kuliah hari ini, Na?"

Satu pertanyaan, beribu cerocosan. Alana terus berbicara tanpa henti. Begitu antusias menceritakan pengalamannya hari ini, terkecuali perihal stalker.

Alana takut membuat mama kepikiran. Maka dari itu, lebih memilih memendam masalah sendirian. Menanggung semua beban seorang diri.

Padahal seharusnya Alana ceritakan saja masalah itu ke mama. Siapa tahu bisa mencari jalan keluar bersama. Yah, sayangnya Alana telah bertekad menyembunyikan permasalahan tersebut dari semua orang.

Cerocosan Alana baru terhenti kala mobil mereka tiba-tiba mogok. Alana mencebik pelan. Niatnya segera bersantai di rumah menjadi terhambat. "Jangan-jangan bensinnya habis, ma?"

"Mama udah isi penuh sebelum jemput kamu tau."

"Terus apa dong masalahnya, ma?"

"Gak tau. Coba mama cek dulu. Kamu tunggu aja di sini."

"Oke, ma." Sembari menunggu, Alana memperhatikan kondisi di sekitar. Mencari bengkel terdekat. Namun, tak terlihat satu pun.

Sekarang, harapannya hanya satu. Mobil bisa berjalan lagi.

"Mama gak tau mobil kita kenapa. Na, coba kamu hubungi papa. Suruh papa kirim orang buat perbaiki mobil kita."

"Sip, ma."

Alana mengernyit kala panggilannya ditolak. "Papa nolak panggilan aku, ma."

"Mungkin papamu sibuk. Ya udah deh, mama cari jasa montir di internet aja. Kamu pulang aja dulu, Na. Kayaknya bakal lama nih."

"Gak mau. Masa mama nunggu sendirian di sini?"

"Gapapa, Na. Emang kamu gak capek? Gak mau segera istirahat di rumah?"

"Aku kan bisa istirahat di mobil, ma." Mustahil Alana tega meninggalkan mama sendirian. Lagipula dia lah yang menciptakan masalah. Dia lah yang minta dijemput.

Mama menepi di jalanan. Sibuk mencari info di internet. Begitupun Alana.

Niat awalnya sih begitu, tapi Alana malah tertarik membaca salah satu artikel tentang idolanya yang akan segera mengadakan konser di Jakarta.

Alana tersenyum kegirangan. Lanjut membaca artikel serupa supaya tidak ketinggalan informasi. Bagaimanapun caranya, Alana akan datang ke konser. Alana akan menabung mulai hari ini untuk membeli tiket.

"Huft, untung aja ada yang bantuin kita, Na," tutur Ibu Alana di samping gadis itu. Menarik atensi Alana.

"Siapa yang bantuin, ma?"

"Tuh. Kayaknya dia seumuran sama kamu. Kenal gak?"

Alana mengikuti arah yang ditunjuk mama. Ia melotot kaget melihat Lucas lah orang yang membantu. Pria yang disukai Bulan.

"Kok dia bisa ada di sini, ma?"

"Tadi dia berhentiin motornya pas lihat mama kebingungan dan nawarin bantuan."

"Ohh gitu."

"Kenal?"

"Gak kenal, ma," sahut Alana berbohong.

"Kenalan dulu gih. Sayang banget kalau cowok peka, baik hati, ramah, dan ganteng kayak dia dianggurin. Buruan pepet, Na. Mama dukung kamu sama dia."

"Ihh, mama. Bikin malu aja. Ntar kalau dia dengar gimana?" Balas Alana berbisik.

"Bagus dong."

Alana menggelengkan kepala heran melihat mama tertawa puas.

"Tante, ini udah selesai saya perbaiki. Coba hidupin mobilnya. Bisa gak?"

Mama Alana buru-buru mencoba menghidupkan mobil. "Wah, bisa. Makasih udah bantuin Tante, nak."

"Sama-sama, tante."

Mama kembali keluar dari mobil. Menghampiri Lucas. Sementara Alana tetap duduk santai di kursinya.

"Kita mampir dulu yuk di sana. Tante mau traktir kamu sebagai ucapan terima kasih."

"Gak usah, Tante. Kebetulan saya ada kerja kelompok bentar lagi."

"Ya udah deh. Tante transfer aja ya sebagai ucapan terima kasih?"

"Astaga. Gak usah Tante. Saya bantuin Tante ikhlas kok. Hmm, saya duluan ya. Takut telat."

"Baiklah. Sekali lagi makasih. Oh ya, nama kamu siapa?"

"Lucas, Tante."

"Alana, cepat bilang terima kasih ke Nak Lucas."

Alana mencebik pelan akibat diperlakukan seperti bocah. "Makasih, Lucas. Berkat Lo, kami bisa cepat pulang." Tuturnya antara ikhlas dan tidak.

"Iya sama-sama, Alana."

Lucas tersenyum sekilas sedangkan Alana memicingkan mata curiga melihat punggung Lucas kian menjauh. Rambut pirang pria itu tampak begitu mencolok. Mengingatkannya kepada pria dalam mimpi.

'kata Bulan dia minim ekspresi, tapi kok sama gue dia tersenyum? Jangan-jangan dia stalkernya?'

Sedetik kemudian, Alana memukul kepalanya gemas. "Alana, Alana. Curigain orang terus kerjaan Lo," gumamnya.

'Gara-gara stalker nih. Semua cowok berambut pirang jadi terlihat mencurigakan di mata gue.'

Bersambung...

23/6/24

Sesi tanya-jawab dulu yok.

Orang mana?

Me: Sumbar.

Kuy spam komen sebanyak-banyaknya.

Makin banyak komen, makin semangat aku update🔥

Ntar kalau komennya banyak, ku kasih double up💃

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang