Seluruh penduduk desa menghujani Pak Lik Sugeng dan Sri dengan cacian. Sesepuh meminta izin pada Juragan Roni selaku kerabat dan orang yang berpengaruh di Desa Arang untuk mengizinkan penduduk desa menghukum Pak Lik Sugeng juga Sri.
"Sebagai penduduk yang bermartabat mari renungkan kembali, apakah pantas menelanjangi seseorang lalu mengaraknya keliling desa?" tanya Juragan Roni.
Juragan Roni sedang berdiskusi dengan penduduk dan sesepuh desa di pendopo Desa Arang. Pendopo yang terletak di tengah-tengah desa, pendopo ini dulunya dibangun oleh Juragan Aryo.
"Bukankah hukum tetaplah hukum Juragan?" tanya salah satu sesepuh.
"Kau punya cucu perempuan yang belum menikah kan? bagaimana jika cucumu hamil di luar nikah dan kau melihat langsung dia diarak tanpa pakaian?" tanya Juragan Roni.
Sesepuh desa menunduk lalu saling berbisik. "Coba renungkan, bagaimana jika anak atau saudara kalian menerima hukuman sekejam itu!" ucap Juragan Roni dengan lantang pada seluruh penduduk yang berada di pendopo.
"Apakah kemanusiaan kalian memudar seiring waktu?" tanya Juragan Roni.
"Apa yang kalian dapatkan ketika melihat orang telanjang diarak keliling desa? kepuasan?" lanjut Juragan Roni.
Seluruh penduduk desa yang ada di pendopo diam. Satu per satu dari mereka merenung. Dari lubuk hati yang paling dalam mereka tahu jika aturan itu terlalu tragis. Mereka pun tak mau jika salah satu anak atau saudara mereka mendapatkan perlakuan serupa. Aturan itu memang harus dilonggarkan atau malah dihapuskan.
"Apakah Juragan Roni mengatakan ini karena Pak Lik Sugeng saudara Juragan?" tanya salah satu sesepuh desa. Sesepuh desa yang Juragan Roni ketahui bernama Mbah Purwo. Mbah Purwo adalah sesepuh desa yang paling vokal terkait aturan-aturan Desa Arang.
"Aku sudah sering menyampaikan usulan agar aturan-aturan kolot itu dilonggarkan atau malah diperbarui. Namun nampaknya beberapa dari kalian keberatan sehingga tak kunjung mendiskusikan lagi," ucap Juragan Roni.
Penduduk desa saling pandang. Penduduk tahu yang dimaksud Juragan Roni adalah para sesepuh. Juragan Roni memang sering menyampaikan usulan di setiap musyawarah desa yang diadakan dua minggu sekali di pendopo, agar memikirkan ulang terkait aturan-aturan yang dirasa kurang manusiawi.
"Aturan ini sudah ada sejak mendiang Juragan Aryo, Juragan!" ucap Mbah Purwo.
"Kau balas dendam atas apa yang pernah terjadi dengan anakmu dulu kah?" tanya Juragan Roni, membuat Mbah Purwo tiba-tiba terdiam.
Menurut informasi yang Juragan Roni dapatkan, salah satu anak perempuan Mbah Purwo ada yang hamil tanpa terikat pernikahan. Anak perempuan Mbah Purwo dihukum mengelilingi Desa Arang tanpa sehelai kain pun. Laki-laki yang menghamilinya kabur, lari dari tanggung jawab. Keluarga Mbah Purwo mengucilkan diri dari lingkungan desa hampir satu tahunan karena malu. Anak Mbah Purwo yang diketahui hamil tersebut tidak kuat menanggung penghinaan dari penduduk Desa Arang dan cacian dari orang tua dan saudaranya sendiri. Anak Mbah Purwo tersebut diketahui bunuh diri di belakang rumah dalam keadaan hamil besar. Karena kematian anak Mbah Purwo yang hamil di luar nikah, penduduk desa mulai kasihan lalu perlahan mengajak Mbah Purwo dan keluarganya untuk menghadiri acara-acara desa dan mulai bersikap biasa seperti sedia kala. Juragan Roni tidak habis pikir dengan informasi dari salah satu abdi dalemnya, namun penduduk desa yang bekerja dengannya juga menceritakan hal yang sama. Lalu apakah penghinaan harus diakhiri dengan kematian agar dimaklumi? sungguh ironi.
***
Follow akun wp-nya biar nggak ketinggalan update-an!
Terima kasih sudah membaca <3
Jangan lupa tinggalkan komen📱dan bintangnya ⭐
