Kedua Kalinya

3 1 0
                                    

    Happy Reading 😊

   "Iya Bunda gak sabar banget sih, jadi tadi pagi kami dari dokter dan kata dokter Khai sedang hamil anak kedua kami," ucap Rigel dengan senyum sumringah.

  "Oh hamil," ucap mereka secara serempak tanpa sadar dan saat mereka sadar dengan apa yang dikatakan.

  "Kok oh, doang sih? Kalian mau punya cucu lagi loh! apa kalian gak senang?" Tanya Oma Asya yang langsung mengerti dengan perkataan Rigel.

    Apa!!

   Hamil!

  Kini mereka berempat sangat terkejut dan itu membuat Khai, Rigel, dan Oma Asya tertawa karena keterkejutan mereka.

  "Iya Mama, Papa, Bunda, Ayah. Khai sedang hamil dan kandungannya memasuki bulan kedua," jawab Rigel.

  "Ya Tuhan kita akan punya cucu lagi, Jihan." Karinda langsung menghampiri Jihan dan mereka saling berpelukan.

  "Lah kok, yang di peluk malah Jihan? Kan yang hamil Khai," ucap Oma Asya membuat Jihan dan Karinda saling melepaskan pelukan mereka lalu menghampiri Khai dan mereka berdua langsung memeluk Khai secara bergantian dan mengucapkan selamat pada Khai.

  Mereka terlihat sangat bahagia karena sebentar lagi 7 bulan dan anggota baru keluarga mereka akan hadir di tengah keluarga kecil Khai dan Rigel.

  Untuk menyambut kehamilan Khai yang kedua, mereka memasak banyak berbagai menu dari mulai kesukaan Khai dan Rigel juga yang lainnya. Ini malam pertama Khai dan Rigel makan malam bersama orang tua mereka di rumah baru mereka jadi makanan yang tersaji sudah memenuhi meja makan.

  Setelah malam tiba mereka makan malam bersama dengan penuh kebahagiaan. Khai terlihat bahagia karena bisa berkumpul bersama kedua orang tuanya. Oma Asya dan juga kedua mertuanya begitu menikmati makan malam ini, sambil sesekali menggoda Jasmine yang akan menjadi kakak dan dengan bangganya gadis kecil itu menyuruh kedua nenek dan kakeknya memanggil kakak meski adiknya belum lahir.

  "Mulai sekarang nenek Karin, Oma Jihan kakek Rama sama Opa Galih juga Oma Asya panggil Yasmin kakak ya, gak boleh panggil nama lagi. Mengelti!" Perkataan Jasmine membuat keempat paruh baya itu tertawa karena menurut mereka Jasmine sangat menggemaskan jika bicara seperti tadi.

  "Sssttt ... jangan di ketawain, nanti Jasmine nya ngambek loh," ucap Oma Asya saat melihat Jasmine sudah cemberut sebab di tertawakan oleh mereka.

  "Kalian sudah gak sayang lagi sama Yasmin minta di panggil kakak malah di ketawain cuma Oma Asya yang sayang sama Yasmin," Rajuk Jasmine habis itu sudah berkaca-kaca seperti ingin menangis.

  "Iya iya, maafin Oma sayang. Ya sudah mulai sekarang kita semua panggil Jasmine pakai sebutan kakak ya, itu kan yang Jasmine mau jadi sudah ya sayang jangan menangis," ucap Karinda mengikuti keinginan Jasmine.

  "Iya kakak, sudah ya tidak boleh nangis kalau menjadi kakak nanti di ketawain adik kalau kakak nangis," ucap Karinda.

  Akhirnya Jasmine tersenyum dan tidak menjadi menangis saat Karinda dan Jihan memanggil kakak tentu saja di ikuti oleh kedua Opanya mereka kini kembali bermain bersama Jasmine. Sedang Rigel dan Khai hanya tersenyum melihat tingkah laku putrinya yang menuntut Oma dan Opanya untuk memanggilnya kakak.

  "Semoga saja kebahagiaan mereka tidak untuk saat ini saja, tapi kebahagiaan yang akan terus berlanjut hingga menjadi kakek nenek nantinya karena hanya itulah yang Khai dan Rigel harapkan dalam kehidupan mereka bersama putri kecilnya dan juga calon anaknya yang akan beberapa bulan lagi segera lahir.

                                   ***

    Hari terus berganti tanpa terasa kehamilan Khai sudah menginjak 7 bulan. Keluarga kecil mereka terlihat begitu bahagia, terlebih mereka berdua tengah menanti kelahiran anak kedua mereka dan beruntung kehamilan kali ini Rigel tidak di berikan kesulitan dengan mengidam yang aneh-aneh, hanya saja Khai sering merindukan suaminya itu karena terkadang Rigel harus tugas di luar kota.

   "Mas."

   "Hm."

  "Berapa hari Mas keluar kota?" Tanya Khai sambil memperhatikan suaminya yang tengah bersiap-siap untuk pergi meeting di luar kota.

  "Paling hanya 3 hari, sayang. Kenapa?" Tanya Rigel dan menghampiri istrinya yang kini tengah menatapnya. Rigel berlutut di hadapan Khai yang duduk di tepi ranjang.

  "Aku ingin ikut, Mas. Andai saja aku gak hamil dan andai dokter gak melarangku, aku ingin bepergian jauh." Khai terlihat berkaca-kaca entah mengapa dia sangat cengeng dan selalu merindukan suaminya itu.

  "Ya ampun sayang, Mas cuma tiga hari tugas di luar kota, setelah kamu melahirkan Mas janji akan mengajak kamu dan anak-anak  liburan, kamu mau kemana?"

  "Aku gak mau kemana-mana, aku cuma mau sama Mas saja. Itu sudah cukup, aku cuma butuh kamu di saat seperti ini."

  Rigel hanya tersenyum saat melihat istrinya itu merajuk, entah mengapa kehamilan kali ini sangat berbeda tidak mengidam yang aneh-aneh tapi Khai sangat manja dan ingin menempel padanya.

   "Iya, Mas tahu. tapi kali ini saja ya sayang, besok-besok Mas minta ayah untuk menyuruh orang kepercayaannya yang pergi sampai kamu melahirkan, Mas tidak akan keluar kota dulu deh," ucap Rigel sambil menggenggam jemari tangan Khai dan mengecupnya.

  "Janji ya Mas. Awas kalau keluar kota lagi." Rigel mengangguk dengan senyuman tipis. Dia mengelus perut Khai dan menciumnya beberapa kali.

   "Anak papa, jangan nakal ya sayang. Papa mau pergi dulu keluar kota dan selama Papa gak ada kamu gak boleh rewel apalagi buat Mama kesakitan, baik-baik ya sayang, di dalam sini."

   Rigel kembali mencium perut buncit Khai, dia mengelus perut Khai dengan lembut lalu mengecup kening Khai.

  "Mas pergi dulu ya sayang, kamu jaga kesehatan ya. Jangan banyak melamun, harus makan teratur nanti Mas bawakan oleh-oleh buat kamu sesuai pesanan kamu," ucap Rigel sambil menatap wajah Khai yang kini sudah mulai berkaca-kaca, dia hanya mengangguk dengan air mata yang mungkin sebentar lagi akan meluncur.

  Melihat istri tercinta akan menangis, Rigel berpindah duduk di sampingnya lalu membawa istrinya kepelukannya. Benar saja Khai kini mulai terisak, entah kenapa kali ini dia benar-benar tidak ingin suaminya itu pergi. Andai saja pemilik perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan ayah mertuanya itu tidak ingin bertemu langsung dengan CEO nya. Rigel pasti tidak akan pergi sebab ayah mertuanya sudah tidak mau bepergian ke luar kota karena sekarang dia mudah lelah terlebih dia ingin menghabiskan waktu bersama istri dan putri bungsunya Tiara.

   "Sudah dong sayang, kan biasanya aku juga suka pergi kayak begini malah sampai seminggu loh! Ini hanya tiga hari, aku usahain deh cepat selesai meetingnya setelah itu langsung pulang."

   Rigel mencoba memberikan toleransi pada istrinya yang kini sedang menangis dalam pelukannya. Khai melepaskan pelukannya dan menatap wajah suaminya dengan mata yang sudah sembab.



MUARA CINTA KHAIDEEJAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang