Beberapa jam berlalu, sekarang juga sudah menunjukkan pukul empat sore. Penginapan yang pada pagi hari mulai sepi, mendapatkan kunjungan dari orang-orang yang singgah karena lelah. Desa yang begitu strategis, dan menjadi pusat pertukaran informasi paling mudah.
Di dalam kamar, Grand Duke menatap ke arah bawahannya. Baru saja tiba dari perjalanan keluar, memeriksa beberapa hal, dan mencarikan pesanan seorang wanita.
“Jadi?” Grand Duke mengisap rokoknya, ia duduk manis di depan perapian.
“Saya sudah mendapatkan barang-barang yang Lady Luisa perlukan dari penyihir itu.”
“Hum ... apa dia masih tampak sakit?” Sejujurnya ia merasa khawatir. Bagaimana pun hujan saat itu tak bisa diremehkan, apalagi perjalanan mereka memakan waktu yang cukup lama.
“Wajahnya sudah lebih cerah, Yang Mulia.”
Mendengar laporan sang bawahan, ada rasa lega. Setidaknya wanita itu sudah lebih sehat, dan mungkin besok pagi atau pun malam ini akan meninggalkan penginapan. Yah, semoga saja otaknya normal dan bisa mengambil waktu jeda yang lama.
“Yang Mulia, apa yang akan Anda lakukan setelah ini?”
“Mengawasinya. Memangnya apa lagi?” Grand Duke tersenyum, ia juga tak tahu harus melakukan apa dengan wanita itu. Tidak mungkin memaksanya untuk ikut ke kastil dan memenjarakan di sana atas dasar keamanan, bukan?
Luisa jelas akan menolak kesepakatan seperti itu. Wanita yang bahkan keluar rumah tanpa membawa pengawal, pelayan, dan kereta. Jelas sekali wanita itu bukan seperti wanita pada umumnya.
Dirinya sendiri tak pernah melakukan pendekatan pada wanita, misi seperti mendekati dan harus berinteraksi itu sangat mustahil terjadi padanya. Apa dia perlu bertanya pada saudaranya, Putra Mahkota?
“Yang Mulia, apa perintah Anda selanjutnya?”
Grand Duke yang merenung menatap bawahannya, ia menimbang apa yang akan diperintahkan. Tapi, secara kebetulan otaknya berfungsi dengan tidak baik.
“Yang Mulia?”
“Apa kau tahu bagaimana cara mendekati seorang wanita?”
Hanya ada tampang kebingungan, sang bawahan saja syok karena pertanyaan yang tidak biasa darinya.
“Aku hanya ingin mencoba mendekati Lady Luisa sebagai seorang pria. Ya ... maksudku, aku ingin menarik perhatiannya. Tapi, itu semata-mata untuk mendekati saja dan tidak ada niat untuk hal lebih jauh lagi.”
Wajah Grand Duke memerah, merasa malu. Dia menanyakan hal yang benar-benar konyol, mendadak otaknya harus diganti dengan yang baru.
“Yang Mulia, saya bingung harus memberikan saran seperti apa. Anda sangat tampan, tanpa berusaha mendekati seorang wanita, Anda akan mendapatkannya.”
Itulah yang jadi masalah! Karena selama ini hanya wanita yang berinisiatif untuk dekat dengannya. Tapi sekali lagi, yang ingin ia dekati itu Luisa Montpensier. Bukan wanita biasa, dan bukan wanita yang dengan suka rela melihat wajah tampannya.
Wanita itu hanya akan bergerak jika pria menarik di matanya, tapi juga sialnya hanya satu pria yang pernah dikejar tunggang langgang oleh putri Duke itu.
“Maaf jika saran saya agak konyol, Yang Mulia. Tapi, saya rasa memamerkan wajah tampan Anda terlebih dahulu adalah hal paling masuk akal. Dulu, Putra Mahkota bisa dikejar oleh Lady Luisa jelas karena wajah tampannya.”
“Haruskah? Aku tebar pesona pada Lady Luisa?” Grand Duke membayangkan.
Dirinya sedang menunggangi kuda, dan melewati Luisa Montpensier yang tengah dicegat oleh penjahat. Bertarung dengan elegan, lalu secara ajaib Luisa menganggapnya sebagai penyelamat.
Masalahnya, apa ada pertarungan dengan gaya elegan? Itu bukan solusi, tapi mencari masalah dengan sangat praktis.
“Bagaimana, Yang Mulia?”
Lamunan itu terhenti. “Itu konyol. Dia bukan wanita biasa, dan harus menggunakan metode lainnya.”
Mendengar penuturan Grand Duke, sang bawahan kembali berpikir. Grand Duke melihat jika ada banyak ide, tapi tentunya sedang disaring dengan baik oleh bawahannya.
“Yang Mulia, kenapa Anda tidak langsung pada intinya saja? Lady Luisa bukan orang yang suka bertele-tele, saya yakin jika Anda mengatakan dengan jelas tujuan Anda, maka semuanya akan berjalan lebih baik. Ada tipe wanita yang memilih pria berani, ada juga tipe wanita yang selalu ingin dikejar-kejar. Untuk Lady Luisa, terlihat jelas jika dia menghargai orang yang datang secara langsung.”
Benar juga. Tapi, tetap saja rasanya tidak sopan. Ia hanya tak tahu harus memulai semuanya dari mana, tak berani mengambil keputusan dalam hal pendekatan.
Ini seperti sebuah perang dingin, jika dia salah maka semuanya pecah. Hah ... apa benar dirinya memang harus mendekati Luisa Montpensier sebagai seorang sekutu?
Grand Duke yang sadar jika sikapnya tidak seperti biasa pun merasa pusing, ia berpikir dan terus berpikir kenapa harus menggunakan banyak cara. Memang seharusnya datang secara langsung, membicarakan banyak hal, lalu membuat kesepakatan dengan baik.
“Yang Mulia?”
“Hah ...” Grand Duke menghela napas agak panjang, mata terpejam beberapa detik, lalu kembali terbuka. “... yah, aku memang harus mendekati dengan pasti. Pergilah, aku akan menemuinya setelah bersiap.”
“Baik, Yang Mulia.”
Orang itu pun keluar dari kamar, meninggalkannya dalam sunyi. Seharusnya ia merasa semakin tenang, dan bisa bersikap dengan wajar. Tapi, dia malah meletakkan kepalanya di atas meja, menatap ke arah pintu sambil terus berpikir.
“Apa dia benar-benar mau bicara denganku?”
Rasanya memang aneh, jantungnya berdegup tak karuan. Dia seperti seseorang yang akan segera menghadapi malaikat kematian, lebih parah dari itu sudah memprediksi untuk masuk neraka.
“Wanita cantik memang sulit di dekati, tapi aku punya wajah tampan. Apa yang harus aku takutkan?”
Grand Duke mendadak mempunyai kepercayaan diri, ia lantas berdiri, lalu dengan cepat menuju pintu, dan keluar. Kakinya terus saja dipacu, kemudian berhenti tepat di depan pintu kamar Luisa.
Suasana lorong penginapan lantai dua yang sepi, suara berisik dari lantai bawah juga sedikit. Mungkin, orang-orang tengah menikmati waktu sore saat ini. Jadi jelas saja ia bisa mengunjungi Luisa dengan aman.
Ditariknya napas, sejurus dengan embusan napas pun ia mengetuk pintu. Hatinya kian bergetar, kekhawatiran pun semakin mencekik.
Apa yang harus diucapkan saat pertama mereka bertatap muka? Apa tidak aneh baginya mengetuk pintu kamar wanita? Tapi, jika ia terus berpikir tanpa ada tindakan, maka semua usahanya dalam beberapa hari akan sia-sia.
‘Dia akan datang ... langkah kakinya yang halus mendekati pintu. Ya, aku bisa mendengar dengan jelas.’
Grand Duke menelan ludah, berharap Luisa tak langsung menutup pintu saat melihatnya.
‘Satu detik ... dua detik ... tiga detik ....’
Pria itu benar-benar gugup, menghitung detik demi detik yang terbuang seiring penantiannya sendiri.
‘Lima detik ... enam det-’
Pintu yang sejak lama ia tunggu akhirnya terbuka, pada saat itu pula napasnya bagai tercekat. Bertatapan dengan Luisa Montpensier secara langsung, menghirup wangi tubuh yang menguar dari wanita tersebut.
Sungguh keindahan macam apa yang ia lihat? Kenapa Putra Mahkota sanggup menahan hatinya selama ini?
Banyak sekali pertanyaan yang berputar, membuat Grand Duke menjadi lumpuh seketika. Kecantikan yang sangat kontras, iris mata amber menggoda, bibir sedikit berisi dengan warna merah muda, kulit yang putih mulus.
Hanya saja ...
“Tuan, ada apa?”
Ah, sial! Fokusnya dalam mengamati wanita tersebut pecah. Ia hanya bisa bersikap canggung, kemudian berharap Luisa tidak menganggap dirinya aneh.
“Apa kita bisa bicara?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's daughter's revision
FantasySeorang penulis mati karena kecelakaan, tapi sungguh sial karena jiwanya merasuki salah satu karakter antagonis di novelnya sendiri. Novel dengan penggemar paling banyak, dan novel yang akan membuatnya mengalami kematian kedua. Karena tidak ingin m...