Setelah kepergian Luisa dari vila, seorang pria keluar dari balik bayang-bayang malam yang gelap. Ia terlihat menghela napas, dan bibirnya menyunggingkan senyum kecil.
Sungguh tidak terduga, setelah mengawasi cukup lama dari gubuk kecil, akhirnya membuahkan hasil.
Tak ia sangka bangsawan kelas atas seperti Luisa benar-benar nekat pergi di tengah malam, apalagi dalam keadaan hujan yang begitu deras.
Yah, mungkin orang memang bisa memiliki keberanian seperti itu jika sedang terjepit pada situasi yang sulit. Cukup mengagumkan, sekaligus sangat menegangkan.
"Yang Mulia Grand Duke, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Dia pergi ke utara, dan tempat terdekat yang dituju sudah pasti Desa Vernox."
"Bagaimana Anda bisa yakin, Yang Mulia?"
Grand Duke yang mendapat pertanyaan seperti itu diam, ia lantas melirik bawahannya. "Hanya insting saja. Sebaiknya kita menyusul, aku penasaran dengan semua yang akan dia lakukan."
Pemikiran Grand Duke bukan tanpa alasan yang jelas, ia cukup tahu jika Desa Vernox memiliki banyak hal menarik. Luisa yang pergi tanpa membawa apa pun selain uang, pastinya memerlukan tempat untuk berbelanja dan mencari keperluan. Kondisi wanita itu mendesak, membuat pilihan selain Desa Vernox adalah hal bodoh, dan dirinya begitu yakin Luisa bukan orang berpikir pendek.
"Tapi, Yang Mulia, sekarang hujan begitu deras. Kita sudah ada di gubuk ini juga cukup lama. Saya rasa, sebaiknya kit-"
"Apa pria lebih lemah dari wanita?" Grand Duke menghela napas kala ucapan itu sudah sukses keluar dari bibirnya. Ia menatap sambil bersedekap, dan melirik satu per satu tiga orang di sekitarnya. "Lucu sekali takut pada air hujan. Kalian pria, atau hanya seekor tikus jantan?"
Lontaran kalimat dari Grand Duke tak bisa dijawab oleh para pengawalnya, mereka sudah sadar akan dibanding-bandingkan dengan Luisa.
Seorang wanita bangsawan, yang dianggap lemah dengan semua keanggunan, selalu diibaratkan seperti kaca tipis yang mudah retak, dan berbagai macam kerapuhan dari seorang wanita bangsawan.
Wajah mereka akan tercoreng dengan sangat sempurna jika sampai kalah dari tekad Luisa, bukan?
"Hum ... tapi, saya sempat mendengar rumor yang aneh tentang Lady Luisa."
Ungkapan itu seketika membuat semua orang diam, sampai Grand Duke menatap jeli orang yang mengucapkannya.
"Salah satu pelayan yang bekerja di kastil Duke Montpensier. Dari rumor yang dia sebutkan, hubungan Lady Luisa dan kedua saudaranya agak menyimpang."
"Tidak mungkin," ujar yang lain.
"Pelayan itu cukup berani mengatakan banyak hal, mungkin dia mendapatkan perlakuan buruk dan mulutnya menjadi gatal menyebarkan rahasia."
Lagi dan lagi Grand Duke menghela napas. "Apa kita perlu mengadakan pesta minum teh dan bergosip dengan sangat indah serta anggun seperti sekelompok wanita sekarang ini, Sir Nerias?"
Satu kali tarikan napas, dan semua kalimat terucap dengan sempurna. Hal itu berhasil memberikan ancaman bagi para bawahan, dan mereka hanya bisa merasakan kengerian yang tidak berujung.
Grand Duke tidak menyukai sikap mereka.
Hanya itu saja yang bisa disimpulkan para ksatria, mereka tidak banyak bicara, dan langsung menunduk hormat guna memohon ampunan.
"Kita berangkat!" Grand Duke menaiki kudanya, ia menutup bagian kepala dengan tudung hitam yang langsung berfungsi menjadi jubah pada bahagia tubuhnya.
"Baik, Yang Mulia."
Mereka semua akhirnya berangkat, menuju ke arah pelarian Luisa.
'Ternyata, dia lebih cantik dan menarik jika dilihat secara langsung.' Grand Duke mengulas senyum, tak menyangka jika hanya dari cahaya remang bisa melihat jelas wujud cantik Luisa Montpensier.
Pria itu menjadi tak sabar sendiri, ada banyak hal yang membuat Luisa semakin menarik. Kabar jika wanita itu begitu gila langsung hangus dalam otaknya, Luisa yang terlihat normal membuatnya semakin bertanya-tanya. Kegilaan macam apa yang dilakukan Luisa Montpensier?
••••
Setelah cukup lama, akhirnya perjalanan ke Desa Vernox berakhir. Mereka sudah tiba, lalu menyewa penginapan yang sama dengan Luisa.
Tidak banyak bicara, Grand Duke langsung menyewa kamar yang nyaman untuknya. Ketiga pengawalnya juga melakukan hal yang sama, dan mereka merasa beruntung karena Luisa tak sadar jika diikuti.
Grand Duke mengganti pakaian, ia kemudian duduk sambil menatap jendela. Hujan yang turun tidak begitu deras, sudah berubah menjadi gerimis, dan suara guntur serta sambaran petir juga tak muncul lagi.
Sekarang, ia hanya bisa mengagumi Luisa. Bagaimana bisa Luisa begitu berani? Wanita yang sungguh unik itu tak bisa ia remehkan begitu saja.
Grand Duke yang merasa lelah lantas berbaring di kasurnya, ia merasa hangat menerjang karena perapian menyala dengan baik. Berangkat di tengah malam, lalu tiba pada dua jam setelah menempuh perjalanan.
Sungguh konyol!
Hanya karena penasaran ia malah mengikuti seorang wanita dalam cuaca yang buruk, mengejar wanita yang kabur pada tengah malam seperti pencuri.
Ia juga sedikit merasa cemas akan keselamatan Luisa, mengira bisa saja wanita itu mengalami hal buruk saat perjalanan. Misalnya perampokan, atau bahkan Luisa yang kelelahan akan pingsan di perjalanan.
"Aku sudah gila. Bisa-bisanya mengejar wanita itu tanpa pikir panjang. Apa yang menarik? Ini tugas yang bisa saja aku tolak, tapi aku menerima tugas dari Kaisar tanpa pikir panjang."
Grand Duke kembali duduk, ia memijat kepalanya. "Kenapa aku bertindak seperti orang gila?"
Banyaknya pikiran yang ia tanggung membuat mata enggan terpejam, menjadi siksaan tersendiri karena hati yang gundah.
"Apa dia akan baik-baik saja? Tubuh wanita berbeda dengan pria. Apa dia tidak sakit setelah pergi dengan guyuran hujan? Tunggu ... kenapa aku khawatir? Tidak ada yang mati hanya karena demam."
Pria itu resah tanpa sebab, ia benar-benar tak memahami diri sendiri.
"Sial! Kenapa aku seperti orang yang sangat terobsesi pada Luisa? Apa wanita itu penyihir? Kenapa aku seperti terpikat?"
Pada saat ia sadar telah bicara sendiri, dengan cepat pula pria itu membungkam bibirnya dengan tangan.
'Aku bicara sendiri. Apa aku benar-benar gila?'
Dan saat ia sadar jika bibir tak bicara maka otak yang bicara, ia pun langsung menarik rambut keemasannya dengan gusar.
"Ahhh ... ini menjengkelkan!"
Grand Duke yang terkenal dengan sikap tenang, malah menjadi sangat berantakan hanya karena seorang wanita asing. Ia yang bisa mengendalikan diri pada semua wanita selama ini, hanya karena wajah satu orang menjadi begitu berambisi.
Tunangan kakaknya sendiri, wanita yang akan menjadi Permaisuri, dan putri dari keluarga Duke Montpensier yang terkenal dikalangan sosialita Ibu Kota.
"Tunggu ... apa aku, tertarik pada wanita itu? Hanya dengan wajahnya? Hah, yang benar saja?"
Dari posisi duduk, lalu berbaring. Kemudian berbaring, duduk, dan berdiri. Sekarang ia malah mondar-mandir di depan perapian.
"Kamarnya ada di sebelahku," ujar Grand Duke yang sudah menghentikan langkah di depan pintu.
"Apa aku harus menemuinya? Tapi, alasan apa yang aku gunakan jika dia bertanya tentang maksud kunjungan tersebut?"
Pada akhirnya Grand Duke malang itu kembali berbaring di kasurnya, ia telentang, menatap langit-langit ruangan. "Bodoh sekali. Hanya karena wanita aku jadi begini. Apa hebatnya Luisa Montpensier?"
Jika dipikir lagi, dia juga tak bisa menjawab semua hal yang ada di otaknya. Bertindak gegabah seperti ini membuat batin Grand Duke muda tersebut tak tenang, ia hanya terus memikirkan Luisa Montpensier.
"Sudah terlanjur seperti ini, aku tak bisa mundur lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's daughter's revision
FantasySeorang penulis mati karena kecelakaan, tapi sungguh sial karena jiwanya merasuki salah satu karakter antagonis di novelnya sendiri. Novel dengan penggemar paling banyak, dan novel yang akan membuatnya mengalami kematian kedua. Karena tidak ingin m...