Paris

5 1 0
                                    

  Happy Reading 😊

  Khai dan Rigel kini tampak sedang merapikan baju mereka di dalam koper masing-masing. Namun, sesekali Khai terlihat berpikir, dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

  "Jangan lupa bawa sweater atau jaket tebal, takutnya disana musim dingin," Ucap Rigel yang sedang memasukkan jaket dan sweater miliknya ke dalam koper besar.

  "Oh ya, aku lagi mikir, nih. apalagi yang harus aku bawa untung kamu kasih tahu, aku hampir saja lupa," ucap Khai dan mengambil beberapa sweater tebal karena ia tidak memiliki jaket tebal hanya jaket tipis itupun model blazer.

  Tiga puluh menit kemudian Rigel dan Khai sudah selesai merapikan baju dan perlengkapan lainnya, kini mereka sudah siap. Namun, mereka kembali mengecek barang yang akan mereka bawa. Tiba-tiba Karinda datang dan memberitahu ayahnya sudah siap untuk mengantar mereka ke bandara.

  "Bagaimana apa kalian sudah siap dan perlengkapan kalian sudah tidak ada yang tertinggal? Kalau sudah siap semua, ayah kalian sudah siap dan menunggu kalian di bawah," ucap Karinda sambil melihat anak dan menantunya yang kini sudah siap dengan koper masing-masing.

  "Sudah, Bun. Semua sudah siap tadi Khai sudah mengecek ulang dan semuanya sudah lengkap, tidak ada yang ketinggalan," jawab Khai sambil memegangi kopernya.

  "Nah loh, ini kenapa bawa kopernya masing-masing, apa nanti tidak repot saat di bandara? Bunda ada koper yang lumayan besar, pasti cukup untuk baju kalian berdua. Bagaimana kalau pakai koper Bunda saja," saran Karinda.

  "Enggak ah, Bun. Seperti ini lebih praktis jadi nanti kalau ngambil baju gak perlu ngacak-ngacak dulu karena bajunya tertimpa-timpa," ucap Rigel dengan santai.

  "Tapi nanti kasihan Khai, kalau bawa koper sen-"

  "Sudah ya, Bun. Kalau Bunda bicara terus Rigel gak jadi pergi nih!" Sela Rigel memotong ucapan Karinda membuat, Karinda terdiam sejenak.

  "Ya sudah, kalau begitu. Khai kamu gak apa-apa kan, sayang bawa koper sendiri," tanya Karinda pada Khai.

  "Enggak apa-apa kok, Bun. Aku sudah terbiasa cuma koper saja dan isinya barang-barang Khai sendiri," jawab Khai agar tidak membuat ibu mertuanya tidak banyak menuntut pada Rigel. Khai dan Karinda berjalan lebih dulu meninggalkan Rigel, diikuti  Rigel dari belakang. Rigel hanya bisa mengelus dada melihat ibunya lebih menyayangi menantunya daripada putranya sendiri.

  Sesampainya di bawah, Khai dan Rigel melihat ayahnya yang memang sudah rapi dengan pakaian kantornya.

  "Baiklah karena kalian sudah siap, ayo kita jalan sekarang sekalian ayah antar nanti setelah mengantar kalian ke bandara ayah langsung ke kantor," ucap Rama kepada Rigel dan Khai. Mereka mengangguk dan berpamitan pada Karinda juga Tiara, tidak lupa Karinda memberikan kotak makanan untuk mereka sarapan di mobil, sementara untuk Rama ia memberikan satu kotak untuk ia makan nanti di kantor nanti.

  "Kalian hati-hati, ya. Rigel kamu harus jaga Khai, jangan sampai ia kekurangan apa-apa di sana. Kalau dia pulang sampai mengeluh karena kamu bersikap kasar pada Khai. Bunda akan potong telinga kamu, ngerti Rigel!" Ancam Karinda sambil menatap tajam ke arah Rigel.

  "Ihh ... Bunda ngeri sekali, sampai mengancam mau potong telinga segala. Ayo cewek jadi-jadian, kita berangkat kalau ngedengerin Bunda ngomong gak selesai-selesai," ucap Rigel sambil menyeret kopernya.

  "Iya dedemit. Bun, Ara, Khai pergi dulu ya," pamit Khai yang kini mengikuti Rigel dari belakang dan masuk ke dalam mobil ayahnya.

  "Oke kakak iparku yang cantik, jangan lupa oleh-olehnya, keponakan kembar yang lucu dan imut," ucap Tiara yang kembali menggoda Khai dan Rigel.

  "ARA! kakak dengar ya!!!" Teriak Rigel yang kesal karena adiknya terus menggodanya, sementara Tiara kini dia hanya terkekeh geli melihat kakaknya kesal.

  "Sudah Rigel, adikmu hanya becanda semoga nanti kalian senang liburan di sana," ucap Rama sambil melajukan mobilnya menuju bandara. Sementara di dalam mobil mereka berdua memakan makanan yang diberikan oleh Karinda karena memang mereka terburu-buru dan belum sempat sarapan.
  •

  •

  •

  "Pasti dalam seminggu ini kita kesepian karena, kakak dan kakak iparmu pergi," ucap Karinda sambil duduk di sofa diruang keluarga bersama putrinya.

  "Iya Bun. Ara juga nanti gak ada yang bisa Ara godain lagi. jadi bete deh Ara, Bun," sahut Tiara yang kini duduk di samping ibunya.

  "Eh, Ara! Kenapa kamu jadi ikut santai disini? Kamu kan harus sekolah, sayang. Sana pergi jangan malas-malasan nanti kamu gak lulus, sebentar lagi kan kamu mau ujian," ucap Karinda saat tersadar putrinya harus pergi ke sekolah.

  "Eh, iya, Bun. Ara sampai lupa. Ya sudah Bun, Ara sekolah dulu ya, bye. Bunda hati-hati di rumah," pamit Tiara yang kini beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan ibunya setelah berpamitan.

  "Ara, kamu gak sarapan dulu, sayang?"

  Karinda sampai lupa kalau putrinya juga belum sarapan, karena terlalu sibuk mengurus kepergian Rigel dan Khai untuk berbulan madu.

  "Enggak mau, Bun. Nanti saja sarapannya di kantin sekolah Ara, soalnya Ara takut telat," jawab Tiara.

  "Ya sudah, tapi jangan sampai lupa sarapan ya, dan ingat jangan keluyuran gak baik anak gadis kebanyakan keluyuran. Pulang sekolah langsung pulang jangan mampir kemana-mana. Kamu tahu kan kakak dan kakak ipar kamu gak ada di rumah, ayah kamu pasti pulangnya malam," ucap Karinda setengah berteriak, karena putrinya sudah akan keluar dari rumah.

  "Oke, Bunda. Pasti Ara akan segera pulang buat nemenin Bunda," sahut Tiara kemudian mengambil sepeda motornya yang sudah terparkir di pekarangan rumah. Tak lama kemudian Tiara melajukan sepeda motornya menuju sekolah.

  Sementara itu Karinda kembali dengan kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, ia membantu asistennya dengan membersihkan kamarnya sendiri dan kamar Tiara juga Rigel. Jika sudah selesai barulah asistennya menyapu dan mengepelnya. Karinda selalu membersihkan tempat tidur karena dia tidak bisa diam, saat dia tidak mempunyai kesibukan lain.

  *****

  Sementara itu Khai, Rigel dan Rama sudah sampai bandara. Penerbangan menuju Paris akan segera lepas landas. Khai dan Rigel berpamitan pada Rama dan segera memberikan tiket pesawat pada petugas. Mereka berdua menaiki pesawat setelah di periksa pasportnya. Sementara Rama sudah pergi meninggalkan bandara menuju kantornya setelah memastikan Khai dan Rigel benar-benar pergi ke Paris.

  Beberapa jam kemudian Rigel dan Khai sudah sampai di bandara internasional Paris. Mereka menaiki taksi menuju alamat hotel yang diberikan oleh ayahnya. Sesampainya di sana Rigel dan Khai disambut dengan baik oleh pelayan hotel, mereka terlihat sangat ramah. Rigel dan Khai diantarkan ke kamar hotel yang sudah dihias dengan indah seperti kamar pengantin yang terlihat romantis.

  "Silahkan nyonya, tuan selamat bersenang-senang dan semoga kalian suka dekorasi kamarnya," ucap pelayan itu, membuat Khai dan Rigel bingung karena semua pelayan menyambutnya dengan formal. Mungkin karena ayahnya memberikan fasilitas terbaik di hotel yang akan mereka sewa untuk beberapa hari. Dan pada saat mereka membuka pintu kamar itu, Rigel dan Khai hanya bengong sambil melihat ke dalam kamar yang sudah dihias dengan indah oleh pihak hotel. Saat Khai tersadar dari lamunannya, dia langsung memasuki kamar itu dengan penuh kekaguman.

  "Oh my God, prince dedemit. Ini indah sekali, belum pernah aku melihat kamar seindah ini," ucap Khai sambil masuk dan menyeret kopernya.

  "Kamu suka, Bo?" Tanya Rigel yang sudah masuk mengikuti Khai dan menutup pintunya.

  "Suka sekali, dedemit. Kamar ini sangat indah, tapi ...! Aku boleh gak tidur di ranjang yang besar itu," ucap Khai sambil menunjuk ke arah ranjangnya dengan memasang wajah memelas pada Rigel.

  "Seperti biasa aku lagi yang ngalah, biar aku yang tidur di sofa," sahut Rigel dengan pasrah sambil menaruh kopernya di dekat sofa.

  "Makasih, dedemit. Kamu memang cowok yang baik dan pengertian," seru Khai kegirangan karena terlalu senangnya. Khai tanpa sadar langsung memeluk tubuh Rigel membuat Rigel terdiam tidak berkutik, dan rasanya jantungnya berdegup sangat kencang seakan ingin loncat keluar dari tempatnya. Saat Khai tersadar dia sedang memeluk Rigel, Khai pun langsung melepaskan pelukannya ia kini merasa gugup karena ulahnya sendiri.

MUARA CINTA KHAIDEEJAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang