Part 13

4.8K 451 303
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Klw ada typo, bantu tandain ya✨

Suasana malam itu begitu sepi dan mencekam. Seorang lelaki berambut pirang berjalan seorang diri. Langkah kakinya terdengar samar di keheningan malam.

Di antara ratusan penghuni apartemen, tidak terlihat satu orang pun berkeliaran. Entah masih sibuk beraktivitas di luar atau malah terlalu nyaman berada di dalam ruangan. Benar-benar sepi. Seakan di apartemen itu hanya dirinya lah yang menetap di sana.

Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Mengusir hawa dingin. Ekspresi wajahnya tampak cerah mengingat sosok yang dicintainya.

Langkah kakinya terhenti di depan pintu 404. Tempat tinggalnya. Tempat ternyaman baginya.

Pintu perlahan terbuka. Terdengar suara decitan pintu berbisik menghiasi keheningan malam. Disambut oleh kegelapan dan keheningan mematikan.

Ekspresi wajahnya tampak kembali datar dengan perasaan hampa yang menggelayuti.

Ia bergeming cukup lama di depan pintu lantaran tertampar oleh kenyataan. Bahwa kehidupannya sangat gelap dan suram. Setiap kali kembali, hanya kegelapan dan kesunyian yang menyambutnya.

Menyedihkan, tapi tidak apa-apa. Dia sudah mulai terbiasa. Terbiasa sendirian. Terbiasa didekap kegelapan.

Tak ingin terjebak lebih lama dalam perasaan negatif, ia segera menghidupkan lampu apartemen.

Lampu seketika menerangi seisi apartemen. Menerangi puluhan foto perempuan berambut pendek yang berjejer rapi di dinding. Foto itu dibingkai hati-hati dan penuh kasih.

Sudut bibirnya tertarik ke atas melihat foto-foto tersebut. "Hai, kitten. Hari ini pun, Lo tetap bersinar dalam keramaian."

Dia berlalu pergi ke kamar seraya bersiul pelan. Moodnya kembali membaik setelah menatap foto Alana.

Saat masuk ke kamar, puluhan lukisan terlihat memenuhi dinding kamarnya.

Alana terlihat begitu indah dalam lukisannya. Saking indahnya, ia selalu menatap berulang kali. Tanpa pernah merasa bosan meskipun itu hasil karyanya sendiri.

Ia tersenyum penuh arti. Sementara wajahnya menyiratkan obsesi mendalam saat menatap detail sosok Alana dalam lukisan.

Perasaan ingin memiliki objek dalam lukisan kian menggelayutinya.

Telapak tangan yang sedikit kasar menyentuh wajah Alana di permukaan canvas besar. "Lo milik gue, kitten. Iya 'kan?"

Ia menggigit bibir bawahnya cukup kuat. Menahan hasrat menggelora dalam dada. Menahan hasrat ingin memiliki dan mengurung Alana di sisinya.

"Alana Putri Edelweis. Hanya gue yang boleh milikin Lo!"

Tawa aneh menggema dalam kamar kecil itu. Menciptakan kesan menyeramkan. Andaikan orang lain melihat kelakuannya, sudah pasti ia akan dijebloskan ke rumah sakit jiwa atau diseret ke kantor polisi.

****

Alana melangkah riang. Wajahnya secerah mentari pagi. Senyuman indah terus terpatri di bibir tipisnya.

Beberapa pria sampai mencuri pandang ke arahnya. Terkesima melihat aura Alana pagi ini. Terkesima melihat senyuman manis Alana. Senyuman yang mampu membuat mereka berdebar.

Suasana hati dan aura kebahagiaan yang terpancar dari wajah Alana membuat Bulan menaikkan alis heran.

Bulan bertopang dagu seraya menatap Alana penuh selidik. "Senang banget keknya."

"Iya, Lan. Gue senang banget. Senang banget bisa menghabiskan waktu bersama papa gue. Tadi pagi kami juga sarapan bareng hehe." Ceritanya penuh semangat. Alasan lain Alana begitu bahagia adalah terbebas dari stalker. Sosok itu tidak memasuki mimpinya tadi malam.

"Karena itu doang?"

Alana memukul lengan Bulan gemas. "Karena itu doang Lo bilang? Itu berharga banget bagi gue loh."

"Berharga banget? Gue kok malah kebalikan dari Lo ya? Gue malah kesal kalau papa pulang. Gue bahkan berharap papa sibuk terus."

Alana seketika terdiam mengingat sosok ayah Bulan. Sangat tegas dan perfeksionis.

Ayah Bulan selalu menuntut Bulan menjadi terbaik di antara yang terbaik.

Sering mengomel, marah, dan mengabaikan Bulan kalau tidak sesuai ekspetasi.

Intinya, sifat ayah Bulan sangat berbeda dengan sifat ayah Alana.

"Btw, ada tugas gak?" Alana segera mengalihkan pembicaraan.

"Gak ada."

"Na--"

"Teman-teman, mohon perhatiannya sebentar." Interupsi Ria. Menghentikan obrolan Alana dan Bulan.

"Kelas pagi ini dipindahkan ke jam empat sore karena ibu ada kesibukan yang gak bisa ditunda."

Alana mendesah kecewa sedangkan Bulan bersorak senang. Beberapa di antaranya juga menunjukkan reaksi serupa seperti Bulan.

"Oh iya, Lan. Ke gedung FEB yuk. Gue kangen Lucas hehe."

"Ogah, Lan. Mending gue pulang."

"Ayolah! Main ke sana yuk. Nanggung banget loh kalau pulang sekarang. Jam 10 kan kita ada kuliah lagi."

"Gak. Gue mau ke perpustakaan aja. Mending ngadem di sana daripada nguntit orang."

"Lanaaaa! Ayolah!! Temenin gue. Gue malu pergi sendirian." Rengek Bulan seraya menggoyangkan lengan Alana manja.

"Ihh, merepotkan aja Lo." Meski bilang begitu, Alana tetap menemani Bulan ke gedung fakultas ekonomi dan bisnis.

Saat tiba di tempat tujuan, Alana merasa tersesat ke dunia lain.

Outfit anak-anak fakultas itu sangat berkelas. Barang-barang yang dipakai juga kebanyakan branded. Dandanan mereka pun sudah seperti para pengusaha muda.

Alana tertawa resah melihat blouse hijau lumut dan celana kain berwarna hitam yang dia kenakan. Terlalu sederhana.

"Emang Lo yakin Lucas ada di sini? Siapa tahu dia gak ada kelas."

"Hasil dari pengamatan gue selama ini menemukan kalau Lucas suka datang pagi setiap hari. Dia suka duduk di taman sambil baca buku. Nah-- itu dia. Lihat tuh. Dia sedang baca buku dengan wajah serius. Ughh, tampan banget sih dia. Saat baca buku aja mempesona."

Alana menggelengkan kepala heran melihat tingkah Bulan. Sudah seperti stalker sejati.

Sebentar!

Kenapa orang di sekeliling Alana dipenuhi orang tak normal?

"Tau gak Lan? Menguntit orang itu termasuk salah satu bentuk kejahatan?"

Bulan memutar bola mata malas. "Udahlah, Na. Mending Lo pulang aja deh daripada ceramahin gue terus. Gue juga tau kalau gue sebenarnya gak boleh kek gini, tapi untuk saat ini gue gak punya pilihan. Gue belum punya keberanian ngajak dia bicara langsung. Nanti kalau gue udah punya kesempatan buat dekat sama dia, gue pasti gak akan kayak gini lagi."

Apa semua stalker berpikir seperti Bulan?

Mencari pembenaran saat disalahkan?

Mencari alasan dan tak ingin disudutkan?

Ah, sudahlah. Ribet!

Padahal menurut Alana ... Kalau suka itu harusnya deketin, ajak kenalan, pdkt-an, dan nyatain perasaan.

Diterima? Bersyukur.

Gak diterima? Sadar diri dan move on.

Sesederhana itu!

Bersambung...

Tembus 100 vote dan 150 komen, ku kasih double up💋

firza532

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang