Part 16

7.5K 602 243
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Suara lembut dosen menyapa halus gendang telinga Alana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara lembut dosen menyapa halus gendang telinga Alana. Tiada satu point penting pun yang tersimpan di otak Alana lantaran terlalu sibuk. Sibuk mengipasi wajahnya dengan buku.

Beberapa mahasiswa juga terlihat melakukan hal serupa. Di antara puluhan mahasiswa itu, hanya beberapa orang yang masih terlihat fokus mendengarkan penjelasan dosen.

Cuaca panas mengganggu konsentrasi belajar mereka. Apalagi AC kelas sedang rusak. Lengkap sudah penderitaan mereka.

Alana tampak menyeka keringat di keningnya beberapa kali. Ia berulang kali mengeluh di dalam hati karena merasa masuk ke dalam tempat pemanggangan. Ingin segera keluar dari kelas untuk mencari udara segar.

Senyuman cerah terbit di bibirnya kala kelas berakhir. "Akhirnya selesai juga." Desahnya lega sembari membereskan semua barang di atas meja. Segera berdiri setelah selesai mengamankan buku-buku ke dalam tas.

"Ayo keluar, Na. Gue gak sanggup lagi njirr. Panas banget ruangan ini kek di neraka." Timpal Bulan seraya menggandeng Alana tapi Alana malah menepisnya.

Bulan mengerjap kaget. Terkejut atas reaksi penolakan Alana. "Kenapa Lo nepis tangan gue? Lo marah sama gue?"

Alana tertawa geli melihat ekspresi nelangsa teman baiknya. "Yakali gue marah sama Lo."

"Terus kenapa Lo nepis tangan gue?"

"Lo lupa tangan gue sakit?"

"Oh iya! Lupa." Bulan menepuk jidat gemas. Baru teringat tangan Alana terluka. "Sorry, Na."

"Iya, gapapalah. Asal jangan diulangin lagi. Makin nyut-nyutan nih luka gue gegara Lo pegang." Mengusap pelan sikunya yang terhalang pakaian.

"Iya. Gak lagi kok."

"Oh iya, Lan. Setelah ini kan gak ada kelas lagi. Gimana kalau kita main dulu?" Usul Alana bersemangat.

"Gue gak bisa, Na. Gue sibuk."

"Sibuk ngapain? Emang ada tugas? Tugas apa? Banyak gak tugasnya?" Cerocos Alana penasaran.

"Sibuk ngepoin ayang gue, Na. Gue mau lihat dia sepuasnya hari ini."

Bulan menyengir lebar sedangkan Alana menghela napas panjang. "Lo mau nguntit dia lagi? Astaga, Lan! Gak boleh gitu. Mending Lo samperin aja dia daripada diikutin. Ajak dia kenalan ataupun nyatain perasaan Lo. Kalau Lo ngikutin dia terus, lama kelamaan, dia pasti sadar. Emang Lo gak takut ketahuan sama dia? Gak takut dianggap penguntit sama dia?"

Nasihat Alana ditanggapi cuek oleh lawan bicara. "Tenang aja, Lan. Gak akan ketahuan kok." Mata Bulan tiba-tiba berbinar melihat keberadaan Lucas. "Udah ya. Gue duluan. Bye!!" Berjalan cepat, mengikuti Lucas.

Sementara itu, Alana hanya bisa menggelengkan kepala tak habis pikir melihat tingkah laku Bulan. Stalker sejati.

Menegur pun percuma karena Bulan selalu menulikan telinga. Menceramahi juga percuma karena masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Daripada ambil pusing dengan tingkah Bulan, Alana memilih melupakan. Melanjutkan langkahnya. Menyusuri koridor yang dipenuhi oleh mahasiswa. Melewati ruangan demi ruangan.

Bruk!!!

Alana terjatuh ke belakang cukup keras akibat ditabrak seseorang.

Alana menjerit kesakitan ketika sikunya mendarat lebih dulu di lantai.

Alana sampai meringkuk kesakitan merasakan perih teramat di bagian siku.

"Maaf. Gue gak sengaja."

Alana menggeram kesal mendengar nada datar si pelaku. "Makanya jangan lari di koridor! Lo pikir, kampus ini milik Lo?!" Omelnya kesal.

Kian kesal melihat sikunya kembali berdarah dan mengotori baju barunya. "Gara-gara Lo baju gue jadi kotor nih. Gimana cara gue pulang coba? Bisa-bisa mama gue kaget lihat anaknya pulang berlumuran darah." Omelnya lagi.

Sebuah sapu tangan terulur di depan wajah Alana. "Bersihin dulu pakai ini."

Alana menerimanya. Tak tahan melihat baju kemeja coksunya. dinodai darah. Lalu, membersihkan dengan hati-hati.

"Ayo ikut gue ke rumah sakit biar luka Lo bisa diobatin dokter. Kayaknya luka Lo parah banget."

Alana menatap lawan bicara. Ia terhenyak kaget melihat sosok di depannya. Saking kagetnya, ia sampai melupakan rasa sakit di sikunya. "Lucas?" Gumamnya tanpa sadar.

Lucas meringis pelan melihat darah membasahi kemeja Alana. "Maaf udah buat Lo terluka."

"Kok Lo di sini?!" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya karena mengingat Lucas sudah pergi dari tadi.

Pria berambut pirang itu mengerjap bingung. "Maksudnya?"

Alana mengibaskan tangan pelan. "Lupain aja."

Lucas berdehem pelan. "Jadi, mau ke rumah sakit gak? Tenang aja. Gue yang nanggung semua biayanya."

"Gak usah."

Alana segera berdiri sedangkan Lucas masih setia berjongkok.

"Sebagai ganti rugi, sapu tangan Lo buat gue." Enggan bertemu Lucas hanya untuk sekedar memberikan sapu tangan.

"Oke. Sekali lagi maafin gue."

Alana mengangguk, kemudian melangkah pergi. "Tunggu---" Berpura-pura tuli saat mendengar Lucas berbicara di belakangnya.

Oh ayolah! Alana tidak seberani itu mengikuti salah satu tersangka.

Bagaimana kalau Lucas ternyata stalkernya?

Bukankah Alana akan terjatuh ke dalam bahaya?

Bagaimana kalau Alana diculik?

Bagaimana kalau Alana diperkosa dan dikurung seumur hidup?

Hih, ngeri!!

Bukannya Alana bermaksud berprasangka buruk terhadap Lucas. Akan tetapi, Alana hanya sedang berhati-hati.

Bukankah lebih baik mengantisipasi kejadian lebih awal sebelum kejadian mengerikan menimpanya?!

Bersambung...

12/7/2024

Tembus 150 komen, ku kasih double up💋😗

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang