Part 36

4.8K 381 135
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Alunan lagu Hey Day_XODIAC mengalun merdu di dalam kamar. Mengusir keheningan malam. Alana tampak bertopang dagu di meja belajar. Menatap layar ponselnya yang menyala, menunjukkan riwayat percakapan antara dirinya dan stalker.

Kening Alana mengernyit. Baru sadar stalker sudah berhenti mengirimkan pesan sejak tiga bulan lalu. Stalker juga sudah berhenti memasuki alam mimpinya.

Stalker menghilang begitu saja. Tanpa kata dan tanda-tanda.

Mungkinkah stalker sudah berhenti mengikutinya?

Mungkinkah stalker sudah berhenti menyimpan ketertarikan kepadanya?

Alana manggut-manggut pelan.

Benarkah semudah ini terlepas dari seorang stalker?

Kenapa Alana justru merasa resah setelah stalker berhenti mengirimkan pesan?

Alana takut stalker menyiapkan rencana lain. Rencana yang mungkin saja bisa menyakitinya.

Gadis itu menghela napas panjang. Berharap stalker benar-benar berhenti mengikutinya. Berharap stalker telah menemukan target baru.

Alana meringis ketika merasakan perutnya berbunyi. Pertanda minta diisi. Lantas bangkit dari kursi. Berniat pergi ke dapur untuk mencari makanan pengganjal perut kecilnya.

Bibirnya tersenyum lebar melihat mama sedang melahap brownies di meja makan. Ia berjalan mengendap-endap, mendekati mama, lalu memeluk mama penuh semangat. "Dorrr!"

Mama terhenyak kaget. Lantas, memukul lengan Alana pelan. "Ngagetin aja kamu, Na," dumelnya.

"Hehe. Sorry, ma."

Alana melepaskan pelukannya. Menarik kursi di samping mama. Duduk tenang di sana sembari ikut mengambil potongan brownies.

"Kok belum tidur, Na?"

"Habis belajar, ma. Trus perut aku laper deh."

"Mau mama masakin nasi goreng?" Tawar mama perhatian.

"Gak usah, ma. Aku gak mau ngerepotin mama."

"Gak ngerepotin kok. Toh cuma masak nasgor."

"Makan brownies aja udah buat aku kenyang kok, ma." Tandas Alana.

Mama mengangguk mengerti. "Gimana ujiannya selama ini? Lancar?"

"Lancar, ma."

"Kapan selesai ujiannya?"

"Jumat besok, ma. Boleh gak ma aku liburan ke Sydney?" tanya Alana hati-hati.

"Mau ketemu Bulan ya?"

Alana melongo kaget mendengar penuturan sang mama. "Hah? Bulan di Sydney, ma?"

Mama lebih terkejut lagi mendengar ucapan putrinya. "Lah, kamu gak dikasih tahu sama Bulan kalau dia pindah ke sana?"

Alana menggeleng pelan. "Bulan pindah ke sana, ma?"

"Iya loh. Kirain mama kamu udah tahu."

"Gak ma."

"Kalian bertengkar?"

"Semacam itulah, ma," jawab Alana ambigu.

"Ohh. Pantesan."

"Kenapa Bulan pindah ke sana, ma?"

"Ngikut papanya kerja di sana. Trus pengen ngulang kuliah di sana. Lebih tepatnya di Universitas incarannya sejak dulu dan jurusan berbeda tentunya."

"Kenapa sampai ganti jurusan segala, ma?"

"Kata papanya sih, Bulan ngambil Bahasa Indonesia karena ngikutin kamu. Aslinya Bulan lebih tertarik kuliah jurusan bisnis."

Alana menggigit pipi bagian dalamnya.

Benarkah Bulan mengikutinya?

Sepenting itukah dirinya bagi Bulan hingga rela memilih salah jurusan?

Lantas, kenapa Bulan begitu tega menuduhnya?

"Jadi, kamu tetap mau main ke sana?"

"Iya, ma. Aku mau ke Sydney. Penasaran sama Sydney karena habis baca novel tentang tempat itu."

Mama tertawa kencang mengetahui alasan putrinya tertarik mengunjungi sebuah negara asing. "Ada-ada aja."

Alana menyengir manis.

Tawa mama mereda, berganti wajah serius. "Gak boleh, Na. Kamu liburan di Indonesia aja karena kali ini mama dan papa gak bisa nemenin kamu ke luar negeri. Papa kamu sibuk kerja."

Wajah ceria Alana sontak berubah. Kesal mendengar ucapan mama. "Yah, kok gitu, ma?"

"Kamu pikir aman main di luar negri sendirian? Dalam kondisi kamu gak bisa Bahasa Inggris?! Gak! Sampai kapanpun, mama gak akan lepasin kamu ke luar negeri sendirian. Mama takut kamu dirampok, ditipu, diculik, atau lebih parahnya lagi dibunuh orang lain."

"Tenang, ma. Aku bisa jaga diri kok," tutur Alana meyakinkan.

"Gak!"

"Maaaa..." Rayu Alana seraya menggoyangkan lengan mama manja.

"Gak boleh. Kamu cuma boleh main di Indo. Terserah kamu mau kemana. Entah ke Bali, Jogja, Padang, atau tempat lainnya. Indonesia juga gak kalah indah daripada luar negeri, sayang. Malah, Indonesia itu ibarat surganya dunia. Kamu mau lihat keindahan apapun, semuanya ada di Indonesia. Percaya sama mama, Indonesia jauh lebih indah dan menarik dibandingkan Sydney."

"Gak seru, ma. Kita kan udah sering keliling Indo." Rengek Alana lagi.

"Ya udah, gak usah liburan. Di kamar aja."

Alana menghentakkan kaki kesal. "Maaaa!! Lana mau main! Mainnn!" Rengeknya bak anak kecil.

Mama menghela napas panjang. Tidak tega melihat Alana merengek. Ia memutar otak, berpikir keras. Mencari jalan keluar.

Mama menjentikkan jari penuh semangat kala menemukan solusi. "Oh iya! Mama baru ingat. Tante Fitri ada di sana. Kalau kamu tinggal di rumah Tante Fitri, mama ijinin deh."

"Wah! Beneran ma?!!" tanya Alana antusias.

"Iya. Kamu ingat Tante Fitri?"

"Astaga, ingatlah, ma. Mana mungkin aku lupain adik mama. Tante paling baik dan royal. Tante yang tahun lalu nikah sama bule asal Sydney."

Mama tertawa kecil. Putrinya terlalu bersemangat. "Kali aja kamu lupa karena udah jarang ketemu."

"Gak mungkin. Itu Tante kesayangan aku, ma. Yah, walau sekarang udah jarang berkomunikasi." Keluh Alana. "Ini beneran boleh 'kan, ma? Mama gak akan narik ucapan mama 'kan? Mama gak PHP 'kan?"

"Ckck, emangnya kapan mama pernah PHP in kamu?"

"Gak pernah sih, ma." Ringis Alana sebelum akhirnya bersorak kegirangan karena diizinkan liburan ke salah satu tempat yang membuatnya penasaran. Tentu saja tingkahnya itu membuat mama geleng-geleng kepala heran.

Bersambung...

21/8/24

Tembus 100 komen, ku kasih triple up💋

firza532

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang