Bab 3

19K 134 0
                                        

"Juragan!" teriak Gendhis sepuluh langkah di belakang Juragan Roni. Juragan Roni dan Pak Lik Sugeng berhenti, menoleh ke belakang.

"Kenapa Nduk Gendhis?" goda Pak Lik Sugeng.

"Saya manggilnya Juragan Roni," ucap Gendhis, prengat-prengut, memandang sebal Pak Lik Sugeng.

"Terima kasih Juragan Roni sudi singgah di gubuk kecil saya," ucap Gendhis, sarkas. Pasalnya juragan satu ini jarang sekali beramah-tamah dengan kaum perawan di Desa Arang. Undangan basa-basi yang Gendhis titipkan ke Pak Lik Sugeng ternyata sampai pada tujuan. Gendhis awalnya ogah-ogahan mengundang Juragan Roni, tetapi bapaknya, Pak Wiro, menyuruh Gendhis mengundang Juragan Roni sebagai bentuk kesopanan karena Pak Wiro sendiri bekerja di pabrik gula Juragan Roni dengan jabatan yang cukup tinggi yaitu sebagai mandor.

"Kebetulan lewat," ucap Juragan Roni, singkat, padat, dan jelas.

"Wahahaha, gimana to Nduk Gendhis, kan kami memenuhi undanganmu," ucap Pak Lik Sugeng, mencairkan suasana.

Gendhis memutar bola mata, berusaha tidak peduli dengan jawaban juragan sombong di depannya. Sejak SLTA Juragan Roni memang tak acuh, walaupun hanya satu tahun di kelas yang sama, Gendhis merasa hapal betul dengan sifat Juragan Roni. "Gendhis!" dua orang gadis tergopoh-gopoh menyusul Gendhis.

"Yaampun Mbak Ndis, tak kira kamu dimakan buto," ucap gadis mungil dengan kepang dua lucu. Gadis itu bernama Lulu, adik kandung Gendhis, terpaut 2 tahun di bawah Gendhis. Gadis satunya lagi bernama Nina, teman baik Gendhis.

"Juragan Roni, Juragan Sugeng, ini adik saya Lulu, ini teman saya dari desa seberang, Nina," ucap Gendhis, memperkenalkan seramah mungkin.

Lulu mengulurkan tangan antusias ke Juragan Roni. Juragan Roni menyambut uluran tangan Lulu. "Lulu Juragan Roni," ucap Lulu, malu-malu. Pak Lik Sugeng berdehem menyadarkan Lulu yang sepertinya enggan melepaskan tangannya dari Juragan Roni.

"Lu!" Gendhis menyadarkan Lulu. Lulu melepaskan genggaman tangannya perlahan.

Pak Lik Sugeng memincingkan mata, seperti tidak asing dengan Nina. Pak Lik Sugeng mencoba mengingat-ingat tapi percuma, dia tidak ingat apapun. "Dari Desa Uyah, ya?" tanya Pak Lik Sugeng. Nina mengangguk sebagai jawaban. Nina tahu betul Pak Lik Sugeng mencoba mengingat-ingat siapa dirinya.

"Ini titipan bingkisan dari Pak Wiro Juragan," ucap Nina, mengulurkan bingkisan yang berisi nasi kuning dan lauknya yang dibungkus anyaman bambu.

Hari ini adalah kelulusan Gendhis dari universitas yang jaraknya 9 km jauhnya dari Desa Arang. Gendhis lulus tepat di tahun ke lima. Ya, telat satu tahun. Bagi Gendhis telat tak jadi masalah, yang penting lulus. Nina adalah teman Gendhis, dulu Nina tinggal di Desa Arang dengan orang tuanya. Nina juga sempat bersekolah di SLTA yang sama dengan Gendhis. Semenjak kedua orang tuanya meninggal, Nina pindah ke Desa Uyah bersama kakek dan neneknya.

"Terima kasih," ucap Juragan Roni, memandang Nina singkat seakan tak peduli dan tak ingin berlama-lama.

"Tak bawakan juragan," ucap Pak Lik Sugeng. Paham pada situasi Pak Lik Sugeng langsung berpamitan, "terima kasih Gendhis, Lulu, dan Nina, saya dan Juragan Roni pulang dulu," ucap Pak Lik Sugeng.

Gendhis, Lulu, dan Nina mengangguk, mempersilakan.

Juragan Roni dan Pak Lik Sugeng berjalan menjauh. Sepanjang perjalanan hingga sampai kediaman Juragan Roni, Pak Lik Sugeng masih mencoba mengingat-ingat wajah yang tidak asing itu.

"Ada apa to Pak Lik dari tadi diam saja?" tanya Juragan Roni. Sekarang Juragan Roni dan Pak Lik Sugeng duduk di kursi teras rumah Juragan Roni.

"Kopinya Juragan," ucap Mbok Minah, abdi dalem yang sudah bekerja di kediaman Juragan Roni sejak Juragan Roni belum lahir.

"Terima kasih Mbok," ucap Juragan Roni. Mbok Minah pamit masuk. Sebagian abdi dalem sudah pulang, sisanya tinggal bersama Juragan Roni di kamar yang sudah disediakan.

"Aku ingat!" pekik Pak Lik Sugeng. "Perempuan tadi anak Winto, orang yang hampir membakar habis pabrik gula Juragan Aryo!" lanjut Pak Lik Sugeng.

"Wajah anak itu mirip sekali dengan Winto, pantas saja!" Pak Lik Sugeng bersungut-sungut, mengingat kecerobohan salah satu mantan pegawainya bernama Winto yang tentu saja sudah dipecat secara tidak hormat lima tahun lalu. Laki-laki bernama Winto itu juga yang menyebabkan Juragan Aryo terkena serangan jantung hingga meninggal karena pabrik gula yang bekerja selama puluhan tahun dihancurkan begitu saja.


***


Follow akun wp-nya biar nggak ketinggalan update-an!

Terima kasih sudah membaca <3

Jangan lupa tinggalkan komen📱dan bintangnya ⭐

Sang Penggoda (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang