Dokter Mukes dan Bibi marry berjalan cepat memasuki ruang kamar rawat ruka. Keduanya melihat ranjang pasien yang sudah ada pharita berdiri di sampingnya.
"Nona pharita sudah bangun?" tanya Bibi marry terkejut melihat pharita yang kini tidak lagi tidur seperti saat Bibi marry meninggalkannya.
Dr. Mukes tidak banyak bicara, laki-laki itu segera berjalan mendekati ruka mulai melakukan pemeriksaan. Senyum Dr. Mukes mengembang kala melihat sendiri jemari ruka yang bergerak di sisi ranjang.
"Pasien akan segera sadar," ucap Dr. Mukes mantap penuh keyakinan. Meski tidak ada senyum lebar di bibir pharita, tapi Bibi marry bisa tahu jika nona presdir itu ikut bahagia. Sorot mata pharita yang tajam nan dingin mulai menghangat tidak lagi menakutkan.
Kedua netra tajam itu melihat tuannya begitu tulus, seolah-olah pharita sudah lama sekali tidak menatap wajah ruka. Bibi marry yang memperhatikan sebegitu besar kasih sayang pharita untuk ruka, menyeka air matanya yang tiba-tiba ingin menetes.
"Ruka akan membuka matanya ," tutur Dr. Mukes mengamati kelopak mata ruka yang bergerak perlahan.
"Tuan." Bibi marry mengucapkan
berkali-kali kata syukur di dalam hatinya saat menatap kelopak mata tuanya terbuka sempurna. Air mata Bibi marry semakin berjatuhan, napasnya tersengal menangis bahagia atas kesadaran ruka.pharita yang melihat calon suaminya membuka mata bibirnya melengkung tipis, semua emosi yang tersimpan di hatinya selama beberapa hari ini menghilang begitu saja.
Hanya melihat kedua mata Ruka terbuka lalu menatapnya, membuat hati pharita terbakar perasaan senang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Pha-Pharita."
Suara ruka yang memanggil nama perempuan itu untuk pertama kali saat dia sadar membuat pharita ingin lebih mendekat, mencium bibir ruka melumatnya. Tapi keberadaan Dr. Mukes di sisi kanan ruka meredam keinginan pharita dalam sekejap.
Dr. Mukes memanggil suster untuk menambah cairan di tabung infus ruka. Pria itu terlihat lebih lemah setelah ia sadar.
"Jika ada keluhan yang kamu rasakan, katakan pada saya."
ruka berganti menatap Dr. Mukes yang tersenyum menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infusnya. Sesuatu yang mengganjal di bagian dadanya terasa sedikit sakit, sebuah selang dan bekas jahitan melintang membedah ke area paru-paru.
"Kamu tidak bisa banyak bergerak, saya belum melepaskan selang WSD di dadamu."
Ruka membuka kerah seragamnya, melihat sebuah selang transparan yang terpasang dekat area paru-paru. Memori ruka samar-samar mengingat soal ani. Seketika bayangan dirinya yang tenggelam ke dasar kolam renang bersama kursi rodanya muncul kembali di kepala.
'Berhenti memanggil saya Ibu! Saya bukan ibumu!'
'Nyonya! Tolong kasihani Tuan ruka, Nyonya! Tuan ruka lumpuh! Dia tidak bisa berenang!'
'Diam kamu Anton!'
Tangan Bibi marry yang memegang jemarinya membuyarkan lamunan ruka. Bibi marry yang menangis melihatnya membuat ruka tidak tega.
"Bibi senang Tuan ruka sudah sadar. Bibi mengira Tuan benar-benar akan meninggal."
"Dia tidak meninggal, berhentilah menangis," ketus pharita dingin tidak suka jika Bibi marry menggenggam tangan ruka sementara dia tidak.
Bibi marry segera menghapus air matanya karena pharita sudah menegurnya.
"Tuan ruka, butuh sesuatu? Mau minum atau makan. Biar Bibi ambilkan untuk Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Wanna Be Yours (BXG) (Rupha) END
RomancePharita yang berhati dingin seperti ular dipertemukan dengan Ruka laki-laki berhati hangat nan lembut seperti kelinci. Akankah cinta bisa tumbuh di hati keduanya?