Part 30

3.4K 342 105
                                    

Vote sebelum baca 🌟

‍Dua jam telah berlalu, namun Alana tetap asik shopping

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

‍Dua jam telah berlalu, namun Alana tetap asik shopping. Mengabaikan Matthew yang terus mengekori sejak tadi. Terus memilih barang-barang yang menarik minatnya. Mulai dari baju, rok, tas, high heels, topi, celana, dan high heels.

Mata Alana terus berbinar melihat barang-barang kesukaannya. Terus memasukkan ke dalam keranjang tanpa mengkhawatirkan cara membayar. Mengingat tabungannya sangat banyak.

Sebenarnya Alana jarang shopping, tapi sekali shopping, bisa menghabiskan puluhan juta. Dan setelah itu, Alana pasti merasa menyesal. Ada perasaan tak rela ketika melihat angka di tabungannya berkurang.

Alana cukup perhitungan saat mengeluarkan uang untuk membeli pakaian, berbeda halnya jika mengeluarkan uang untuk makanan. Alana tidak akan pernah merasa rugi memakai uang demi makanan.

"Udah selesai, Na?" Melihat Alana berhenti memilih pakaian, barulah Matthew berani bertanya.

Alana meringis melihat wajah lelah Matthew. "Duh, maaf. Gue lama banget ya?"

"Gapapa kok. Gue malah senang bisa menemani Lo belanja. Sekarang, mau bantuin gue milih baju gak?"

"Okeeyy! Bajunya dipakai buat acara apa?"

"Buat ke kampus aja."

Alana mengangguk mengerti, lantas mengikuti Matthew ke bagian pakaian pria. Ia mulai memilih-milih baju yang sekiranya cocok di tubuh Matthew.

Gadis itu berdecak kagum ketika menyadari semua pakaian terlihat cocok. Matthew memiliki wajah tampan dan tubuh tinggi kekar. Wajar saja pria itu cocok dengan semua style pakaian.

Mungkin, Matthew tetap terlihat cocok meski memakai pakaian compang camping sekalipun.

"Matt. Gue suka Hoodie ini deh. Pasti terlihat cocok di tubuh Lo." Dengan iseng, Alana memberikan Hoodie berwarna pink ke Matthew.

Sesaat, pria itu tampak menilai sebelum akhirnya menyetujui. "Oke. Gue beli ini sekalian. Kebetulan gue butuh Hoodie baru juga." Segera memasukkan Hoodie tersebut ke dalam keranjang yang dibawanya.

Alana melongo kaget mendengar penuturan Matthew. "Ini warna pink loh?"

Matthew mengerjap polos. "Lalu, apa masalahnya?"

"Gak. Gak ada." Tandas Alana cepat.

"Buat baju kemeja, kayaknya ini cocok buat Lo. Ini juga cocok. Duh, ini cocok juga plis. Bingung harus pilih yang mana. Lo sukanya yang mana, Matt?" Alana heboh sendiri saat kembali serius memilih pakaian Matthew dan mencocokkannya di tubuh pria itu.

"Gue suka semuanya. Thanks udah bantu milih." Matthew memasukkan baju-baju pilihan Alana ke dalam keranjangnya.

"Bentar, Matt. Gue ke toilet dulu ya," Alana berpamitan seraya berlari kecil ke arah kamar mandi sehingga Matthew tertawa geli.

"Tiba-tiba banget."

Selagi Alana ke toilet, Matthew membayar semua belanjaan Alana dengan kartu ATM nya.

Meski masih menyandang status mahasiswa, Matthew sudah memiliki pekerjaan dengan gaji fantastis. Gajinya selalu masuk setiap bulan. Ada yang gaji tetap dan ada gaji dari freelance. Terkadang total gajinya bisa mencapai puluhan ribu dolar. Jadi, membayar belanjaan Alana merupakan hal paling mudah baginya.

Di saat kembali dari toilet, Alana dibuat tercengang melihat barang belanjaannya sudah terbungkus rapi dalam paper bag. "Berapa semuanya, Matt?"

"Lupa."

"Yang bener aja! Masa lupa?" Tukas Alana gemas.

"Udah, nih ambil aja. Gue yang traktir."

"Mana bisa gitu. Lo udah susah payah nemenin, masa Lo pula yang bayarin." Keluh Alana.

"Gapapa, Alana. Terima aja."

Alana menggeleng sembari melipat tangan di depan dada. "Gak mau nerima karena bukan gue yang beli." Pantang bagi Alana menerima pemberian lelaki. Ia takut berhutang Budi. Ia takut diungkit-ungkit di kemudian hari.

"Masa gue yang pakai semua ini?" sahut Matthew polos.

"Kasih ke orang lain juga boleh."

Matthew mendesah pasrah. "Segitunya gak mau nerima pemberian gue? Ini kan barang yang udah susah payah Lo pilih."

"Makanya, gue mau bayar. Titik."

"Oke, oke. Lo bayar ke gue."

Alana tersenyum puas. "Gitu dong. Jadi, berapa semuanya?"

"Bayarnya gak usah pakai duit, tapi pakai traktiran juga gimana?"

"Boleh. Mau ditraktir apa?"

"Makanan."

"Makanan doang sih gak seimbang."

"Bukan makanan biasa, Na. Gue mau makanan di restoran paling mahal." Cengir Matthew.

"Oke. Boleh."

Setelah berdebat cukup lama, mereka pun pindah ke restoran yang tidak terlalu jauh dari mall.

Matthew memesan banyak makanan seolah sudah sangat kelaparan.

"Kayaknya gue buat Lo kelaparan." Tawa Alana.

"Gitulah. Terakhir kali makan, pas sarapan bareng tadi."

"Kok belum makan siang?" tanya Alana sedikit terkejut. Mengingat sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

"Ada pekerjaan yang gak bisa ditunda, Na."

"Pekerjaan? Pekerjaan apa?"

"Intinya berhubungan dengan desain gitu."

Alana menutup mulut syok. "Wow. Lo udah kerja? Kita baru semester satu loh."

"Kebetulan gue udah mulai kerja kayak gini sejak SMP. Makanya udah sedikit punya keahlian walaupun kita baru maba."

"Hebat. Gue aja belum tau apa skill gue. Entah punya skill atau enggak."

"Setiap manusia pasti mempunyai skill, Na. Mungkin Lo belum sadar karena menilai rendah kemampuan diri sendiri."

"Kalau ternyata gue gak punya skill, gimana?"

"Lakukan apa yang Lo suka. Terus asah hal yang Lo sukai. Pasti suatu saat nanti bisa menjadi skill yang berguna buat kehidupan Lo. Kalau boleh tahu, Lo suka apa?"

"Suka baca."

"Kalau gitu, asah terus skill membaca ko sampai Lo jadi editor atau reviewer. Menjadi editor dan reviewer, bukan tentang pekerjaan doang tapi juga hobi dan kepekaan terhadap tulisan."

Alana terdiam cukup lama mendapat saran yang sangat membangun dari Matthew. Lalu, tersenyum manis. Sepertinya ia akan mencoba melatih skillnya seperti yang dikatakan Matthew.

Matthew mengulum senyum melihat ekspresi gadis di hadapannya. "Kalaupun gak punya skill, gapapa Na. Kan ada gue. Gue bisa melakukan apapun buat Lo."

Bersambung...

13/8/24

Tembus 100 komen, ku kasih double up😚

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang