DUA SAHABAT LAMA

2.4K 167 14
                                    

Pintu kamar Kaisar tertutup rapat, keamankan sekitar makin diperketat. Tempat yang sepi, memang sedikit mencurigakan, tetapi beginilah gaya Kaisar saat ada hal yang benar-benar penting untuk dibicarakan.

Saat ini, di hadapannya, Duke Montpensier sedang duduk dengan mata tertuju padanya. Ia bingung harus bicara mulai dari mana, karena memang ada banyak hal yang harus ditanggung karena tingkah Putra Mahkota.

Apalagi saat ini, kondisi Duke Montpensier juga tak bisa dikatakan baik. Putri satu-satunya menghilang, tak ada satu helai rambut pun yang ditemukan.  Kaisar merasa sangat bersalah, jika saja ia jauh lebih tegas, dan mendidik Putra Mahkota dengan baik, maka hal seperti saat ini mustahil terjadi.

Kaisar juga sudah sangat lelah akan sikap Putra Mahkota, ia sudah sangat jengkel pada setiap tindakan yang diambil putranya itu. Hidup anaknya tersebut sangat serampangan. Karena takhta sudah dipastikan menjadi hak milik di masa depan, Putra Mahkota malah menjadi semakin congkak.

Mungkin, ia harus memikirkan beberapa hal penting. Sebuah cara terbaik agar masa depan Kekaisaran tidak berantakan.

“Duke, menurutmu, bagaimana dengan posisi Putra Mahkota?” Kaisar menghela napas, ia memikirkan dengan baik pembicaraan macam apa yang akan diseret lebih lanjut lagi.

Duke Montpensier yang mendengar pertanyaan tiba-tiba itu pun kaget. Apa yang ingin disampaikan Kaisar padanya? Kenapa pria berkuasa itu malah menanyakan hal seperti itu? Belum lagi, gaya bicara kaisar yang sangat informal.

“Yang Mulia, saya bingung harus berkomentar seperti apa. Saat ini, rasanya suasana sangat asing.”

“Bicaralah sebagai temanku, Duke.”

“Tapi ....”

“Aku mohon, anggap saja kita masih sangat dekat seperti dulu.”

Duke Montpensier hanya mengangguk, ia mencoba merangkai kata dengan baik agar terkesan informal.

“Sejak pernikahan dengan putrimu gagal, Putra Mahkota sangat tidak terkendali. Dia menyebabkan banyak kejadian, menguras sumber daya untuk pencarian yang tak berguna. Bukan maksudku putrimu tidak berguna, tapi, Putra Mahkota seharusnya juga sadar jika seorang pengantin melarikan diri itu sudah pasti tidak ada cinta lagi.”

Keluhan hati seorang Kaisar, keluhan seorang ayah, dan putus asa mendalam. Tapi, karena mereka bicara sebagai teman, ia akan memberikan jawaban yang mungkin tengah Kaisar cari.

“Aku berencana menurunkan Putra Mahkota dari posisinya. Apa kau punya saran? Bagaimana jika Lauren yang memegang kendali sekarang ?”

“Itu akan memicu konflik, membagi dua kubu yang saling menyerang.” Duke bersandar, tangannya meraih cerutu yang sudah ia siapkan di atas meja. Dibakarnya cerutu itu, kemudian mengisap asap dalam-dalam.

Kaisar memijat kepalanya, rasa sakit di sana lumayan menusuk. Ia jelas tahu jika sampai Putra Mahkota turun dari posisinya, maka anaknya itu akan membenci saudaranya sendiri. Apalagi, sejak kecil Putra Mahkota sudah berada sebagai pewaris, sementara Grand Duke juga tidak menginginkan takhta.

“Semua orang banyak memihak Putra Mahkota yang sekarang, itu jelas karena mereka bisa memberikan pengaruh pada setiap keputusan. Rapat hari ini juga sama, banyak sekali hal yang dibahas, dan para pendukung juga mengajukan beberapa keinginan yang disetujui oleh Putra Mahkota.” Duke tahu betul jika Kaisar sedang dilema, ia juga sangat tahu jika para anggota pendukung Putra Mahkota memiliki beberapa ego tersendiri.

“Aku ingin mengosongkan posisi Putra Mahkota, dan memberikan ujian yang harus dilalui kedua putraku. Bagaimana menurutmu?” Kaisar melirik, lalu menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh Duke, temannya.

The Duke's daughter's revisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang