Tak Punya Hati

4 1 0
                                    

   Happy Reading 😊

"Dedemit, dedemit! Nama aku Rigel dan nama panggilan aku juga hanya Rigel bukan dedemit," protes Rigel yang tidak dipedulikan oleh Khai, dia sedang menikmati pemandangan di sepanjang jalan menuju menara Eiffel.

  Setibanya di menara Eiffel Khai sangat takjub dengan keindahan kota penuh cinta. Tiba-tiba Rigel memeluk tubuh Khai dari belakang dan membuat Khai terkejut.

  "Diamlah sebentar saja, aku ingin menikmati indahnya menara Eiffel dengan kamu," ucap Rigel membuat Khai merasakan hal yang aneh pada dirinya. Jantungnya berdegup kencang dan hatinya berdebar-debar tapi ia menikmati dekapan hangat Rigel. Cukup lama Khai merasakan sejuk dan wanginya hembusan nafas Rigel karena suasana yang mendukung menyebabkan mereka kehilangan kendali. Rigel memutar tubuhnya Khai dan menghadap kepadanya.

  Perlahan tapi pasti Rigel mendekatkan wajahnya pada wajah Khai. Rigel mengecup bibir mungil Khai dengan lembut, tidak ada penolakan dari Khai. Khai memejamkan matanya menikmati setiap perlakuan Rigel yang kini menciumnya semakin panas, cukup lama mereka berciuman untung saja suasana memang sepi dan itu membuat suasana menjadi romantis bagi mereka berdua. Setelah cukup lama berciuman mereka melepaskan pelukan mereka. Khai terlihat gugup dan tersipu malu, sedangkan Rigel hanya mengelus tekuknya salah tingkah dihadapan Khai karena ulahnya sendiri.

  "Maaf," ucap Rigel tulus, membuat Khai tersipu malu dan mengalihkan pandangannya ke menara Eiffel yang memang sangat indah jika malam hari.

  "Khai, kamu gak marah kan?" Tanya Rigel yang sambil memberanikan diri memegang tangan Khai, membuat jantung Khai kembali berdegup kencang. Khai menoleh menatap Rigel dengan wajah yang merona karena teringat dengan apa yang terjadi tadi.

  "Tidak apa-apa, Rigel. Mungkin kamu melakukannya karena memang suasananya yang romantis seperti ini," ucap Khai sambil membelakangi Rigel.

  "Tapi jujur sebenarnya aku cinta sama kamu, Khai. Sejak lama, sejak kita masih kecil aku sudah cinta sama kamu. Aku gak benar-benar menjalani hubungan serius dengan cewek lain, dan kamu tahu sikap  jutek dan cuek kamu ke aku membuat aku ingin memilikimu. Aku kehilangan cara untuk bisa selalu dekat sama kamu dengan selalu menjahili kamu, dengan cara selalu berdebat dan cari masalah dengan kamu, agar aku bisa terus sama-sama kamu. Saat tahu kalau aku dijodohin sama kamu, sebenarnya aku senang dan bahagia sekali. Pernikahan kita ini, jujur aku sangat bersyukur dan berterima kasih kepada nenek Hasna karena dia, aku bisa menjadikan kamu milik aku. Aku sudah bertekad untuk mendapatkan cinta kamu apapun akan aku lakukan. Dengan liburan ini aku senang sekali, Khai," Rigel berbicara sambil menatap Khai. Khai pun kini menatap tajam ke arah Rigel seolah ia tidak percaya dengan apa yang Rigel katakan.

  "Kamu bohong kan? Bilang kalau ini semua bohong, Rigel? Kamu lagi ngeprank aku kan, kamu lagi bercandain aku saja kan?"

  "Enggak Khai, aku serius dan gak sedang bercanda. Tatap mata aku kalau kamu gak percaya sama aku, tidak ada kebohongan, yang ada hanya cinta aku sama kamu Khai."

  Rigel mencoba menyakinkan Khai sambil meraih tangan Khai. Namun, baru saja Rigel menggenggam tangan Khai. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya dan membuat Rigel terkejut.

  "Rigel, Khai. Kalian disini?" Panggil seseorang yang kini menghampiri mereka. Rigel dan Khai menoleh ke arah sumber suara itu, Rigel tersenyum saat melihat sosok gadis yang kini ada di hadapannya.

  Sebenarnya Khai masih bingung dan bertanya-tanya tentang gadis yang saat ini ada di hadapannya dengan tersenyum manis.

  "Kamila, kapan kamu ada disini?" Tanya Rigel terlihat senang, sampai-sampai ia melepaskan genggaman tangannya pada Khai. Membuat Khai semakin bingung dan mulai merasa penasaran sekaligus kecewa dengan sikap Rigel.

  "Baru saja datang, aku buru-buru dari New York ke sini karena ingin bertemu kamu dan Khai. Aku penasaran dengan sahabatmu yang bernama Khai. ternyata aslinya lebih cantik, ya," puji Kamila yang kini menatap Khai dengan senyuman yang tidak pudar dari bibirnya.

  "Sahabat? Kenapa Rigel mengenalkan aku sebagai sahabat, bukankah aku ini istrinya atau Rigel malu mengakui aku sebagai istrinya?" Batin Khai sambil menatap Rigel tidak percaya dengan apa yang ia dengar baru saja.

  "Oh ya, kenalkan ini Khai sahabatku, dan Khai ini Kamila ia teman chatku. Kami sering chat di sosmed dan kebetulan kita liburan disini, jadi aku sekalian ingin bertemu dengan Kamila. Kamila bekerja di New York selain cantik dia wanita karier yang hebat. Aku kagum padanya," ucap Rigel memuji tanpa mempedulikan perasaan Khai.

  "Hi, aku Khaideejah Artisya Najwa Pra-"

  "Khaideejah Artisya Najwa Martadinata," sela Rigel membuat Khai bingung dan kecewa dengan ucapan pengakuan Rigel baru saja.

  "Iya, namaku Khaideejah Artisya Najwa Martadinata," sambung Khai sambil tersenyum tipis dan menatap pada Kamila  dan sesekali menatap Kamila yang tidak hentinya memandang ke arah Kamila.

  "Hi, Khai. Aku Kamila Natusha, salam kenal ya. Kamu ini Rigel, bisa saja jangan terlalu memujiku," ucap Kamila sambil tersenyum manis pada Khai dan Rigel.

  "Oh ya Karina, bagaimana pekerjaanmu di New York? Kapan kamu akan kembali ke Indonesia?" Tanya Rigel.

  "Mungkin sekitar sebulan ini. Aku harus membereskan pekerjaanku yang ada disini," jawab Kamila sambil terus menampilkan senyum manis pada Khai dan Rigel.

  "Aku kira masih lama, syukurlah kalau sudah tinggal sebentar lagi," ucap Rigel yang terlihat sangat senang saat mendengar Kamila akan kembali ke Jakarta.

  "Apa maksud si dedemit? Kenapa dia terlihat sangat senang sekali mendengar Kamila akan pulang ke Indonesia, untuk apa tadi yang dia ungkapkan sama aku. Jadi dia hanya mempermainkan perasaan aku saja? Sialan kamu, dedemit!" Batin Khai mengumpat karena merasa kecewa dengan sikap Rigel.

  "Iya lagi pula aku sudah rindu dengan negaraku Indonesia," sahut Kamila.

  Merasa hanya jadi pendengar saja, tiba-tiba Khai beranjak dari duduknya di rerumputan yang hijau dan indah di dekat menara Eiffel itu. Melihat Khai yang beranjak dari duduknya membuat Rigel langsung mengalihkan pandangannya pada Khai.

    "Kamu mau kemana, Khai?" Tanya Rigel sambil menatap Khai yang sudah berdiri.

  "Aku ngantuk, jadi aku mau pulang ke hotel. Daripada aku jadi obat nyamuk disini!" Ketus Khai membelakangi Rigel.

  "Hati-hatinya ya. Aku nanti menyusul, sekarang aku masih ngobrol sama Kamila," ucap Rigel yang mulai tidak peka dengan perasaan Khai. Khai menatap Rigel, ia mengira Rigel akan menemaninya pulang. Tapi apa yang terjadi, Rigel malah memilih untuk bersama dengan Kamila yang entah dari kapan mereka mulai saling mengenal. Pantas saja Rigel selalu sibuk dengan laptop dan ponselnya saat di rumah. mungkin dia sedang asik chat dengan Kamila cewek modis yang terlihat dewasa daripada dirinya. Setelah pergi meninggalkan Kamila dan Rigel. Khai berjalan tanpa tentu arah, bukan naik taksi menuju hotel tempat ia dan Rigel menginap, tapi ia malah berjalan ke arah lain sambil sesekali menitikkan air matanya sebab ia merasa kecewa dan merasa di permainankan oleh Rigel.

  "Apa salah aku, Rigel? kenapa kamu tega mempermainkan perasaan aku? Setelah kamu membuat perasaan aku melayang tinggi dengan ungkapan isi hati kamu ke aku. Dengan tiba-tiba kamu menghempaskan aku dengan kasar, seharusnya aku sadar kalau kamu hanya bercanda. Tapi kenapa aku sampai tertipu dengan rayuan kamu yang biasa kamu lakukan pada setiap gadis. Kenapa kamu bodoh sekali sih, Khai! Harusnya kamu sadar jangan sampai dedemit itu mempermainkan kamu. Sadar diri Khai jangan sampai kamu terbujuk lagi oleh ungkapan cinta palsu Rigel. Mana mungkin Rigel mengakuimu sebagai istrinya di hadapan wanita yang begitu sempurna di bandingkan dengan cewek sepertimu. Dia juga memiliki rasa sayang pada si dedemit. Kamu memang sangat bodoh Khai, sangat-sangat bodoh. Kenapa kamu bisa dengan mudahnya jatuh cinta pada pria kayak dia," Khai kini menangis karena teringat kebodohannya sendiri yang terbuai oleh kata-kata manis Rigel.

  "Aaaa ... aku benci kamu Rigel! Aku benci sekali sama kamu! Dasar dedemit menyebalkan. Aku benar-benar sangat membenci kamu!" Teriak Khai dan dia terduduk di pinggir jalan yang entah di mana, Khai terduduk sambil menangis.

MUARA CINTA KHAIDEEJAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang