Part 11

9K 671 152
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Malam seharusnya menjadi waktu beristirahat paling tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam seharusnya menjadi waktu beristirahat paling tenang. Malam seharusnya menjadi tempat pelepas penat dari kenyataan. Malam seharusnya menjadi moment bermimpi indah. Namun, apa jadinya jika malam tenang itu dirampas oleh seseorang? Apa yang akan kalian lakukan?

Jika Alana yang dihadapkan pertanyaan demikian, maka jawaban Alana adalah ... "Pasrah" sebab Alana tidak berkesempatan memilih jawaban lain.

Kemampuan stalker terlalu kuat.  Mampu memasuki dan mengendalikan mimpi-mimpinya. Tiada tempat untuk melarikan diri. Alam bawah sadar seakan telah menjadi dunia settingan stalker. Bisa diutak-atik sesuka hati.

"Hah!" Gadis berkemeja pink itu menghela napas kasar.

Akankah suatu saat nanti stalker berhenti mengganggu mimpinya?

Atau malah terjebak selamanya?

'gak! Gue gak boleh terjebak selamanya!' Cengkeraman di pena kian mengerat. Pertanda betapa geram dirinya terlibat dengan stalker.

Alana meraup wajah gusar mengingat mimpi tadi malam. Dimana stalker menahannya. Mengancamnya lewat kata-kata manis. Hingga akhirnya, terpaksa bertahan semalaman suntuk di dalam mimpi.

Sebenarnya, siapa pria itu?

Sungguh, Alana penasaran terhadap identitas stalker.

Ia ingin tahu supaya bisa meringkus stalker dan menendang jauh-jauh dari kehidupannya.

Pertanyaannya ... Bagaimana cara Alana mencari tahu identitas stalker?

Ruang lingkup pertemanan Alana sangat sedikit. Ia tidak memiliki kenalan dari jurusan lain.

Selama ini, temannya hanya Bulan dan beberapa anak perempuan di dalam kelas.

Untuk kesekian kalinya Alana menghela napas kasar. Mampu membuat orang di sampingnya merasa terganggu.

Bulan perlahan mendekat, lalu berbisik lirih. "Lo kenapa sih? Menghela napas terus dari tadi kek orang punya banyak beban hidup."

Alana balas berbisik. "Gue gapapa, Lan."

"Jawaban basi. Coba cerita ke gue. Siapa tau gue bisa bantuin Lo."

"Bukan apa-apa kok. Gue cuma capek aja."

"Capek kok kayak orang kesal dan gelisah?"

Alana menggigit bibir bawahnya greget. Andai bisa. Andai bisa menceritakan semua hal yang dialaminya ke Bulan. Pasti bebannya sedikit berkurang.

Akan tetapi, jika dipikirkan dengan logika, ceritanya terdengar sangat mustahil.

Mustahil seseorang bisa masuk sesuka hati ke dalam mimpi orang lain.

Mustahil seseorang bisa mengendalikan mimpi.

Bisa jadi Bulan melabelinya orang gila. Lebih parahnya lagi, Bulan akan membawanya ke rumah sakit jiwa.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang