Vote sebelum baca 🌟
"Gue cinta sama Lo, Alana Putri Edelweis."
Pernyataan Matthew malam itu selalu berhasil mendebarkan jantung Alana.
Debaran itu selalu mengganggu aktivitasnya. Mengganggu pikirannya.
Setiap kali hendak makan, minum, menonton, mandi, maupun aktivitas lainnya ... Ia selalu berdebar. Tak ayal tersenyum sendiri bak orang gila.
Oke. Perlu Alana akui. Ia telah jatuh cinta. Jatuh cinta terhadap lelaki yang telah menemaninya selama satu semester. Jatuh cinta karena terbiasa bersama lelaki tersebut.
Bagaimana mungkin Alana tidak jatuh cinta kepada seorang pria tampan, pengertian, perhatian, dan selalu ada di sisinya?!
Alana rasa, gadis lain pun pasti juga jatuh cinta jika berteman dengan sosok pria seperti Matthew.
Sangat sulit menolak pesona cowok seperti Matthew.
"Hayoloh! Ngapain senyum-senyum sendiri?"
Celetukan Tante Fitri mengejutkan Alana yang sedang duduk termenung di teras rumah.
"Tante jangan fitnah. Mana ada aku senyum-senyum sendiri," bantah Alana.
"Kamu kira Tante gak punya mata?" Gemas Tante Fitri.
"Jangan-jangan kamu teringat seseorang?! Siapa? Gebetan kamu atau pacar kamu?"
"Enggak Tante. Aku gak punya gebetan, apalagi pacar."
"Trus ngapain senyum-senyum sendiri?"
"Teringat hal lucu aja."
"Tadi katanya gak senyum. Sekarang, kok bilang teringat hal lucu. Jadi, mana yang benar?"
Alana menepuk jidat tak percaya atas sifat pantang menyerah Tante Fitri. Mengulik informasi bak detektif. Seolah enggan melepaskannya sebelum menjawab jujur.
"Au ah, serah Tante aja," keluh Alana.
Tante Fitri tertawa seraya mengelus perut buncitnya. "Lucu banget auntymu, nak."
Alana menatap perut Tante Fitri seolah tengah mengadu. "Mommymu nyebelin, dek. Suka banget godain aku dari dulu."
"Abisnya kamu lucu sih." Tawa Tante Fitri.
"Iya dong. Alana kan emang lucu," balas Alana seraya menyibak rambut songong.
Tante Fitri tersenyum penuh arti. "Iya. Lucu banget. Saking lucunya, pengen tante karungin aja rasanya. Trus Tante jual di tempat pelelangan. Lumayan, dapat cuan."
"Jahatnya. Nanti aku aduin ke mama loh, tan."
"Aduin aja. Toh sebelum itu terjadi, kamu udah gak bisa komunikasi sama mamamu."
"Wah, wah, wah! Harus segera kabur nih."
"Mau kabur kemana? Paspormu udah Tante sembunyiin."
"Itu paspor tipu-tipu. Paspor aslinya udah aku sembunyiin, tan."
Keduanya malah berdrama ria. Bermain peran.
Drama mereka baru terhenti kala Tante Fitri meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.
"Tante kenapa? Mau lahiran ya?" Panik Alana.
"Kayaknya iya, Na. Dari semalem Tante mulas banget. Beda kayak biasanya." Desis Tante Fitri menahan sakit.
"Demi apa?! Kenapa baru bilang sekarang, Tante?!!!" Jerit Alana panik.
"Tolong ambilin ponsel Tante di atas meja ruang tamu, trus hubungin Dokter Emery."
"Tante, aku gak bisa Bahasa Inggris." Alana sesak napas sendiri melihat ekspresi pucat Tantenya.
"Ya udah. Ambilin ponsel aja, biar Tante yang bicara."
Tanpa babibu, Alana langsung meluncur ke ruang tamu. Mengambil ponsel dan memberikan ke Tante Fitri yang sibuk mengatur pernapasan.
Tante Fitri menghubungi Dokter Emery. Setelah itu, Alana membawa Tante Fitri ke rumah sakit menggunakan mobil. Walaupun jarang mengendarai mobil, Alana masih ahli mengendarai mobil. Jadi, mereka bisa sampai di rumah sakit dengan cepat dan selamat.
Sesampainya di rumah sakit, Tante Fitri langsung dibawa ke dalam ruangan oleh para dokter. Meninggalkan Alana yang dilanda keresahan.
Tangan Alana masih gemetar. Takut membayangkan kejadian selanjutnya. Takut Tante Fitri kenapa-napa.
Alana berusaha menghubungi David, tapi panggilannya selalu ditolak.
Di saat itu jugalah Alana mulai mengerti alasan Matthew membenci David.
Alana benci melihat Tante Fitri dipaksa mandiri oleh keadaan. Alana benci melihat David menyepelekan kondisi Tante Fitri. Alana benci melihat David lebih mementingkan pekerjaan. Alana benci melihat David selalu menolak panggilannya.
Andai kata dia tidak ada di rumah, apa jadinya nasib Tante Fitri?
Bisa-bisa tantenya meninggal dalam kondisi kesakitan karena tidak segera mendapatkan penanganan.
Alana berusaha menghubungi sekali lagi. Namun, lagi-lagi panggilannya ditolak.
"Bangke! Angkat telpon gue!" Desis Alana geram.
"Bini Lo sedang masuk rumah sakit, anying. Lo malah keluyuran gak jelas. Udah tahu Tante hamil tua, harusnya Lo di rumah aja. Jagain Tante gue!!"
Alana misuh-misuh sendiri. Kesal sekaligus marah atas sifat lalai David. Pria itu tak ada saat tantenya membutuhkan bantuan.
Lelah menghubungi David, akhirnya Alana berubah haluan menghubungi Matthew. Pria yang dihindarinya selama beberapa hari belakangan ini akibat terlampau gugup. Ia takut Matthew menagih jawaban atas pengakuan malam itu.
Berbanding terbalik dari David, Matthew justru langsung mengangkat telepon Alana. Tak sampai dalam waktu dua detik.
Matthew bahkan tiba di rumah sakit dalam kurun waktu 7 menit setelah dia meminta pria itu datang.
Wajah Matthew terlihat sangat panik melihat wajah pucat Alana. Semakin panik melihat air mata Alana meluncur begitu saja.
"Lo kenapa, Na? Lo sakit apa?"
Bersambung...
Tembus 100 komen, ku kasih double up😗
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...