Harus Bangkit

5 1 0
                                    

    Happy Reading 😊

   "Loh kok kalian cuma berdua Bun, Yah. Khai sama gadis kecil itu kemana?" Tanya Rigel tatapannya menyapu seisi ruangan kamar inapnya.

  "Dia sudah pulang katanya Khai tiba-tiba merasa tidak enak badan."  Karinda terpaksa berbohong pada putranya.

  "Yah, padahal aku ingin bertanya tentang Khai, kenapa dia bisa hamil dan juga ingin bertanya tentang anak kecil yang tadi sempat memanggilku papa." Entah kenapa Rigel ingin sekali berkenalan dengan gadis kecil yang menggemaskan itu.

  Tiara memasuki ruang rawat kakaknya dengan raut wajah datarnya setelah tidak sengaja bertemu Khai. kakak iparnya itu menceritakan apa yang terjadi pada Rigel. Tiara tidak lagi bersemangat karena dia harus berpisah jauh dengan keponakannya.

   "Kamu kenapa, Nak?" Karinda bertanya saat melihat putrinya diam saja saat kembali dari kantin.

  "Enggak apa-apa, Bun mungkin lagi capek saja. Ara pamit pulang dulu ya Bun, ingin istirahat di rumah."

  "Ya sudah kamu diantar sama supir saja kalau begitu. Nanti biar dia kembali lagi ke sini kalau sudah mengantar kamu ke rumah." Karinda mengantar putrinya sampai ke lobby rumah sakit. Sekalian memberitahukan supirnya untuk mengantarkan Tiara ke rumah dan setelah itu dia meminta supirnya untuk kembali lagi ke rumah sakit karena takut suaminya tiba-tiba ada kerjaan yang mendadak dan mengharuskannya pergi ke kantor.

                                        ***

   Sementara di rumah orang tua Khai. Jasmine tengah merengek karena ingin bertemu ayahnya, dia tidak berhenti merengek kepada ibunya yang tidak kunjung membawanya ke rumah sakit tempat Rigel di rawat.

   "Sayang jangan kayak begini dong, kasihan Papanya di suruh istirahat dulu karena lagi sakit. Kakak nunggu di sini saja sama Mama," bujuk Khai namun putrinya itu tetap kekeh ingin bertemu ayahnya.

  "Tapi kakak lindu sama Papa, Ma. Kakak ingin ketemu Papa gak apa deh, Papa gak bawain kakak mainan asal kakak bisa main sama Papa." Jasmine kekeh meminta ingin bertemu ayahnya.

   "Kakak gak sayang ya, sama papa?" Tanya Khai dengan wajah memelas membuat gadis kecil itu menatap ibunya tidak tega.

  "Sayang, Ma. Kakak sayang sama papa, saaayangg bangeeettt," jawab Jasmine dengan masih menatap wajah Mamanya yang terlihat sedih.

   "Kalau begitu papanya tidak boleh di ganggu dulu ya, sayang. Papa masih sakit jadi biar papa Jasmine cepat sembuh dia harus istirahat total. Gak boleh di ganggu sama siapapun. Mama juga gak berani ganggu loh, sayang. Kalau mau tetap ketemu papa berarti kakak gak sayang sama papa." Khai masih mencoba membujuk putrinya itu.

  "Ya sudah deh, kalau begitu kakak ketemu Papanya kalau sudah sembuh saja," jawab Jasmine dengan raut wajah kecewa.

  "Nah ini baru putri cantik dan baiknya Mama, kalau kakak ingin main bisa sama Mama atau Oma, Opa. Kakak yang bilang sendiri kalau main sama Oma dan Opa itu lebih asik, sekarang kan kita tinggal sama Oma dan Opa jadi kakak boleh main sama mereka sepuasnya.

  "Iya, Ma. Nanti sole kakak mau main sama Opa dan Oma juga eyang putli, sekalang kakak mau bobo dulu. Boleh kan, Ma?" Tanya Jasmine dengan senyuman manisnya.

  "Oke sayang, ya sudah kakak bobo dulu biar Mama temenin sampai bobo ya."

  Jasmine pun mengangguk dia segera berbaring di ranjang karena untuk sementara Jasmine akan tidur bersama Khai di kamar tamu yang kini menjadi kamar Khai karena kehamilannya yang sudah besar jadi dia tidak menempati kamarnya yang berada di lantai dua.

  Setelah menyelimuti seluruh tubuh putrinya dan mengatur suhu AC kamarnya, Khai mengusap-usap rambut Jasmine agar  gadis kecil itu cepat terlelap dari tidurnya karena orang tuanya masih menunggu untuk membicarakan tentang rumah tangganya dengan Rigel.

  Jasmine sudah tidur terlelap, Khai kini meninggalkannya untuk menemui kedua orang tuanya di ruang keluarga.

  "Jasmine mana?" Tanya Jihan saat Khai memasuki ruang keluarga.

  "Jasmine tidur, Ma. Susah sekali membujuknya tadi dia tetap kekeh ingin bertemu Papanya.

  "Terus sekarang bagaimana? Kemana anak itu, Khai?" Jihan kembali bertanya pada putrinya.

  "Sudah tidur, meski susah di bujuk tapi putriku cukup pengertian akhirnya dia mau mengerti kalau Papanya harus istirahat dan tidak boleh ada yang mengganggunya. Aku terpaksa berbohong, Ma karena kalau aku berkata yang sebenarnya pun dia tidak akan mengerti."

  "Enggak apa-apa, Nak terkadang berbohong juga perlu dilakukan jika demi kebaikan. Lalu bagaimana rumah tangga kalian? Dengan keadaan suamimu seperti itu, Mama yakin dia tidak akan ingat kalau kamu istrinya dan pasti tidak baik juga jika di paksakan untuk mengingat tentang pernikahannya dan mengingat putrinya." Jihan terlihat sedih melihat putrinya yang harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya sama sekali tidak mengingatnya.

  "Aku serahkan semua pada yang Maha Kuasa, Ma. Aku akan selalu berdoa semoga suamiku cepat pulih kembali dan mengingat kami berdua sebelum aku melahirkan anak kami yang kedua, hanya itu harapanku," ucap Khai dengan mata yang berkaca-kaca bagaimana pun dia sangat sedih dengan kenyataan pahit yang menimpa rumah tangganya. Siapa yang tidak sedih saat suaminya tidak mengingatnya apalagi kini dia dalam keadaan hamil besar dan sebentar lagi akan melahirkan.

  "Oh ya, Ma. Tidak apa-apa kan kalau Khai tinggal di sini sampai Khai melahirkan?"

  "Tentu saja tidak sayang ini juga rumahmu, kamu boleh tinggal di sini selama yang kamu mau. Malah Mama dan papamu senang kamu dan Jasmine tinggal di sini. Rumah ini menjadi ramai dan Mama gak akan kesepian lagi kalau Papa kamu sedang di kantor, iya kan Pah?"

   Jihan terlihat sangat senang karena kini putri dan cucunya akan menemaninya, bukan berarti dia senang saat melihat rumah tangga putrinya seperti sekarang ini. Jujur dia pun sangat sedih dan selalu berdoa agar putrinya dan suaminya kembali bersama seperti sebelum kejadian kecelakaan naas itu terjadi.

  "Iya, Nak. Papa juga jadi tidak khawatir meninggalkan Mamamu dan nenekmu di rumah kalau ada kamu dan Jasmine mereka tidak akan kesepian lagi," sambung Galih mulai besok dia akan tenang saat bekerja di kantor tanpa teror dari istri yang menyuruhnya cepat pulang karena dia merasa kesepian di rumah.

  "Iya, Pa, Ma. Khai mungkin agak lama tinggal di sini bersama kalian."

  Khai baru saja selesai memakaikan baju putrinya. Hari ini Khai akan mengajak putrinya itu jalan-jalan ke taman. Dia akan menemui Evan yang mengajaknya bertemu di taman tidak jauh dari kediaman rumah orang tua Khai.

  "Mama kita mau jalan-jalan kemana?" Tanya Jasmine, dia terlihat senang saat ibunya bilang akan mengajaknya jalan-jalan keluar namun hanya berdua saja.

MUARA CINTA KHAIDEEJAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang