Bab 12

7.4K 67 2
                                        

Disinilah Nina, berada di ruang penjahit di kediaman Juragan Roni. Tempat yang dulunya pernah menjadi tempat bekerja kedua orang tua Nina. "Sebelah sini Nduk," ucap Mbok Nah. Nina duduk di samping Bu Wiro. Mesin jahit sudah disediakan, Nina tinggal menjahit saja.

"Baik Mbok," ucap Nina. Mbok Nah memandang Nina sejenak. Ada raut prihatin di wajah Mbok Nah.

"Nanti dibantu," Mbok Nah memegang pundak Bu Wiro sesaat. Bu Wiro mengangguk. Setelah itu Mbok Nah meninggalkan ruangan, menuju bagian dapur.

Nina tidak pernah membayangkan dapat bekerja menjadi abdi dalem paruh waktu, walaupun setiap tahun pasti ada perekrutan pegawai, tapi Nina tidak tertarik dan tidak peduli. Kalau bukan Gendhis yang memohon-mohon mana mungkin Nina mau. Lagipula Nina hanya bekerja selama satu hari. Nina menganggap apa yang dikerjakannya sebagai tambahan pemasukkan, karena gaji sebagai pekerja paruh waktu pesta sangat lumayan.

Nina bisa menjahit sejak usia dua belas tahun. Nina dapat menjahit berkat nenek dan ibunya. Awalnya hanya memandang ibu dan neneknya membuatkan pesanan baju dari tetangga, lama-lama Nina coba-coba disertai arahan dari nenek dan ibunya akhirnya Nina bisa menjahit dengan cukup baik. Di beberapa kesempatan Nina menerima pesanan jahit. Lebih tepatnya Nina menggantikan neneknya. Neneknya sudah tidak mampu menjahit karena bila terlalu lama duduk kakinya akan sakit dan sulit diluruskan.

"Mbak Nina," Lulu memanggil Nina, berbisik di belakang Nina. Nina hanya melirik sesaat. Di tangan Lulu ada es cekek rasa cokelat dengan sedotan warna hijau.

Lulu dan Gendhis ada di ruangan yang sama dengan Nina. Membantu pekerja jahit mengemas pakaian untuk gadis dan pemuda desa. Di pojok ruangan Gendhis sedang sibuk menyiapkan pita-pita cantik.

"Ada apa Lu?" tanya Nina, pandangan Nina fokus pada kain yang dijahit.

"Jahitannya bagus hehe," ucap Lulu.

"Boleh pegang?" tanya Lulu.

Nina ragu-ragu tetapi berusaha yakin pada Lulu. Bu Wiro sedang duduk di lantai, mengukur kain mentah dengan meteran yang ada di tangannya. Bu Wiro mungkin tidak sadar putrinya, Lulu, ada di dalam ruangan. Merasa sudah diizinkan Lulu mengelus-elus hasil jahitan Nina. Tanpa sadar es yang dia bawa tadi menghilang entah ke mana.

"Es siapa ini!?" teriak Bu Wiro, panik. Es cokelat tadi disandarkan Lulu di dekat pakaian Juragan Roni yang sudah dipermak. Es tersebut menimbulkan noda cokelat yang kemungkinan sulit hilang karena surjan Juragan Roni berwarna putih dengan corak bunga merah.

Lulu, Nina, Gendhis, dan semua penjahit mengerubungi surjan Juragan Roni yang terkena tumpahan es. Mata Lulu memerah, ia takut disalahkan. Bu Wiro menanyakan pada semua orang yang ada di ruangan itu tapi tidak ada yang mengaku.

Karena aksi rubung-rubung itu, beberapa pekerja yang ada di luar masuk. Mereka menyalahkan bagian penjahit yang teledor. Mbok Nah masuk dalam kerumunan, kaget. Surjan itu terbuat dari katun kualitas terbaik. Sulit untuk menemukan kain semirip itu di Desa Arang. Kalaupun ada, mereka harus mencari ke luar desa yang jaraknya bisa puluhan kilometer.

"Ada apa ini?" tiba-tiba terdengar suara Pak Lik Sugeng. Di samping Pak Lik Sugeng ada Juragan Roni dan Arman.

"J-Juragan," Bu Wiro terbata-bata.

Juragan Roni memandang datar surjannya yang tidak bisa digunakan lagi. Surjan itu malah belum pernah Juragan Roni kenakan di suatu acara. Lulu memegang tangan Nina gemetar. Nina merasakan telapak tangan Lulu berkeringat.

"Maaf Juragan," ucap Nina. Semua mata tertuju pada Nina. Gendhis dan Bu Wiro memandang kaget pada Nina. Mata-mata itu seakan menemukan tersangka dari kasus kotornya surjan Juragan Roni.

"Dasar ndak becus," ucap Juragan Roni, matanya memandang tajam ke arah Nina.




***



Mari berteman ❤️
Ig baru netes: jiahuha (profil bebek kuning)

Follow akun wp-nya juga biar nggak ketinggalan update-an!

Terima kasih sudah membaca <3

Jangan lupa tinggalkan komen📱dan bintangnya ⭐



Sang Penggoda (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang