"Dari mana kayu-kayu ini Mbah?" tanya Nina pada Mbah Ami.
"Kata orangnya itu dari Gendhis, Nduk," jawab Mbah Ami.
Pagi-pagi sekali Mbah Ami kedapatan dua tamu yang membawa kayu bakar dua gerobak besar. Mereka memperkenalkan diri sebagai teman Gendhis, mengatakan kayu-kayu yang dibawa berasal dari Gendhis. Mbah Ami tidak bisa bertanya lebih jauh karena dua laki-laki tersebut langsung pergi.
Nina merasa ada yang aneh. Kayu-kayu diletakkan di depan halamannya oleh orang asing. Kayu-kayu di depannya bahkan terpotong rapi, tidak seperti kayu bakar yang Nina dan Gendhis kumpulkan saat di hutan. Nina akan menanyakan hal ini pada Gendhis saat mereka bertemu di kebun teh.
Sesampainya di kebun teh, pandangan Nina langsung menangkap sosok Gendhis. Gendhis dengan pakaian merah muda kesayangannya tidak sulit untuk ditemukan. "Ndis!" Nina mendekati Gendhis yang sedang duduk di cakruk.
"Aku menunggumu Nin," ucap Gendhis. Rupanya Gendhis datang terlalu pagi, ia memutuskan menunggu Nina di cakruk.
"Ndis kayu bakar di rumahku benar dari kamu?" tanya Nina.
Pertanyaan Nina membuat Gendhis mengernyit, "kayu bakar apa?" tanya Gendhis.
"Ada yang mengirim kayu bakar di depan rumahku Ndis, katanya itu dari kamu," ucap Nina.
Gendhis tidak merasa pernah mengirim kayu bakar pada Nina. Nina yang sejak awal yakin bahwa kayu-kayu tersebut bukan dari Gendhis kemudian merenung, mencoba mencari tau siapa si pengirim kayu bakar.
"Tidak mungkin," ucap Nina.
"Apa kita memikirkan hal yang sama Nin?" tanya Gendhis. Gendhis dan Nina saling pandang.
"Juragan Roni?" ucap Nina, mendapatkan anggukan dari Gendhis.
"Untuk apa Juragan Roni repot-repot mengirim kayu bakar?" tanya Nina pada Gendhis.
"Tanda terima kasih mungkin," jawab Gendhis.
"Terima kasih?" tanya Nina, mengernyit heran atas jawaban Gendhis.
"Kamu sudah membuatnya tertawa kemarin. Itu pertama kalinya aku melihat Juragan Roni tertawa sampai terbahak-bahak," jawab Gendhis. Nina tahu apa yang Gendhis ucapkan hanya godaan sebagai bahan bercanda. Namun kali ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda, Nina tidak mau menerima barang yang tidak jelas asal-usulnya.
"Tolong serius Ndis, aku ndak mau menerima barang ndak jelas," ucap Nina. Nina yang tadinya duduk di cakruk bangkit, pun dengan Gendhis. Nina lalu berjalan mendahului Gendhis.
"Nin aku benar-benar yakin kayu itu dari Juragan Roni!" ucap Gendhis, berjalan mengekori Nina. Nina akan memastikan hal ini saat bertemu dengan Juragan Roni nanti. Sekarang fokus Nina adalah memetik pucuk teh.
Hampir siang dan Juragan Roni belum datang juga. Biasanya Juragan Roni datang melihat dan mengecek kegiatan kebun teh di pagi hari. Nina jadi berasumsi Juragan Roni ada urusan lain sehingga tidak bisa datang ke kebun teh hari ini.
"Arman dan Juragan Roni belum datang juga," ucap Gendhis, mengedarkan pandangan ke seluruh kebun teh.
"Mungkin tidak datang Ndis," jawab Nina.
Beberapa menit kemudian orang yang dicari datang juga. Juragan Roni diikuti Arman memasuki area perkebunan. Juragan Roni menyapa setiap pekerja yang ia lewati. Nina menarik tangan Gendhis untuk mengikutinya menemui Juragan Roni. Dari kejauhan Juragan Roni melihat Nina dan Gendhis.
Gendhis mengikuti langkah Nina yang gasrak-gusruk. Gendhis tersenyum membayangkan antusiasnya Nina menemui Juragan Roni. Rasa antusias yang sama seperti Gendhis ingin bertemu Arman. Gendhis juga ingin meminta penjelasan Arman mengapa ia datang siang sekali. Arman harusnya menjaga kebun karena ia memang ditunjuk Juragan Roni untuk menjadi salah satu mandor kebun. Gendhis berpikir Arman mungkin menjadi tangan kanan Juragan Roni sehingga selalu bersama Juragan Roni kapanpun dan dimanapun.
***
Mari berteman ❤️
Ig baru netes: jiahuha (profil bebek kuning)Follow akun wp-nya juga biar nggak ketinggalan update-an!
Terima kasih sudah membaca <3
Jangan lupa tinggalkan komen📱dan bintangnya ⭐
