Kepulangan Kaisar ke istana sudah terdengar sampai pada telinga Putra Mahkota, dan karena hal itu pula, calon pewaris takhta tersebut melangkah dengan cepat. Ia terlihat sangat tak tenang, raut wajahnya begitu datar, dan tatapan mata dengan iris keabu-abuannya berkabut pekat.
Tidak lama lagi dirinya akan mendapatkan penjelasan, ia tak akan pernah mundur walau Kaisar memintanya untuk kembali. Dia sudah cukup sabar, menahan rasa kesal dan kecewa semalam suntuk. Tidak hanya masalah persaingan dalam takhta, tapi, yang jauh lebih penting masalah Luisa Montpensier.
Bagaimana Kaisar bisa merestui hubungan Grand Duke dan Luisa begitu saja? Hah, bukankah dirinya masih tunangan resmi wanita itu?
Kepala Putra Mahkota rasanya berdenyut, pikiran negatif menusuk-nusuk, membuatnya semakin tak bisa tenang. Luisa hanya miliknya, wanita itu hanya akan berada di sisinya.
Yang ia harapkan saat Luisa kembali bukan seperti ini, ia hanya ingin Luisa menemuinya dan mereka berdua mencapai kesepakatan damai. Sekarang ... bagaimana mungkin itu terjadi? Belum lagi ia mendapatkan informasi jika selama tinggal di kastil Grand Duke, Luisa dan adiknya begitu dekat dan berbagai tempat tidur.
Membayangkan Grand Duke memeluk tunangannya membuat Putra Mahkota semakin kesal. Tubuh Luisa yang begitu nyaman saat dipeluk, kenapa harus dinikmati orang lain?
Ahhh ... apa dia sedang cemburu? Entahlah! Putra Mahkota tak peduli pada perasaan itu, ia hanya tahu jika tak ada hati yang besar untuk merelakan tunangannya bersama pria lain.
Baik, hentikan itu. Putra Mahkota menghela napasnya panjang, ia melirik keadaan sekitar dengan ekor matanya yang tajam.
Para pelayan dan prajurit istana yang melihat Putra Mahkota hanya bisa diam, tidak ada satu pun dari mereka yang berani untuk buka suara. Kekacauan semalam sudah menyebar luas ke seluruh penjuru istana, membuat orang-orang tak akan mau terlibat dalam emosi pria itu.
“Yang Mulia!”
Putra Mahkota menghentikan langkah, suara itu terdengar begitu nyaring, membuatnya kian kesal. Tatapan mata segera tertuju pada sumber suara, memerhatikan seorang wanita dengan gaun merah yang roknya menyapu lantai istana.
Wanita itu ... kenapa harus datang pada saat yang tidak tepat begini?
Ah, menyebalkan!
“Yang Mulia, ada hal penting. Kita harus segera bicara,” ujar wanita tersebut. Matanya menatap, dan tangannya meraih tangan Putra Mahkota.
“Pulanglah, aku tidak punya waktu untukmu hari ini.” Dengan cepat, Putra Mahkota menghempaskan tangan mungil itu. Ia membuang muka, dan kembali melangkah. Ia benar-benar tak bisa mengulur waktu, ia tak punya kesempatan yang baik hanya demi mendengar ocehan wanita tersebut.
Tidak berguna!
Itulah yang terlintas dalam benak Putra Mahkota.
Seharusnya sebuah pajangan tetap diam dan tidak melakukan hal bodoh!
Ya, bagi Putra Mahkota, Gremory Luxian selama ini hanya sekedar pajangan yang cantik. Walau ia terlihat mencintai wanita itu, tapi tidak ada rasa cemburu setitik pun saat wanita tersebut bicara dan berinteraksi dengan lawan jenis.
Entahlah, mungkin ia memang mencintai Gremory Luxian. Hanya saja, cinta itu tidak pada tahap seperti menginginkan wanita itu terlalu jauh.
“Yang Mulia, kita tidak punya waktu lagi. Kita harus segera bicara, ini masalah yang sangat penting. Saya mohon, Yang Mulia.” Gremory yang diabaikan jelas tak terima, ia berusaha keras untuk tetap bicara dengan Putra Mahkota. Bagaimana pun, ia harus menyampaikan beberapa hal penting. Ini bukan masalah kabar Grand Duke dan Luisa, tapi rencana yang sebaiknya mereka mainkan dengan rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Duke's daughter's revision
FantasíaSeorang penulis mati karena kecelakaan, tapi sungguh sial karena jiwanya merasuki salah satu karakter antagonis di novelnya sendiri. Novel dengan penggemar paling banyak, dan novel yang akan membuatnya mengalami kematian kedua. Karena tidak ingin m...