Vote sebelum baca 🌟
_________
Sejauh kaki melangkah, tatapan intens terus mengiringi langkah Alana. Membuat Alana mengerutkan kening heran. Ia bahkan menatap pakaiannya. Memastikan apakah ada yang salah dari dirinya.
Namun, selama apapun memeriksa penampilan, ia tak menemukan ada yang aneh. Pakaiannya baik-baik saja. Sopan, modis, dan cantik. Riasan wajahnya juga natural.
Alana tetap melanjutkan langkah meski kebingungan melihat tingkah orang di sekelilingnya.
Samar-samar ia dapat mendengar bisikan, tapi tidak menangkap inti bisikan tersebut.
Tak mau dibuat pusing, Alana kian mempercepat langkah menuju kelas. Mengikuti kelas kedua setelah melewatkan kelas pertama. Rugi memang. Hanya karena bermasalah dengan Bulan, ia malah meninggalkan kelas pertamanya pagi ini.
Yah, mau bagaimana lagi. Rasanya Alana tidak sanggup menatap wajah Bulan. Takut semakin emosi dan membuat hubungan mereka semakin memburuk.
Saat sampai di kelas, Alana duduk di salah satu kursi kosong. Kursi paling depan. Maklum, ia terakhir datang.
"Alana." Seseorang memanggil seraya mencolek lengan Alana hingga Alana berbalik. Menatap si pelaku. Fanya.
"Kenapa, Fan?"
"Tumben bolos kelas? Lo kemana tadi?"
"Gak mood masuk kelas gue."
"Karena masalah sama Bulan ya?"
Alana melotot kaget. "Kok tau?"
"Tau lah. Video pertengkaran kalian tersebar di grup angkatan."
Gadis itu menghela napas pasrah. "Pantesan tadi banyak mahasiswa natap gue." Keluhnya pelan.
Fanya bertopang dagu, menatap Alana penuh minat. "Gue tau sifat Bulan nyebelin, tapi gue gak nyangka dia juga bisa sejahat itu sama Lo, Na. Kok Lo mau aja sih temenan sama orang kayak dia? Kalau gue sih ogah masih temenan sama orang yang merebut pacar gue. Udah gitu, main nuduh dan nampar Lo pula."
Alana tersenyum tipis. Tanpa memberikan balasan atau menghina Bulan di depan Fanya. "Lupain aja deh, Fan. Udah terlanjur terjadi juga."
"Bisa-bisanya Lo sesantai ini. Enak ya jadi Lo. Kayak gak bisa mendendam sama orang lain," ujar Fanya heran.
"Bukannya gak bisa, cuma gak mau aja. Hidup akan terasa lebih menyenangkan tanpa menyimpan dendam sama orang lain, Fan. Mending gue gunain waktu buat bersenang-senang daripada menyimpan kebencian."
"Iya juga sih." Fanya tiba-tiba menjentikkan jari. "Oh ya, nanti Lo sibuk gak?"
"Enggak. Kenapa emangnya?"
"Nanti temenin gue ke perpustakaan dong." Cengir Fanya sementara Alana terheran-heran dalam diam.
Mereka baru beberapa kali berbicara tapi Fanya terlihat tidak canggung sedikitpun dengannya. Fanya bisa langsung bertingkah seolah mereka sudah akrab. Apakah jiwa sosialnya yang jelek atau jiwa sosial Fanya yang terlalu bagus?
"Oke." Meski begitu, Alana tetap mengiyakan karena kebetulan ia sudah kehilangan teman. Daripada menunggu kelas selanjutnya sendirian, lebih baik Alana bersama Fanya agar tidak terlihat terlalu menyedihkan.
"Nanti kita makan dulu, setelah itu baru ke perpus. Gue belum sempat sarapan gara-gara telat bangun." Adu Fanya.
"Coba makan ini dulu buat ganjal perut Lo." Alana meletakkan sebungkus roti cokelat di meja Fanya. Cemilan pemberian Matthew.
"Makasih, Lanaaa!" Seru Fanya riang hingga membuat Alana tersenyum manis. Senyuman yang luntur kala matanya tak sengaja beradu pandang dengan Bulan.
Keduanya sama-sama mengalihkan pandangan ke arah lain.
Sementara anak-anak di dalam kelas menatap mereka penuh minat. Seolah tengah menantikan drama selanjutnya. Drama yang tentu saja tidak pernah terjadi lantaran keduanya sama-sama memilih berpura-pura seolah tak pernah terjadi apapun di antara mereka.
Alana memilih bermain ponsel untuk mengusir kebisingan dalam otaknya. Pilihan yang sangat salah karena kebetulan stalker mengirimkannya pesan. Pesan yang membuat perasaannya kian bercampur aduk.
Gadis itu membenamkan wajahnya di atas meja sedangkan batinnya menjerit frustasi.
Kenapa kehidupan kuliahnya sangat dramatis?
Apakah kehidupan orang dewasa memang semenyebalkan ini?!
Bersambung..
Tembus 100 komen, ku kasih update -an satu lagi🐱
2/8/24
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...