Vote sebelum baca 🌟
Di tengah lautan manusia, Alana mengikuti Matthew dari belakang. Tercipta jarak besar di antara keduanya. Suasana di antara keduanya juga begitu tegang.
Alana ragu menyusul langkah besar Matthew. Takut Matthew memarahinya. Takut Matthew menatapnya tajam. Setajam tatapan yang dilayangkan ke David. Karena itulah, ia terus menjaga jarak aman.
Keduanya terus melangkah. Keluar dari restoran. Hingga Matthew berhenti tepat di dekat parkiran. "Sampai kapan Lo mau ngikutin gue?"
Matthew berbalik. Menatap Alana datar. Terbesit sedikit kekesalan dalam dirinya lantaran mengira Alana mengajaknya makan malam berdua.
Alana menelan saliva kasar melihat tatapan Matthew. Sangat berbeda jauh dari tatapan biasanya, hangat dan lembut. "Maaf." Tertunduk dalam, menyesali tindakannya.
Matthew menghela napas menyadari raut wajah bersalah gadis itu. Ia berjalan menghampiri Alana dan mengangkat dagu Alana. "Hei, gak usah minta maaf. Gue gak marah kok."
Senyuman lembut yang diberikan Matthew ikut menarik sudut bibir Alana. "Beneran?"
"Iya, Alana. Ngapain juga gue marah sama Lo."
Matthew mencubit kedua belah pipi Alana gemas. "Pasti dia maksa Lo 'kan?" Tandasnya.
"Om gak maksa. Gue inisiatif mempertemukan kalian karena kata om, kalian berperang dingin akibat salah paham. Gue gak mau teman gue berjauhan dari keluarganya akibat salah paham."
Mata Matthew memicing curiga. "Bohong banget." Disentilnya kening Alana pelan. "Gak usah membela dia, Na."
"Gue gak belain om kok. Memang begitulah kenyataannya."
"Gak ada salah paham di antara kami."
"Terus, yang tentang selingkuh itu bukan salah paham? Om kan udah jelasin kalau dia gak selingkuh. Om jatuh cinta lagi sama Tante gue setelah ibu Lo meninggal dunia. Dari cerita om, awalnya dia stress berat ditinggal mati sama ibu Lo sampai harus berobat ke psikolog. Kalau gak berobat, katanya bisa gila dan mati perlahan. Kebetulan aja, om jatuh cinta sama tante Fitri."
Alana menarik napas sejenak.
"Gue bilang gini bukan karena mau belain Tante gue loh, tapi om sendiri yang cerita. Om gak mungkin bohong. Dari pengamatan gue, kepribadian om itu jujur dan baik hati. Bukan tipe lelaki pembohong," ungkap Alana panjang lebar namun diabaikan Matthew.
"Udah, udah! Gue gak peduli lagi. Kemana aja dia selama setahun belakangan ini? Kenapa baru sekarang muncul dan meminta gue kembali?"
"Kata om, dia emang gak ada di samping Lo tapi selalu bantuin Lo secara finansial. Om selalu beli karya Lo dengan harga mahal."
"Jadi, dia mau ngeremehin karya gue?"
Alana menggeleng panik melihat senyuman sinis Matthew. "Gak gitu!! Om lakuin itu karena peduli dan sayang banget sama Lo. Bahkan, om mengoleksi semua karya Lo di dalam kamar yang gue tempatin. Katanya, kamar itu disiapin buat Lo kalau seandainya Lo mau tinggal bareng," jelasnya panik lantaran takut membuat hubungan keduanya semakin hancur.
Matthew mengapit dagu Alana pelan. "Cerewet!"
Alana melotot kesal. Merasa ucapannya diabaikan.
"Kehidupan gue lebih baik tanpa dia, Na. Gue gak butuh dia lagi," kata Matthew dengan senyuman manis di bibirnya sehingga Alana mengerjap heran.
"Dia kan ayah Lo?"
"Gak semua anak seberuntung Lo, Na. Jangan paksa gue memaafkan kesalahannya. Luka di hati gue masih terbuka lebar. Gue gak bisa maafin dia semudah itu."
Alana menggigit bibir bawah pelan melihat tatapan dingin Matthew. "Oke. Sorry. Gue gak akan ikut campur lagi. Terserah Lo mau gimana."
"Bukannya gue gak suka Lo ikut campur dalam kehidupan gue, tapi please. Untuk masalah ini, jangan membahasnya. Gue gak suka."
"Iya, gue ngerti."
Alana menurunkan tangan Matthew dari dagunya.
"Btw Matt, ayah Lo kan nikah sama Tante gue. Berarti kita masih satu keluarga. Kita sepupuan dong?"
Matthew memutar bola mata malas. "Gak. Kita cuma orang asing."
Bibir Alana tertekuk kesal mendengar jawaban tegas Matthew. "Orang asing? Jadi, selama ini cuma gue yang menganggap Lo teman baik?"
"Iya. Sekalipun gue gak pernah menganggap Lo sebagai teman baik, Na."
Bahu Alana tertunduk lemas. "Lah, kenapa? Jahat banget. Apa ini yang dinamakan fake friend?" Keluhnya.
Matthew membelai lembut pipi Alana. "Gue emang gak pernah menganggap Lo sebagai teman, Na. Gue selalu menganggap Lo sebagai lawan jenis. Lawan jenis yang selalu menarik perhatian gue."
Alana mengerjap kaget. Saking kagetnya, ia pun mundur selangkah. "Hah? Apa? Lo suka sama gue?"
"Gak."
Alana mengelus dada lega meski dilain sisi sedikit kesal. "Bercandaan Lo gak lucu."
Matthew maju selangkah. Mencondongkan wajahnya ke wajah Alana hingga tersisa jarak beberapa cm. Memperhatikan wajah cantik Alana dari jarak dekat.
Matthew tersenyum tulus dengan tatapan intens memikat hati Alana.
"Perasaan gue ke Lo lebih dari sekedar suka. Gue cinta sama Lo, Alana Putri Edelweis."
Bersambung...
Btw, sorry telat update. Soalnya seharian ini aku terlena baca komik. Seru banget alurnya ><
Ga bisa stop bacanya, yah walau endingnya digantung. And, gegara digantung, aku jadi teringat aku juga menggantung pembaca😏
7/9/24
Berikan komentar kalian buat part 51 di sini👉👉👉👉
Spam komen dipersilahkan👉
KAMU SEDANG MEMBACA
STALKER
Teen FictionKehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya. Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu mengang...