LUAPAN KEBENCIAN

741 74 11
                                    


Luisa Montpensier, wanita yang kini hanya bisa merenung dalam diam karena terkurung. Ia benar-benar merasakan tekanan, baik dari fisik atau pun mentalnya. Putra Mahkota selalu mengunjunginya, mengajaknya membicarakan banyak hal. Pria itu selalu saja bersikap lembut padanya, mengucapkan kata-kata cinta yang dalam, lalu melakukan banyak tindakan yang manis.

Dalam hatinya Luisa tidak senang, tapi ia harus tersenyum agar pria itu perlahan percaya kepadanya. Meminta bantuan kepada putri Duke Cranberry juga belum membuahkan hasil, wanita itu selalu diawasi dengan ketat oleh orang-orang di sekitarnya.

Luisa melirik ke arah jendela, musim dingin yang semakin lama membuat hatinya perlahan membeku. Rasa rindu pada ayah dan saudaranya, rasa cinta yang berat kepada Grand Duke. Apa yang harus ia perbuat sekarang?

Tok ...
Tok ...
Tok ...

Suara ketukan pintu membuat lamunan Luisa buyar, dengan cepat wanita tersebut mengatur raut wajahnya yang muram, dan meminta seseorang di luar sana untuk segera masuk.

Ceklek ...

“Luisa, aku datang. Bagaimana kabarmu hari ini?” Putra Mahkota tersenyum, tangannya memegang setangkai bunga, dan ia menutup pintu setelah menyapa Luisa. “Aku baru saja selesai dengan beberapa rapat, dan menemukan bunga cantik untukmu di taman. Aku harap kau menyukainya.”

Luisa menatap bunga itu, ia tersenyum lembut. Bunga tulip berwarna putih, sangat cantik.

“Apa kau tidak menyukainya?”

“Aku menyukainya,” balas Luisa. Ia meraih bunga itu dari tangan Putra Mahkota, lalu mencium aromanya sambil menutup mata. Hatinya terasa sakit, ia meraung dengan tangisan paling pilu di dalam sana.

“Hei, kau tampak tidak baik-baik saja. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Luisa terbungkam, wajahnya yang tadi terlihat penuh dengan kebahagiaan mendadak berubah muram lagi. Ia lelah, ia ingin keluar.

“Luisa?” Wajah Putra Mahkota panik.

“Yang Mulia, bisakah Anda melepaskan saya?”

Deg!

“Saya mohon, saya tidak ingin terkurung seperti ini. Saya ingin pulang, saya merindukan Ayah saya, merindukan Matthias, Merindukan Leonite. Lalu ... saya ... saya tidak lagi mencintai Anda, Yang Mulia. Saya mencintai Lauren, saya ingin bersamanya, saya merasa sangat tersiksa.”

Wajah Putra Mahkota memucat, ia tak bisa berucap apa pun. Tangannya terkepal erat, dalam hatinya ia selalu bertanya apa yang harus dilakukan agar Luisa hanya melihatnya saja? Apa dia harus melenyapkan Lauren? Tapi, Lauren adalah adiknya. Hanya saja, jika Lauren masih ada, ia tidak akan bisa bersama Luisa, wanita yang sangat dicintai dan diinginkan olehnya.

“Kenapa Anda tiba-tiba saja menginginkan saya, Yang Mulia. Apa yang Anda pikirkan? Kenapa ... kenapa Anda melakukan hal ini?” Suara Luisa bergetar, ia menatap nanar pria di depannya. “Apa artinya Anda mengurung saya seperti ini? Raga saya memang bersama Anda, tapi ... tapi hatinya tidak di sini.”

Putra Mahkota menghela napas panjang, ia lantas tersenyum. “Luisa, kau sedang lelah. Istirahatlah, aku akan keluar. Maaf mengganggumu, aku tak tahu kau begitu lelah hari ini. Ah, ya, aku akan datang makan malam bersama seperti biasa. Apa kau punya makanan yang kau inginkan malam ini? Aku akan meminta koki untuk membuatkan untukmu.”

Luisa kehabisan kata, ia tak bisa meneruskan keluh kesahnya lagi.

“Baiklah, aku keluar. Istirahatlah, aku mencintaimu.” Putra Mahkota mengecup kening Luisa, ia lantas berbalik setelah melakukan hal itu. Pria itu menelan mentah-mentah kenyataan yang baru saja ia dengar, berusaha melupakan, menganggap semua itu hanya bunga tidur. Ia tidak mendengar apa pun dari Luisa hari ini, ia hanya mendengar Luisa yang mengeluh sedang sakit dan merindukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Duke's daughter's revisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang