Kehidupan tenang Alana perlahan terganggu oleh kehadiran seorang stalker. Membayangi kehidupannya siang dan malam. Menjajah mimpi-mimpinya. Menanamkan keresahan di setiap langkahnya.
Siapakah pria yang menjadi stalkernya? Apa alasan pria itu menggan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana malam itu begitu sepi dan mencekam. Seorang lelaki berambut pirang berjalan seorang diri. Langkah kakinya terdengar samar di keheningan malam.
Di antara ratusan penghuni apartemen, tidak terlihat satu orang pun berkeliaran.
Entah masih sibuk beraktivitas di luar atau malah terlalu nyaman berada di dalam ruangan. Benar-benar sepi. Seakan di apartemen itu hanya dirinya lah yang menetap di sana.
Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Mengusir hawa dingin. Ekspresi wajahnya tampak cerah mengingat sosok yang dicintainya.
Langkah kakinya terhenti di depan pintu 404. Tempat tinggalnya. Tempat ternyaman baginya.
Pintu perlahan terbuka. Terdengar suara decitan pintu berbisik menghiasi keheningan malam. Disambut oleh kegelapan dan keheningan mematikan.
Ekspresi wajahnya tampak kembali datar dengan perasaan hampa yang menggelayuti.
Ia bergeming cukup lama di depan pintu lantaran tertampar oleh kenyataan. Bahwa kehidupannya sangat gelap dan suram.
Setiap kali kembali, hanya kegelapan dan kesunyian yang menyambutnya.
Menyedihkan, tapi tidak apa-apa. Dia sudah mulai terbiasa. Terbiasa sendirian. Terbiasa didekap kegelapan.
Tak ingin terjebak lebih lama dalam perasaan negatif, ia segera menghidupkan lampu apartemen.
Lampu seketika menerangi seisi apartemen. Menerangi puluhan foto perempuan berambut pendek yang berjejer rapi di dinding. Foto itu dibingkai hati-hati dan penuh kasih.
Sudut bibirnya tertarik ke atas melihat foto-foto tersebut. "Hai, kitten. Hari ini pun, Lo tetap bersinar dalam keramaian."
Dia berlalu pergi ke kamar seraya bersiul pelan. Moodnya kembali membaik setelah menatap foto Alana.
Saat masuk ke kamar, puluhan lukisan terlihat memenuhi dinding kamarnya.
Alana terlihat begitu indah dalam lukisannya. Saking indahnya, ia selalu menatap berulang kali. Tanpa pernah merasa bosan meskipun itu hasil karyanya sendiri.
Ia tersenyum penuh arti. Sementara wajahnya menyiratkan obsesi mendalam saat menatap detail sosok Alana dalam lukisan.
Perasaan ingin memiliki objek dalam lukisan kian menggelayutinya.
Telapak tangan yang sedikit kasar menyentuh wajah Alana di permukaan canvas besar. "Lo milik gue, kitten. Iya 'kan?"
Ia menggigit bibir bawahnya cukup kuat. Menahan hasrat menggelora dalam dada. Menahan hasrat ingin memiliki dan mengurung Alana di sisinya.
"Alana Putri Edelweis. Hanya gue yang boleh milikin Lo!"
Tawa aneh menggema dalam kamar kecil itu. Menciptakan kesan menyeramkan.