Perjalanan yang begitu tenang, hanya terdengar suara binatang malam di hutan, serta langkah kaki kuda yang berlari cukup cepat. Membelah kesunyian, lalu meninggalkan tempat gaduh sepanjang jalan menjadi sepi yang mencekam. Perjalanan panjang, masih tersisa cukup banyak waktu guna mencapai Ibu Kota.
Duke Montpensier tidak gentar, sebagai seorang pejuang garis depan pada masa peperangan yang sengit dia jelas sangat berani. Wajah tampannya pernah menjadi pesona mematikan di medan pertempuran, serta keberanian yang berkobar layaknya nyala api abadi ruang doa pada kuil Dewi Psyche.
Tidak jauh dari sang Duke dan kuda andalannya, kuda lain yang ditunggangi oleh ksatria juga terlihat mengawal perjalanan dengan sangat hati-hati. Ksatria itu memerhatikan sekitar, mengawasi setiap jengkal hutan dan jalanan sepi.
Tentu saja dia melakukan itu agar keselamatan sang junjungan terjaga, takutnya ada musuh tak terduga yang menjadi penghalang perjalanan mendadak tersebut.
"Tuan, sepertinya ada rombongan lain di depan sana. Saya merasakan hawa kehadiran beberapa orang."
Laporan dari sang ksatria berhasil menarik perhatian Duke, dia menarik kekang kuda, dan dengan cepat laju kaki sang kuda tidak ada lagi. Berhenti, menunggu hadirnya orang yang dimaksud oleh sang ksatria.
"Berapa jauh lagi?" Duke melepas tudung kepalanya, memberi perhatian penuh pada sekitar.
"Tidak akan lama lagi, Tuan."
Tidak berapa lama suara kaki kuda yang tengah melaju terdengar ribut. Beruntung saja cahaya bulan sedang terang, dan masih bisa melihat berkat cahaya remang.
Ksatria yang mengawal perjalanan Duke menarik pedang dari sarungnya, matanya tajam menatap ke arah depan dengan sempurna.
Pada saat ini Duke cukup paham, walau tak mendapat tanda ancaman atau aura membunuh dari orang yang mendekat, tapi seorang ksatria harus selalu siap sedia dalam kondisi bertahan lalu menyerang.
"Ayah?"
Suara yang tak asing terdengar, dengan cara demikian Duke mengangkat tangan, memberikan isyarat pada ksatria untuk tidak waspada.
"Matthias, apa yang kau lakukan di sini?" Duke menghela napas, merasa bingung kenapa dua anak yang dia tinggalkan di kastil Ibu kota malah melakukan perjalanan menuju Linion.
Setelah cahaya menerangi dengan sempurna, Duke langsung turun dari kuda dan menghampiri putra keduanya. Ia melihat dengan jelas, Matthias menghentikan rombongan yang terdiri dari tujuh orang.
"Bukankah kau seharusnya ada di Ibu Kota?" Duke menyipitkan mata, pertanda dia sedikit jengkel pada keadaan saat ini.
"Luisa kabur dari kastil, dia menghilang dan mengatakan hal aneh. Apa Ayah bertemu dengannya saat perjalanan? Dia mengatakan ingin menghentikan pernikahan, aku berpikir dia pasti meminta Ayah untuk melakukan itu dan pergi ke Linion."
Dengan jelas Duke bisa melihat wajah panik putranya. "Ya, Ayah bertemu dengan adikmu. Apa yang kau lakukan di sini juga sia-sia, dan segera kembali bersama Ayah ke Ibu Kota."
"Tapi, bagaimana dengan Luisa? Dia akan menikah tiga hari lagi, Ayah."
Lagi dan lagi, Matthias menjadi panik. Duke hanya bisa menghela napas, jika begini dia harus memberikan penjelasan yang panjang pada putranya itu.
Jelas Duke tak ingin, bagaimana pun dia juga dikejar oleh waktu. Tidak sekarang, tak ada waktu untuk menunda perjalanan ke Ibu Kota.
"Ayah?"
"Matthias, sebaiknya kita segera kembali. Ayah harus bertemu Yang Mulia Kaisar besok, dan ini situasi penting."
"Ayah ... apa Ayah akan mengajukan pembatalan pernikahan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/371300373-288-k746065.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's daughter's revision
FantasySeorang penulis mati karena kecelakaan, tapi sungguh sial karena jiwanya merasuki salah satu karakter antagonis di novelnya sendiri. Novel dengan penggemar paling banyak, dan novel yang akan membuatnya mengalami kematian kedua. Karena tidak ingin m...