KOMPLOTAN PUTRA MAHKOTA

2.2K 143 10
                                    

Duke Montpensier sedang berada di istana Putra Mahkota, mereka mengadakan pertemuan hari ini, membahas tentang dukungan politik yang diberikan kepada calon penguasa itu. 

Sejak menginjakkan kaki di istana itu, wajah Duke Montpensier terlihat masam. Ia tidak menerima dengan lapang dada kala Putra Mahkota masih menganggap dirinya sebagai calon mertua. Hanya saja, ia juga tidak dapat menyangkal jika pria itu masih bertunangan dengan putrinya.

Wajah tebal pria muda tersebut membuat darahnya mendidih. Andai saja putrinya tidak mengenal pria itu, andai saja dulu ia lebih tegas dan menolak permintaan anak perempuannya.

Terlalu banyak kata ‘andai’ dalam masalah hidupnya sekarang, sayangnya kata itu juga tidak bisa mengubah apa pun. Rasa marah saat melihat putrinya putus asa, perasaan cinta dan kasih sayangnya menjadi kekecewaan tiada tara bagi Putra Mahkota.

Pria paruh baya itu menatap taman istana, ia membakar cerutu guna melepas rasa jengkel. Kebetulan saja Putra Mahkota belum tiba, dan mereka bisa bersantai sejenak di luar ruangan.

“Paduka Duke Montpensier, bagaimana kabar pencarian Tuan Putri?” Suara Marquess Troya memecah kesunyian. Ia menatap Duke Montpensier yang terlihat tidak baik-baik saja.

Pertanyaan Marquess Troya membuat Duke langsung melirik, pria itu lantas mengembuskan asap dari mulut dan hidungnya. “Masih dalam pencarian, apa Anda punya informasi?”

Marquess Troya menggeleng, lalu menghampiri Duke Montpensier. “Saya akan segera menghubungi Anda jika menemukan informasi. Saya juga yakin, Yang Mulia tidak akan membiarkan Tuan Putri terlalu lama menghilang.”

Lontaran kalimat dari Marquess Troya hanya dihadiahi anggukan kepala saja, Duke Montpensier tak ingin banyak bicara, dan ia memilih kembali diam. Tatapannya masih terpaku pada taman istana, memikirkan putrinya yang hilang pada malam hujan badai saat itu.

Karena kejadian tersebut, Leonite dan Matthias melakukan perang dingin. Leonite dianggap bersalah oleh Matthias, dan Leonite juga mengakui jika dirinya lalai. Tidak ada yang bisa menghentikan perang dingin tersebut, suasana kastil Montpensier yang biasanya hangat menjadi begitu suram.

Pada awalnya dia juga marah pada putra sulungnya, tapi, sekali lagi Duke Montpensier berpikir rasional. Luisa bukan gadis yang bodoh, ia bisa menjamin keselamatannya sendiri, dan Duke pun percaya jika sang anak bisa bertahan dengan baik.

Andai saja Luisa mengirim sepucuk surat, ia akan menjadi lebih tenang. Sepertinya Luisa bersembunyi begitu rapat, dan tidak ada celah yang bisa ia gali.

Hah, mempunyai anak perempuan memang sesuatu yang sangat merepotkan. Tapi, ia juga tak bisa memungkiri jika Luisa, putri tercintanya, adalah seorang anak yang sangat berbakti.

Lupakan saja masalah itu, saat ini ia hanya bisa menghadiri pertemuan dengan para pendukung Putra Mahkota. Entah bagaimana pertemuan mendadak itu bisa diadakan, yang ia terima hanya sebuah surat berisi perintah.

“Saya mendengar rumor beberapa hari ini di pergaulan kelas atas,” ujar Count Renziarhen. “Kabarnya, Grand Duke kembali dari perjalanan, dan membawa seorang tamu kehormatan.”

Duke Montpensier mengira ia bisa puas dengan ucapan Count Renziarhen, ternyata hanya rumor tak berbobot saja.

“Pergerakan Grand Duke memang selalu kecil, tapi apa kita tidak patut curiga? Bisa saja ia mengumpulkan kekuatan untuk melawan Putra Mahkota.” Viscount Tentrias mengemukakan kecurigaan, ia menatap orang-orang yang ada di sekitarnya, mengajak untuk berunding masalah itu. “Sebaiknya kita katakan ini pada Yang Mulia, walau baru kecurigaan, ada baiknya untuk dibahas.”

“Dukungan pada Yang Mulia cukup besar, jika dibandingkan dengan milik Grand Duke jauh lebih banyak.” Count Thiess juga menimpali percakapan itu dengan senang.

Hanya Duke Montpensier yang diam, ia juga melirik pada Duke Cranberry yang tidak tertarik dengan perbincangan orang-orang itu.

Sebagai anggota baru dalam komplotan Putra Mahkota, ia tak ingin memprotes apa pun juga. Jika memang harus memberikan pendapat, maka juga akan memberikan dengan baik. Dan jika memang memerlukan kekuatan, maka akan mengerahkan pada ksatria di bawah naungan Montpensier.

Sudahlah, lupakan saja. Sekarang ia tak bisa banyak bicara, ia punya banyak hal yang jauh lebih penting lagi untuk dipikirkan.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya pintu terbuka. Ajudan kepercayaan Putra Mahkota keluar, lantas memberikan senyuman hangat. Dia adalah Count Tagreal, anak muda yang baru mewarisi gelar dari keluarga besarnya.

“Silakan masuk, Yang Mulia akan datang sebentar lagi.”

Hanya ucapan itu saja yang terucap, tanpa banyak basa-basi, Duke Montpensier langsung saja mematikan cerutunya. Ia membuang cerutu tersebut pada tempat sampah, dan masuk ke dalam ruangan dengan cepat.

Hari ini, entah apa yang akan dibahas Putra Mahkota. Tapi, dalam hati kecilnya Duke Montpensier hanya berharap pria muda itu tidak menekankan banyak pembahasan yang berat.

Setibanya di dalam ruangan, semua anggota pendukung segera duduk pada kursi masing-masing. Mereka saling berhadap-hadapan, wajah serius, lalu memikirkan apa saja yang menjadi pembahasan hari ini.

“Yang Mulia Putra Mahkota memasuki ruangan!”

Semua orang berdiri, mereka memberikan hormat pada Putra Mahkota. Ucapan serentak kemudian berkumandang, “Kami memberikan hormat kepada Cahaya Matahari Suci Kekaisaran.”

Putra Mahkota pun duduk, ia menatap para pendukungnya. “Tegakkan kepala kalian, lalu segera duduk.”

Setelah ucapan itu, semuanya melakukan seperti kehendak Putra Mahkota. Mereka duduk dengan rapi, dan Putra Mahkota pun memulai rapat para pendukung dengan bijaksana.

••••

Rapat diadakan cukup lama, sekitar tiga jam. Pembahasan mulai dari wilayah kekuasaan masing-masing, lalu merembet para kondisi politik rakyat biasa Kekaisaran. Banyak juga masalah yang ada, dari segi ekonomi, sampai pada segi kemanusiaan.

Saran pun melayang, proyek apa saja yang akan dijalankan, lalu solusi akan beberapa masalah juga menjadi ajang timbang bagi semua orang.

Selain itu, Putra Mahkota juga meminta bantuan seluruh pendukungnya. Ia ingin semuanya terlibat dalam pencarian Luisa Montpensier, ia memasang wajah memelas, berperan sebagai seorang pria paling terluka karena kehilangan tunangan.

Hal itu membuat semuanya bersimpati, dan hanya Duke Montpensier yang harus selalu menahan emosi. Ya, itu wajar, kan? Dirinya sangat tahu duduk permasalahan, bahkan dia berharap bisa segera keluar dari ruangan kala pembahasan tentang putrinya dilemparkan ke atas meja.

Hah, syukurlah permasalahan itu sudah tidak menggema di telinganya. Ia kini bisa bernapas lega, duduk dalam kereta kuda sambil melepaskan lelah.

Pikirannya kemudian melayang, mengingat mendiang istrinya, Duchess Montpensier. Andai saja masih hidup, pasti saat ini semuanya akan jauh lebih baik.

“Paduka Duke, pengawal istana ingin bicara dengan Anda.” Laporan itu disuarakan ksatria yang mengawal perjalanan sang Duke.

“Suruh dia bicara,” balas Duke sambil memijat keningnya. Semoga saja bukan hal rumit, atau undangan yang tidak diinginkan.

“Paduka Duke Montpensier, saya Enrique Lawrence, kstaria kepercayaan Baginda Kaisar.”

“Ada apa?”

“Anda diminta untuk menghadap, Baginda Kaisar menunggu Anda di istananya.”

Hah ... Duke Montpensier merasa lelah. Setelah menghadapi anak Kaisar, sekarang ia harus menghadapi Kaisar. Rasanya semua tenaga sudah habis, tapi, ia juga tak bisa menolak permintaan tersebut. Semoga saja pembicaraan jauh lebih ringan, lalu harapannya Kaisar sudah mendapat banyak solusi dari masalah yang ada.

“Baik, saya akan segera menghadap.”

Pintu kereta terbuka, dan Duke Montpensier turun. Dengan pengawalan ksatria itu, ia pun menuju ke istana Kaisar.

The Duke's daughter's revisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang